Pada
4 Mei 2020 menjadi milestone bagi DPP PPNI (Dewan Pengurus Pusat - Persatuan
Perawat Nasional Indonesia) ditengah pandemi covid-19. Pada hari tersebut
digelar kegiatan seminar online perdana yang dikenal dengan Zoominar. Dinamai
Zoominar karena memakai aplikasi Zoom, dan disandingkan dengan penggalan kata
Seminar.
Ditengah
'perang' melawan covid-19, Perawat menjadi salah satu profesi yang berada di
garda depan. Perawat memiliki risiko tinggi terhadap kemungkinan terpapar virus
corona. Seperti kita tahu bahwa virus ini sangatlah menular melalui respiratory
droplets (percikan dari saluran pernafasan).
Pada
kegiatan zoominar perdana ini, dimoderatori oleh Ners Erwin. Topik yang
dibawakan adalah permasalahan APD salah satu penyebab penularan covid-19. Pada
sesi pembukaan diisi sambutan oleh Ketua DPP PPNI, Bapak Harif Fadhillah.
Kemudian dilanjutkan sambutan dari Tim Pakar Satgas Covid-19 DPP PPNI. Dilanjutkan dua materi utama disampaikan oleh Ketua HIPPII Pusat (Himpunan Perawat Pencegah dan
Pengendalian Infeksi Indonesia), Ibu Wardanela Yusuf
dan Ibu Bernadetta (Ketua HIPPII Jawa Timur).
Dalam
sambutan perdananya, Pak Harif menyampaikan selamat datang pada seluruh perawat
indonesia pada event perdana daily zoominar PPNI dengan tema Perawat garda
terdepan pelayanan covid-19.
Update ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
Update ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
Kegiatan
ini dikelola oleh Satgas Covid DPP PPNI. Menurut Ketua Umum PPNI, zoominar ini
menjadi sangat penting bagi para perawat. Salah satu alasannya karena masih
tingginya paparan virus covid-19.
Menurut
beliau, per 4 Mei 2020 melalui pemantauan internal terdapat 593 ODP (Orang
Dalam Pemantauan), 47 PDP (Pasien Dalam Pengawasan), 65 orang dirawat, 93 OTG
(Orang Tanpa Gejala), 3 orang sembuh, 50 orang positif covid-19, dan 18 sejawat
perawat telah berpulang ke haribaan Ilahi.
Maka
Pak Harif menghimbau agar perawat harus senantiasa meng-update ilmu pengetahuan
dan teknologi keperawatan khususnya terkait dengan covid-19 ini. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pelayanan kita (keperawatan), dan yang
kedua adalah bagaimana meningkatkan keamanan terkait dengan perawat itu sendiri
dalam rangka penanganan covid-19 agar tidak tertular.
Hal
tersebut senada dengan pernyataan ICN pada bulan 17 April 2020 lalu bahwa
pentingnya APD menjadi sesuatu yang absolut, yang harus diperjuangkan, yang
harus juga disediakan dan dipenuhi oleh semua yang berkewajiban, antara lain
Pemerintah, Gugus Tugas dan masyarakat, papar Harif Fadhillah.
Tak
hanya persoalan ketersediaan APD, yang tak kalah pentingnya adalah tentang
pengelolaan, pemakaian (donning), melepas (doffing), bahkan pada tahapan
disposal-nya. Bahkan sampai pada pemulasaraan jenazah covid-19.
Pada
sesi berikutnya adalah paparan tentang 'Trends covid-19 di Indonesia dan
optimalisasi upaya penanganan covid-19 yang disampaikan oleh Tim Pakar Satgas Covid-19 DPP PPNI, Bapak Agung Waluyo, SKP,
MSC, PHD.
Pak
Agung menyampaikan bahwa sesuai data terkini dari laman covid19.go.id, angka
kesembuhan pasien covid-19 terus meningkat. Hal senada juga didukung dari
sebuah penelitian di Singapura yang memprediksi bahwa covid-19 berakhir 97%
pada 30 Mei 2020 berakhir 99% pada 16 Juni 2020, dan berakhir 100% pada 27
November 2020.
Beberapa
permasalahan yang dihadapi perawat dalam penanganan covid-19 diantaranya
adalah:
1.
Keterbatasan APD yang layak di beberapa RS (Rumah Sakit).
2.
Rendahnya kedisiplinan masyarakat agar tidak terpapar/memaparkan virus
covid-19.
3.
Belum merata dan belum seragamnya pengetahuan & ketrampilan penggunaan
& cara melepaskan APD dari tenaga kesehatan.
4.
Terbatasnya perawat yang bertugas (efisiensi jumlah perawat yang berdinas),
berdampak pada kelelahan dan penurunan daya tahan tubuh.
5.
Terbatasnya konseling bagi perawat dan tenaga kesehatan yang bertugas dalam
penanganan covid-19, berdampak peningkatan stress saat berdinas.
6.
Tidak semua pasien dan keluarga jujur akan keluhan yang dilaporkan saat
berobat.
Rasa
tidak nyaman perawat saat berdinas menggunakan APD lengkap, berpotensi
terpapar.
Prediksi
penurunan covid masih cukup panjang / lama.
Tim Pakar Satgas DPP PPNI ini mengingatkan para perawat agar jangan hanya bergantung pada kejujuran
pasien, kita (perawat) juga harus memiliki kecerdasan dalam melihat keluhan -
keluhan yang muncul atau dari cara kita melakukan pengkajian.
Ada
6 pesan penting bagi Perawat Indonesia dalam upaya optimalisasi
penanganan covid-19 yang beliau sampaikan dalam zoominar perdana, diantaranya:
1.
Perawat jadi role model dan terlibat langsung dalam mencontohkan
masyarakat pentingnya kedisiplinan untuk melakukan physical distancing, stay at
home, menggunakan masker jika terpaksa keluar rumah dan cuci tangan.
2.
Pendataan RS yang masih mengalami kelangkaan APD dan pendistribusian APD pada
RS tersebut.
3.
Penyebarluasan pengetahuan dan ketrampilan penggunaan dan cara
melepaskan APD lengkap.
4.
Rekrutmen tenaga perawat dari RS non-covid ke RS rujukan covid.
5.
Penyediaan fasilitas konseling bagi perawat yang berdinas di RS covid.
6.
Penggunaan APD pada semua pasien yang ditangani, pengaturan shift kerja dengan
APD lengkap yang masih dapat memberikan kenyamanan. Misalnya, pengaturan waktu
dinas dengan APD lengkap maksimal 4 jam dan diatur bergiliran.
Implementasi PPI pada pasien covid-19 di Fasyankes
Selanjutnya, Pemateri
perdana adalah Ibu Wardanela Yunus, CVRN, SKM, MM. Beliau adalah perawat HIPPII
pusat, paparan yang disampaikan tentang 'Implementasi PPI pada pasien covid-19
di Fasyankes'.
Ibu
Wardanela menampilkan kasus positif covid-19 di Indonesia per 3 Mei 2020
sebanyak 11.192 kasus, sembuh 1.876 orang dan meninggal 845 orang. Virus ini
tidak hanya melalui respiratory droplets, melainkan juga melalui aerosol yang
bisa bertahan paling tidak selama 3 jam.
Lantas
bagaimana strategi PPI untuk mencegah atau membatasi penyebaran covid-19?
1.
Menjalankan langkah - langkah pencegahan standar untuk semua pasien.
2.
Memastikan dilakukannya triase, identifikasi awal dan pengendalian sumber.
3.
Menerapkan langkah - langkah pencegahan tambahan empiris atas kasus - kasus
suspek infeksi covid-19.
4.
Menerapkan pengendalian administratif, dan
Menggunakan
pengendalian lingkungan dan rekayasa.
Di
setiap RS ada Perawat PPI, apakah peran mereka dalam covid-19?
1.
Membuat dan melaksanakan kebijakan penanganan pasien covid-19 bersama Komite
PPI dan tim satgas covid di RS.
2.
Administrative controls.
3.
Engineering controls.
5.
Pelaporan data dan dokumentasi.
Ibu
Wardanela memberikan 6 yang bisa menjadi pertimbangan petugas untuk merawat
pasien yang diduga, kemungkinan atau terkonfirmasi covid-19:
1.
