Saturday, August 26, 2017

#MerantauKeQatar: Donut

Malam semakin larut. Waktu sudah menunjukkan jam 10 malam, tapi dirimu masih sibuk dengan adonan donat. Aku tak bisa membayangkan betapa lelahnya dirimu. Seharian sejak bangun pagi hingga malam menjelang, tak ada hentinya. Kesana kemari. Mengurusi tiga buah hati kita.

Aku yakin, anak-anak kita akan riang gembira ketika esok pagi mendapat sajian donut istimewa dari ibunya. I love you, as always.

Inilah curahan hati dari kekasih hatimu yang senantiasa merindukanmu dari kejauhan sana. Semoga setiap langkahmu adalah langkah kebaikan. Langkah-langkah yang akan menghantarkanmu menuju keridhoan Ilahi Robbi.

Thursday, August 24, 2017

#UbahJakarta, Bekerja Bersama Urai Kemacetan Ibukota Dengan MRT

Bicara tentang Jakarta, memang tidak bisa lepas dengan yang namanya kemacetan. Khususnya di jam-jam sibuk. Waktu dimana warga ibukota berangkat ke tempat kerjanya dan disaat pulang menuju rumahnya. 

Trus, upaya apa yang telah dilakukan pemerintah? 

Bermacam upaya sudah, sedang dan akan terus dilakukan untuk membantu mengurai kemacetan ibukota. Diantaranya dengan penambahan jalan tol, penambahan jalan layang, penambahan armada bus transjakarta, pengaturan arus lalu lintas di jam-jam sibuk, perbaikan layanan KRL, dan upaya-upaya lainnya. Tetapi, tetap saja ibukota masih belum bisa menampung jumlah kendaraan yang sebegitu banyak.

Photo by vibizmedia.com
Jalan-jalan raya dipenuhi dengan bermacam model kendaraan bermotor. Dari yang roda dua, tiga, empat, enam bahkan mungkin lebih dari itu. Semua bercampur memadati jalanan kota metropolitan. 

Data BPS DKI Jakarta Tahun 2015 mencatat bahwa jumlah penduduk Jakarta pada tahun 2014 sudah lebih dari angka 10 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduknya berkisar 1,06% per tahun. Disisi lain, jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta di tahun yang sama tercatat  lebih dari 17 juta. Wow, fantastis sekali perbedaannya!

Ternyata populasi kendaraan jauh lebih banyak dibanding dengan populasi penduduknya. 

Tidak dipungkiri, hal ini menjadi faktor yang sangat mempengaruhi permasalahan kemacetan yang terus terjadi di Jakarta. Belum lagi dengan arus urbanisasi yang terus terjadi dari tahun ke tahun. Karena kita semua tahu bahwa ibukota memang menjanjikan bagi banyak warga negara di seluruh pelosok tanah air. Ibukota menjadi tempat bagi banyak orang menaruh harapan untuk perubahan hidup yang lebih baik.

Lantas apa upaya pemerintah selanjutnya? 
Apa hanya tinggal diam? 
Atau menunggu ibukota macet total dan sama sekali tidak bergerak karena semua jalanan sudah dipenuhi lautan manusia dan kendaraan? 

Nah ini dia jawabannya! 

MRT (Mass Rapid Transport) Jakarta. Dalam bahasa Indonesianya dikenal dengan istilah Angkutan Cepat Terpadu Jakarta. 

Moda transportasi masal yang satu ini berbasis rel. Kecepatan dan kenyamanannya tak lama lagi dapat kita rasakan. Dalam situs resmi MRT Jakarta yang saya cek tanggal 23 Agustus 2017 jam 09:20 WIB, MRT Jakarta akan beroperasi 554 hari, 18 jam dan 38 menit lagi. Berkisar awal tahun 2019 maka MRT Jakarta akan mulai melintas di jalanan ibukota.

MRT Jakarta mempunyai visi menjadi penyedia jasa transportasi publik terdepan yang berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan mobilitas, pengurangan kemacetan, dan pengembangan sistem transit perkotaan. Situs wikipedia mencatat bahwa pembangunan MRT  Jakarta sudah dimulai sejak tanggal 10 Oktober 2013. Jalur MRT  Jakarta rencananya akan membentang kurang lebih ±110.8 km, yang terdiri dari Koridor Selatan – Utara (Koridor Lebak Bulus - Kampung Bandan) sepanjang ±23.8 km dan Koridor Timur – Barat  sepanjang ±87 km.
Photo by beritadaerah.co.id
Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, hadirnya MRT Jakarta boleh dibilang terlambat. LRT (Light Rail Transit)  Manila sudah hadir di Filipina sejak tahun 1984. Kemudian disusul Singapura dengan MRT nya di tahun 1987, MRT Bangkok Thailand di tahun 2004 dan MRT Malaysia di tahun 2016. 

Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Sebagai ibukota Negara harus bisa menjaga agar detak jantungnya terus berdenyut. Hadirnya MRT Jakarta yang akan mulai beroperasi pada 2019 nanti diharapkan mampu mengubah Jakarta. MRTJakarta yang mampu menarik hati para pengendara kendaraan pribadi untuk beralih ke moda transportasi publik yang baru ini. MRT Jakarta yang mampu mengubah wajah Jakarta yang sering macet menjadi wajah Jakarta yang cerah ceria karena kelancaran lalu lintasnya.

Dengan semangat HUT RI ke 72 dengan slogannya KERJA BERSAMA, ayo bersiap diri untuk bersama-sama menggunakan layanan MRT Jakarta di tahun 2019 untuk #UbahJakarta menjadi lebih baik. #UbahJakarta menjadi lebih sehat karena berkurangnya asap kendaraan pribadi di jalanan ibukota.

Ingat ibukota, ingat MRT Jakarta! 



Sunday, August 20, 2017

#MerantauKeQatar: BUJANGAN DI NEGERI ORANG

Jum'at pagi lalu, saya bersama rekan-rekan sesama bujangan beranjangsana ke rumah teman di Doha. Kami berkunjung ke rumah Pak Bangun. Beliau ini dulunya adalah Pak RT nya Dukhan. Kampung dimana kami tinggal sekarang. 

Eiitss...Bujangan? Memang belum punya istri dan anak? Nggak juga sih!

Saya dan rekan-rekan memang bujangan, tapi bukan bujangan yang sesungguhnya. Sejak 2008 lalu, Saya memutuskan untuk membujang di negeri orang. Namun kenyataannya saya sudah beristri dan mempunyai anak. Begitu juga dengan rekan-rekan saya. Mereka memilih untuk berpisah hidup dengan keluarga untuk beberapa bulan.
Photo by Cak Anton

Bujangan lokal, begitu kami biasa disebut. Dalam istilah bahasa inggrisnya, Bachelor Married. Kami mempunyai jatah cuti ke tanah air sebanyak dua kali dalam setahun. Bahkan ada diantara kami yang bisa pulang lebih dari dua kali, ada yang tiga kali, bahkan empat kali. Perusahaan hanya menanggung dua kali tiket pulang pergi. Sementara sisanya, ya ditanggung sendiri. 

Membujang di negeri orang, merupakan sebuah pilihan. Pilihan untuk menjalani LDR (Long Distance Relationships). Hubungan jarak jauh. Hari-hari yang kami lalui sebagai bujangan lokal sungguh tak mudah. Sebagai seorang laki-laki, saya adalah suami dari seorang istri, dan ayah bagi anak-anak. Seorang ayah mempunyai tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Yang di pundaknya ada nafkah untuk keluarga, membimbing istri, mendidik anak-anak, dan menjaga hubungan baik dengan keluarga yang lain. 

LDR bagi sebagian pasangan menjadi sesuatu yang sangat berat dan tidak mungkin dijalani. Berjauhan jarak bukanlah sesuatu yang mudah. Ketika kondisinya baik-baik saja, it's OK. Namun menjadi istimewa ketika muncul kondisi-kondisi khusus, seperti anak sakit, istri tidak enak badan, orangtua masuk rumah sakit, kompor rusak, lampu mati, motor mogok, genteng bocor, undangan walimah, mengambil raport anak, takziyah saudara atau tetangga yang meninggal, dan bermacam dinamika kehidupan yang seharusnya bisa diringankan dengan hadirnya suami di rumah.

Video call menjadi komunikasi favorit bagi para bachelor married di luar negeri. Setiap pulang kerja menjadi momen yang pas untuk berkomunikasi dengan istri dan anak-anak. Saling mencurahkan isi hati. Mengkisahkan bermacam kegiatan yang sudah dijalani seharian. Entah itu yang menyenangkan, membuat tertawa atau yang membuat dahi harus berkerut. 

