Alhamdulillah
wasyukrulillah, hari ini memasuki Ramadhan hari ke-4. Kali ini saya akan
melanjutkan merangkum ngaji bareng Gus Mus, ngaji kitab Idhotun Nasyiin. Topik
ketiga berjudul AshShobru. Sabar.
Tabah menghadapi
kegentingan-kegentingan itu namanya orang yang berakal. Dengan sepenuh tekad.
Seperti orang yang diikat dirinya sendiri. Ketika menghadapi kegentingan tak
akan lari.
Tidak menghadapi
dengan panik. Tidak gelisah. Menghadapi dengan tenang. Yang seperti ini disebut
dengan 'Nafsul 'Aqila'. Jiwa yang aqil. Suatu karakter 'Malakah'. Tenang.
Malakah adalah karakter yang mendarah daging.
Gus Mus
mencontohkan, ketika seseorang sudah paham tentang Nahwu Shorof, jika ada yang
berbjcara "Jaa Zaidan", maka dengan serta merta menyampaikan yang
disampaikan orang tersebut tidak benar.
Contoh berikutnya
(sambil bercanda), seperti orang Indonesia, ketika bicara urusan dunia, orang
Indonesia itu malakah.
Nafsu aqila itu
tidak 'grusa grusu'. Ketika mendapatkan cobaan, dia mencoba menetralisir dengan
tenang. Tidak gugup. Tidak panik. Ketika cobaan datang bertubi-tubi, ditolak
dengan santai.
Kemudian
sebaliknya, 'Nafsul Jahila'. Jiwa jahila. Selalu goyah. Ada apa-apa sedikit
langsung goyah. Walaupun cuma permasalahan sepele, menanggapinya dengan
berlebihan.
Orang yang punya
jiwa jahila meyakini dirinya tidak bisa menghadapi. Yakin tidak akan mampu
menolak kegentingan. Panik. Takut terhadap bayangan-bayangan.
Tidak mampu
melepaskan diri. Tidak mampu menghindar dari serangan. Adanya keyakinan tidak
bisa menghadapi masalah. Inilah perbedaan antara jiwa aqila dan jiwa jahila.
Maka wahai pemuda
yang baru tumbuh, jadilah orang yang memiliki jiwa aqila. Sabar, tabah, dengan
membiasakan diri dengan nafsul aqila. Dengan mencari keutamaan-keutamaan.
Jangan mencari hal yang 'empreh-empreh' sia-sia atau sepele.
Biasakan dengan
menghiasai kesempurnaan kemanusiaan. Berani, pemurah, penyayang, dan lain
sebagainya. Berhias terhadap kejantanan. Menjadi laki-laki yang sejati. Tampil
gagah, tidak tampil menyerupai perempuan.
Ini semua adalah
hal yang ringan. Tidak berat. Terhadap manusia yang mendapat hidayah dari
Allah. Karena Allah lah Sang Maha Pemberi Petunjuk.
Perbuatan yang
'empreh-empreh' misalnya, balapan motor di jalan raya, campakkan saja!
Main gaple di prapatan, tinggalkan! Cari yang utama-utama.
Main gaple di prapatan, tinggalkan! Cari yang utama-utama.
Orang yang
mendapat hidayah dari Allah untuk menuju keutamaan, tidak memberi kesempatan
ruang sedikitpun pada hawa nafsunya.
Kita itu punya 2
nafsu. Nafsu jahila, sama dengan somita. Nafsu aqila, sama dengan natiqo.
Somita adalah bagi orang-orang yang mendapat hidayah Allah. Tidak ada
kesempatan untuk 'hawa nafsunya' (bernafsu). Sementara natiqo, cita-citanya
tidak pernah diambil. Natiqo itu bercita-cita.
Manusia bukan
hewan. Tidak memberi ruang pada nafsu somita. Keluar dari 'martail
khayawaniyah' ke 'baiatil insaniyah'. Keluar dari lingkungan hewan ke
lingkungan manusia.
Gusti Allah akan
membalas orang yang sabar dalam mendidik dirinya sendiri. Mengangkat derajatnya
ke maqam yang dapat hidayah dari tempat kebingungan.
Wahai pemuda,
didiklah dirimu sendiri untuk melakukan hal-hal mulia. Bukan hal yang penuh
kesia-siaan.
Maka pada
akhirnya nanti akan mendapatkan kebahagiaan 2 perkampungan, dunia dan akhirat.
Mendapatkan kebahagiaan 2 kehidupan, dunia dan akhirat. Serta 2 kebaikan, dunia
dan akhirat.
Doha, 9 Mei 2019
No comments:
Post a Comment