Wednesday, May 27, 2020
PERAWAT (NURSE) dan PANDEMI #Part2
Covid-19 pertama kali muncul di Kota Wuhan, Cina pada akhir tahun lalu. Kemudian perlahan menyebar ke berbagai penjuru dunia. Tak terkecuali negara Qatar. Kasus pertama muncul di negeri ini pada 29 Februari 2020. Kasusnya terjadi pada seorang penduduk lokal berusia 36 tahun yang baru pulang dari Iran.
Semenjak ditemukan kasus tersebut, uji PCR (polymerase chain reaction) dilakukan secara masif. Utamanya pada wilayah atau kelompok yang rentan tertular covid-19.
Hingga 26 Mei 2020, Qatar telah melakukan 196.411 uji PCR, 47.207 dinyatakan positif (11.844 sembuh dan 35.335 masih dalam karantina dan perawatan di Rumah Sakit). 1859 masih berada di ruang perawatan akut, 205 berada di ruang ICU dan 28 orang meninggal dunia. Info lebih lengkap bisa dibaca pada laman covid19qatar.info.
Seperti sudah banyak diketahui, uji PCR dilakukan dengan menguji sampel cairan nasofaring dan tenggorok. Memenuhi panggilan tugas, awal Mei lalu saya mendapatkan kesempatan untuk bertugas di tempat pengambilan sampel tenggorok di Kota Doha.
Hari itu saya mengenakan APD (Alat Pelindung Diri) level tiga. APD di level ini terdiri dari penutup kepala, masker N95, masker bedah, goggles, face shield, baju hazmat ('baju astronot'), sarung tangan (bisa 2 - 3 lapis), dan pelindung sepatu. APD ini kami gunakan sebagai bentuk ikhtiar manusia agar terhindar dari risiko tertular virus corona. Karena kita tahu bahwa virus corona itu sangat menular.
Satu dua jam pertama sungguh pengalaman yang tidak nyaman. Ya namanya manusia normal itu nyamannya memang bisa bernafas lega tanpa penghalang apapun. Sementara dengan APD level tiga, ujung rambut hingga ujung jari kaki tertutup semua.
Mulut dan hidung tertutup masker N95 dan masker bedah. Kemudian mata tertutup oleh goggles, wajah tertutup oleh face shield, kepala tertutup oleh penutup kepala dan hood dari baju astronot. Kedua kaki yang sudah memakai sepatupun harus ditutup rapat dengan shoe cover (penutup sepatu).
Satu dan jam pertama menjadi pengalaman yang tidak nyaman bagi saya. Waktu itu saya sempat merasa pusing dan sedikit rasa sakit di kepala dekat area belakang telinga. Saya berfikir, rasa pusing itu mungkin karena sesuatu yang baru. Maklum lah jalan nafasnya kan harus tertutup dua masker.
Kemudian rasa sakit kepala di area belakang telinga bisa jadi karena cengkeraman gagang gogles dan tali masker N95. Alhamdulillah, setelah saya istirahat sebentar, rasa pusing itu berkurang dan mulai beradaptasi untuk meneruskan bekerja.
Dari pengalaman hampir 5 jam itu, saya turut bisa merasakan rekan - rekan sejawat yang saat ini bekerja di ruang - ruang perawat pasien Covid-19. Saya juga turut merasakan perjuangan semua frontliners yang mau tidak mau harus memakai 'baju astronot' dalam menjalankan tugasnya. Sebut saja: para pekerja penyemprot desinfektan, para pemulasara dan penggali kubur jenazah covid, dan para pekerja lainnya.
Walaupun sudah memakai APD level tiga, ini bukan jaminan bahwa kita tidak akan tertular. Ada dua hal penting yang harus diperhatikan adalah pada saat memakai dan melepas APD tersebut. Di dua kondisi inilah yang bisa menjadi celah masuknya virus corona ke tubuh kita.
Maka dari itu, saya mengingatkan diri saya sendiri dan temen - teman yang saat ini sedang berjuang di medan laga dengan pakaian hazmat-nya, senantiasalah berhati - hati. Taati prosedur donning doffing (memakai dan melepas) yang benar.
Ketika segala ikhtiar jasmani sudah kita lakukan, hal lain yang perlu kita lakukan sebagai frontliners dalam penanganan covid-19 adalah senantiasa berfikir positif. Kita harus senantiasa rileks.
Rasa takut itu wajar, tetapi jangan sampai rasa takut itu membawa diri kita ke level stress yang mendalam.
Sebagai makhluk Tuhan, senantiasalah berdo'a agar diri kita terhindar dari bahaya bala' dan wabah. Manusia berikhtiar, Allah lah yang Maha Menentukan segalanya.
Dukhan, 4 Syawal 1441 H
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment