Monday, June 01, 2020

1 JUNI, HARI LAHIR PANCASILA DAN BAPAK

1 Juni, Hari Lahir Pancasila dan Bapak

Hari ini diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Lima sila yang menjadi dasar negara kita, Indonesia. Lima sila yang menjadi pondasi kokoh sebuah Bangsa yang sangat majemuk. Pondasi kokoh sebuah Bangsa yang penuh bermacam perbedaan. Beda suku, bahasa, agama, dan ras, dan bermacam perbedaan - perbedaan lainnya.

Istilah Pancasila pertama kali disampaikan oleh Ir. Sukarno dalam Pidato Bung Karno 1 Juni 1945. Pidato tersebut diutarakan Bapak Pendiri Bangsa dalam sidang Dokuritsu Junbi Chōsa-kai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Selain sebagai hari lahir Pancasila, 1 Juni adalah hari istimewa bagi saya dan ketiga adik saya. Karena tanggal 1 Juni adalah tanggal lahir Bapak saya. Beliau panutan kami dalam menjalani hidup, utamanya saya. Banyak pelajaran yang saya dapat dari beliau. Walau tidak dengan banyak petuah yang beliau sampaikan, namun beliau memberikan banyak pelajaran hidup melalui tingkah laku dan perbuatan beliau.


Menikmati Hidup dan Penuh Kerja Keras

Inilah pelajaran pertama yang saya dapat dari Beliau. Hidup di dunia hanya sementara. Kita harus bisa mengisi setiap waktu yang tersisa menjadi hari - hari terbaik  sebagai bekal untuk menghadap Sang Kholik.

Bapak saya seorang petani. Hingga hari ini di usianya yang ke-68 beliau masih sering ke sawah. Kemarin saja ketika saya menelpon Ibu di rumah, beliau baru pulang dari sawah. Beliau baru pulang Matun (bersih - bersih rumput di sela - sela tanaman padi) di sawah. Tentu tak sekekar dulu ketika muda. Namun beliau sangat menikmatinya.

Disamping sebagai petani, Bapak juga seorang pensiunan. Semasa aktif sebagai abdi negara, beliau bekerja sebagai pekarya kesehatan di Puskesmas. Bukan seorang pejabat dengan golongan tinggi. Pekerjaan sehari - harinya mengurusi kebersihan puskesmas, dari urusan kebersihan lantai (nyapu, ngepel), kebersihan ruangan, kebersihan taman, mencuci dan menyetrika linen, dan segala urusan bantu membantu lainnya. Ya urusan seksi sibuk di Puskesmas. Semua harus dinikmati dan diperjuangkan.

Maka tidak heran ketika saya lulus SMP waktu itu, beliau meminta saya untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Perawat. Maklum saja tiap hari yang dilihat adalah para perawat. Mau disekolahkan ke kedokteran, mungkin itung - itung biaya yang tak mungkin terjangkau, dan pula kemampuan akademik saya yang sangat pas - pasan.😷

Gaji PNS Bapak memang tak banyak. Maklum saja pegawai golongan 1. Sementara harus menghidupi empat anak. Maka beliaupun mesti berjuang keras dalam menjalani hidup.

Sepulang kerja, beliau sibuk menggarap sawah. Menggarap kebun di rumah.

Anak - anakpun diajari mandiri. Sejak kecil kami diajari mempunyai tanggun jawab. Kami diajari bersih - bersih rumah, mencuci piring, membantu ibu di dapur. Kami diajak bertani. Menanam padi. Menanam singkong. Menanam ubi jalar. Mencari kayu bakar. Memelihara ayam dan lainnya.

Di kelas 4 SD, saya pun diserahi tanggung jawab mencari rumput untuk kambing - kambing peliharaan. Saya pun rutin mencari kayu bakar untuk nambahi bahan bakar untuk memasak di dapur.

Di masa saya Sekolah Perawat di tahun 90-an, beras bulog sangat tenar bagi para pegawai negeri. Beras ini disebut juga dengan beras jatah. Dibalik apeknya beras jatah, disitu ada wangi yang tersembunyi bagi Bapak saya.

Beras jatah temen - temen kerja Bapak rata - rata nggak dibawa pulang langsung. Ada yang ditukar dengan beras yang lebih wangi, ada juga yang dijual. Peluang tersebut dimanfaatkan Bakul Beras untuk tukar tambah atau membelinya. Nah, Bapak saya sekedar menjadi penghubung antara temen - temen di Puskesmas dan Bakul Beras.

Maka tiap awal bulanpun Beliau sibuk nimbangi beras jetah. Beras - beras tersebut kemudian diantar ke Bakul Beras. Jadi dibalik apeknya beras jatah kala itu, 'wanginya' bisa turut nambahi uang saku anak yang lagi sekolah di luar daerah dan nambahi biaya hidup keluarga. Apapun pekerjaannya, yang penting dinikmati. Dan yang terpenting lagi halal dan barokah.

Berbagi

Pelajaran kedua yang saya dapat dari beliau dan ibu saya adalah berbagi. Saya masih ingat ketika masa kecil dulu, sempat ada beberapa orang yang turut 'mondok' di pekarangan milik orangtua. Ini bukan mondok di dalam rumah, melainkan mereka membangun rumah di pekarangan. Tanpa nyewa. Sampai beberapa tahun. Hingga akhirnya mereka bisa membeli tanah dan membangun rumah sendiri. Hal tersebut mungkin sangat jarang kita temukan hari ini.

Beliau memberikan pelajaran berharga bagi saya bahwa harta hanyalah titipan. Harta sejatinya milik Allah, dan sejatinya akan kembali kepadaNya. Akan tiba masanya nanti kita ditanya harta didapat dari mana dan dibelanjakan kemana. Jika kita diberikan kesempatan berbagi, berbagilah. Dengan apapun yang kita, jika tidak dengan harta, bisa dengan tenaga. Jika tidak, mungkin hanya sekedar berbagi berita baik dan tersenyum.

Bapak, momen lebaran ini saya tak bisa pulang. Pandemi corona masih melanda. Doa anakmu dari jauh senantiasa dipanjatkan, semoga Bapak senantiasa sehat, berkah dan manfaat umurnya fiddini waddunya wal akhiroh. Aamiin.

Dukhan, 9 Syawal 1441 H

No comments:

Post a Comment