Petugas kesehatan memahami risiko penularan dan paparan ke pasien lain dan
petugas kesehatan.
2.
Petugas kesehatan selalu diingatkan penggunaan yang tepat dalam APD,
pembersihan lingkungan dan desinfeksi peralatan. Harus diaudit secara rutin
oleh IPCN atau tim lain.
3.
Jumlah staf yang memadai untuk menghindari kelelahan. Perlu disediakan tempat
tinggal khusus untuk isolasi mandiri.
4.
Menyimpan catatan semua orang yang merawat atau memasuki ruangan pasien dengan
suspek, kemungkinan dan dikonfirmasi covid-19.
5.
Pemantauan petugas kesehatan yang merawat pasien dengan covid-19.
6.
Ketertiban Komite PPI dan IPCN sebagai polisi pengawasan kepatuhan standar dan
perilaku petugas.
Selanjutnya
beliau menguraikan tentang penanganan secara umum pasien dikonfirmasi covid-19,
saat mengirim pasien dalam pengawasan dan konfirmasi, pedoman di ruang isolasi
pasien covid-19, pelaksanaan aerosol-generating procedures (AGP), pengenalan
APD (cara memakai benar, cara melepas benar dan cara membuang benar), prosedur
penggunaan peralatan pasien, dan prinsip - prinsip pembersihan.
9
upaya pencegahan risiko paparan covid-19 pada petugas menurut Ibu Wardanela:
1.
Mematuhi kebersihan tangan 5 moment dan 6 langkah.
2.
Jarak dengan pasien lebih dari dari 1 - 2 meter, ingat penularan melalui
percikan selaput mukosa hidung dan mulut.
3.
Memahami dan menggunakan APD sesuai protokol dan fungsinya.
4.
Bekerja menggunakan "baju kerja" jika memungkinkan membawa baju ganti
dan dokter tidak menggunakan jas sneli/jas dokter. Pertimbangkan dalam
penggunaan scrub sebagai baju kerja.
5.
Hindari menggunakan benda yang menjuntai (name tag yang bertali, jika rambut
panjang diikat keatas, jika menggunakan jilbab jika mungkin masukkan ke dalam
kerah baju atau diikat ke belakang).
6.
Tidak melakukan kontak fisik dengan pasien (bersalaman) jika terpaksa dan
sesuai indikasi patuhi 5 moment dan 6 langkah.
7.
Jangan menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang berpotensi
terkontaminasi, baik saat menggunakan sarung tangan atau tidak bersarung tangan
dan hindari makan dan minum bersama - sama dalam waktu bersamaan dan tidak
berbagi makanan dalam satu tempat makan.
8.
Dilakukan pemeriksaan rapid test dan PCR pada petugas terindikasi sesuai
protokol.
9.
Jika didapatkan tanda atau gejala: sakit tenggorokan, demam, batuk atau sesak
nafas maka: jangan masuk kerja (isolasi mandiri), beritahu atasan langsung atau
Komite PPI untuk mencari evaluasi media tindak lanjut, dapat bekerja kembali
jika tidak berisiko sumber penularan ke orang lain.
5
kalimat penutup dari beliau adalah covid-19 adalah pandemi. Penularannya melalui
kontak, droplet dan pada tindakan menghasilkan airborne, penggunaan APD:
bagaimana cara menggunakan dan melepaskan yang baik dan benar serta di tempat
yang benar, prinsip penanggulangan infeksi: stop transmission, dan lakukan
kewaspadaan standar, kewaspadaan transmisi kontak dan droplet.
Rumitnya permasalahan APD sebagai salah satu penyebab penularan covid-1
Topik
yang terakhir disampaikan oleh Ibu Bernadetta Indah dengan topik 'Rumitnya
permasalahan APD sebagai salah satu penyebab penularan covid-19'.
Mengutip
pernyataan Arianti Anaya di Kantor BNPB Jakarta 17/04/2020 bahwa salah satu
faktor disebabkan oleh penggunaan APD yang tidak tepat dan tidak memenuhi
standar sebagai alat pelindung diri.
Beliau
mengingatkan kita semua bahwa tidak semua pasien covid-19 memiliki gejala
seperti flu, malah sebagian pasien hanya memiliki keluhan diare, rata - rata
mengeluh pusing.
Menurut
data WHO terbaru bahwa kebutuhan APD dimasa pandemi sangatlah banyak. Setiap
bulannya, para petugas kesehatan di garda depan di seluruh dunia membutuhkan
suplai (APD) dan terlebih untuk melindungi dirinya dan orang lain dari
covid-19. Diperkirakan kebutuhannya sekitar 89 juta masker, 30 juta gaun, 1,59
juta goggles, 76 juta sarung tangan dan 2,9 juta liter hand sanitizer. Luar biasa!!!
Tantangan
IPCN dalam menghadapi pandemic covid-19:
1.
Pengetahuan petugas kesehatan.
2.
Standarisasi APD yang pasti dan tepat.
3.
Pengelolaan APD.
4.
Keterbatasan APD.
Dalam
membuat dan melaksanakan SPO APD, ada 4 tahapan penting yang perlu diingat antara
lain:
Pembuatan
SPO dengan melibatkan profesi yang terkait yang memberikan pelayanan di RS.
Memenuhi
fasilitas sesuai dengan SPO yang dibuat.
Desimenasi
SPO kepada petugas kesehatan.
Monitoring
pelaksanaan SPO.
3
rekomendasi dalam upaya menghadapi keterbatasan suplai APD diantaranya:
minimalisasi kebutuhan APD dalam pelayanan kesehatan, pastikan APD digunakan
secara rasional dan tepat, koordinasikan mekanisme - mekanisme pengelolaan
rantai pasokan APD.
Ada
3 pertimbangan persediaan APD yang terbatas: penggunaan APD diperpanjang,
pemrosesan kembali dan penggunaan ulang, dan pertimbangan penggunaan alternatif
alat - alat rekomendasi WHO.
Beliau
sharing juga tentang hasil pemeriksaan pada beberapa baju hazmat dan masker N95
yang diproses ulang. Hasil temuan mereka pada beberapa baju hazmat dengan
perbesaran mikroskop elekton 150 kali, ada sebagian baju hazmat yang didapati
lobang - lobang kecil, yang tidak kasat mata. Memang kelihatan utuh, tapi
setelah dicuci dan diperiksa ternyata sudah rusak. Pada masker N95 juga sama.
Pada sebagain masker mengalami kerusakan setelah dipakai ulang karena dilakukan
pembersihan (dilap) yang tidak tepat.
Re-Use APD
Re-Use APD
Jika
terpaksa mau melakukan proses ulang APD, maka rekomendasinya adalah:
1.
Pilih metode dan jenis proses ulang yang akan dikerjakan dengan menggunakan
referensi atau literatur yang sudah teruji dan diakui oleh standar
internasional dan nasional.
2.
Lakukan uji APD yang akan diproses ulang dengan melibatkan para ahli dari
Universitas atau RS yang dapat bekerjasama melakukan uji APD, petugas yang ahli
di CSSD, mikrobiologi, patologi klinik, perawat dan dokter yang menggunakan APD
pada prosedur tindakan, dan farmasi bagian pengadaan.
3.
Buat standar proses yang benar jika hasil memenuhi kriteria keselamatan
petugas, pasien dan lingkungan.
Yang
perlu dihindari pada proses ulang APD adalah mencuci, sterilisasi uap pada suhu
134 C, desinfeksi dengan pemutih/ natrium hipoklorit atau alkohol, iradiasi
oven mikrogelombang menunjukkan efek biosida saat dikombinasikan dengan
kelembaban sehingga radiasi dibarengi oleh uap panas. Secara rinci bisa dilihat
lagi pada panduan yang dirilis oleh WHO.
Materi dan Sertifikat Zoominar PPNI: DOWNLOAD DISINI
Materi dan Sertifikat Zoominar PPNI: DOWNLOAD DISINI
Ditulis
di Qatar, 20 Juni 2020
Oleh Sugeng R. Bralink (Perawat Indonesia di Qatar. Bekerja sebagai Ambulance Nurse sejak tahun 2008.).
No comments:
Post a Comment