Thursday, May 16, 2019

Ngaji Idhotun Nasyiin: #3 Sabar



Alhamdulillah wasyukrulillah, hari ini memasuki Ramadhan hari ke-4. Kali ini saya akan melanjutkan merangkum ngaji bareng Gus Mus, ngaji kitab Idhotun Nasyiin. Topik ketiga berjudul AshShobru. Sabar.

Tabah menghadapi kegentingan-kegentingan itu namanya orang yang berakal. Dengan sepenuh tekad. Seperti orang yang diikat dirinya sendiri. Ketika menghadapi kegentingan tak akan lari.
Tidak menghadapi dengan panik. Tidak gelisah. Menghadapi dengan tenang. Yang seperti ini disebut dengan 'Nafsul 'Aqila'. Jiwa yang aqil. Suatu karakter 'Malakah'. Tenang. Malakah adalah karakter yang mendarah daging.

Gus Mus mencontohkan, ketika seseorang sudah paham tentang Nahwu Shorof, jika ada yang berbjcara "Jaa Zaidan", maka dengan serta merta menyampaikan yang disampaikan orang tersebut tidak benar.

Contoh berikutnya (sambil bercanda), seperti orang Indonesia, ketika bicara urusan dunia, orang Indonesia itu malakah.

Nafsu aqila itu tidak 'grusa grusu'. Ketika mendapatkan cobaan, dia mencoba menetralisir dengan tenang. Tidak gugup. Tidak panik. Ketika cobaan datang bertubi-tubi, ditolak dengan santai.

Kemudian sebaliknya, 'Nafsul Jahila'. Jiwa jahila. Selalu goyah. Ada apa-apa sedikit langsung goyah. Walaupun cuma permasalahan sepele, menanggapinya dengan berlebihan.

Orang yang punya jiwa jahila meyakini dirinya tidak bisa menghadapi. Yakin tidak akan mampu menolak kegentingan. Panik. Takut terhadap bayangan-bayangan.

Tidak mampu melepaskan diri. Tidak mampu menghindar dari serangan. Adanya keyakinan tidak bisa menghadapi masalah. Inilah perbedaan antara jiwa aqila dan jiwa jahila.

Maka wahai pemuda yang baru tumbuh, jadilah orang yang memiliki jiwa aqila. Sabar, tabah, dengan membiasakan diri dengan nafsul aqila. Dengan mencari keutamaan-keutamaan. Jangan mencari hal yang 'empreh-empreh' sia-sia atau sepele.

Biasakan dengan menghiasai kesempurnaan kemanusiaan. Berani, pemurah, penyayang, dan lain sebagainya. Berhias terhadap kejantanan. Menjadi laki-laki yang sejati. Tampil gagah, tidak tampil menyerupai perempuan.

Ini semua adalah hal yang ringan. Tidak berat. Terhadap manusia yang mendapat hidayah dari Allah. Karena Allah lah Sang Maha Pemberi Petunjuk.

Perbuatan yang 'empreh-empreh' misalnya, balapan motor di jalan raya, campakkan saja!
Main gaple di prapatan, tinggalkan! Cari yang utama-utama.

Orang yang mendapat hidayah dari Allah untuk menuju keutamaan, tidak memberi kesempatan ruang sedikitpun pada hawa nafsunya.

Kita itu punya 2 nafsu. Nafsu jahila, sama dengan somita. Nafsu aqila, sama dengan natiqo. Somita adalah bagi orang-orang yang mendapat hidayah Allah. Tidak ada kesempatan untuk 'hawa nafsunya' (bernafsu). Sementara natiqo, cita-citanya tidak pernah diambil. Natiqo itu bercita-cita.

Manusia bukan hewan. Tidak memberi ruang pada nafsu somita. Keluar dari 'martail khayawaniyah' ke 'baiatil insaniyah'. Keluar dari lingkungan hewan ke lingkungan manusia.

Gusti Allah akan membalas orang yang sabar dalam mendidik dirinya sendiri. Mengangkat derajatnya ke maqam yang dapat hidayah dari tempat kebingungan.

Wahai pemuda, didiklah dirimu sendiri untuk melakukan hal-hal mulia. Bukan hal yang penuh kesia-siaan.

Maka pada akhirnya nanti akan mendapatkan kebahagiaan 2 perkampungan, dunia dan akhirat. Mendapatkan kebahagiaan 2 kehidupan, dunia dan akhirat. Serta 2 kebaikan, dunia dan akhirat.

Doha, 9 Mei 2019

No comments:

Post a Comment