Rasanya lega ketika bisa mendengarkan istri dan anak-anak berkisah. Yang menjadikan hati lebih bersabar adalah ketika waktunya menelpon tiba, yang di tanah air sedang sibuk dengan kegiatan lain atau bahkan sudah lelap tertidur karena lelah seharian. Tak hanya itu, mereka yang di tanah air terkadang menjadi kecewa ketika mereka menelpon sementara yang di Qatar masih jam tidur atau masih sibuk menjalani kesibukan di tempat kerja. 

Hadirnya era digital menjadikan yang jauh jadi sangat dekat. Boleh dikatakan, setiap detik kita bisa mengupdate apa yang terjadi pada diri kita. Coba bayangkan ketika belum ada era digital. Yang ada hanya surat menyurat. Kabarnya ditulis sekarang, baru sampai satu bulan kemudian. Bahkan mungkin bisa lebih dari itu. 

Tak semua bachelor married mempunyai nasib seperti saya dan rekan-rekan saya. Banyak diantara mereka yang harus rela pulang setahun sekali. Ada juga yang sekali tiap dua tahun. Mereka-mereka ini adalah yang bekerja di perusahaan sub kontraktor, dengan posisi kerja junior staff ke bawah. Misalnya mereka yang bekerja di sektor konstruksi jalan, konstruksi bangunan, cleaning services, gardening, perhotelan, supermarket, dan lainnya. Mereka harus rela menunggu waktu yang lama untuk mendapatkan kesempatan pulang kampung dan berkumpul bersama keluarga. Disisi lain, mereka harus rela tidak dibayar selama menjalani masa cuti (Leave without pay). Tapi ya tidak semua perusahaan sub kontraktor seperti itu, untuk posisi senior staff, supervisor level, tentu mendapatkan jatah cuti yang berbeda. 

Saya dan rekan-rekan saya saat ini bekerja di perusahaan migas, Alhamdulillah mendapatkan kesempatan cuti selama 24 hari kerja setiap tahunnya. Setiap kelipatan 5 hari kerja akan mendapatkan tambahan 2 hari libur. Belum lagi ada tambahan cuti idul fitri selama 5 hari, idul adha 5 hari, national sport day 1 hari dan national day 1 hari. Maka jika ditotal menjadi 45-50 hari.

Walaupun harus menjalani masa-masa membujang di negeri orang, tapi saya tidak merasa sendiri. Banyak rekan-rekan senasib. Tak hanya rekan sebangsa, namun rekan-rekan dari bangsa lain juga banyak yang memilih membujang. 

Saya tinggal di sebuah gedung mirip apartemen. Satu gedung terdiri dari tiga lantai. Lantai satu berisi 6 unit, lantai 2 dan 3 berisi masing-masing 7 unit. Maka dalam satu apartemen, jika diisi penuh akan mampu menampung 20 orang. Masing-masing unit berisi, 1 kamar tidur, 1 kamar tamu,1 kamar mandi dan 1 dapur. Masing-masing kamar terdapat AC Split. Air dan listrik tak perlu membayar tagihan. Semua ditanggung perusahaan. Terima kasih yaa Allah atas nikmat yang kami terima ini. Semoga Engkau jadikan kami hamba-hamba yang senantiasa bersyukur dan tunduk atas segala perintahMu. 

Di gedung yang saya tempati, ada 10 diantaranya adalah orang Indonesia. 1 orang Filipina dan 1 orang India. 7 orang Indonesia diantaranya sering kumpul bareng. Bersama 2 orang Indonesia dari gedung lain. Setiap malam sehabis maghrib, kami berkumpul bersama di kamar tamu seorang rekan yang tinggal di lantai satu. Ibarat kata, kamar ini menjadi markas bagi Bachelor Groups. Ada diantara kami yang memang pintar memasak. Sebut saja, Chef Agus, Chef Wisnu dan Chef Kamim. Merekalah yang bergiliran memasak. Kalau saya, Om Ria Budi, Cak Anton, dan Pakde Mahmudi, menjadi team support saja. Entah itu nggoreng krupuk, nggoreng bakwan, membuat sambal, nyiapin lalapan, atau nyiapin teh tubruk yang rasanya manis sedang.

Masing-masing mempunyai sumbangsih. Sedikit-sedikit ketika dikumpulkan maka menjadi satu menu makan malam yang sederhana namun terasa istimewa. Rasanya khas Indonesia, dicampur dengan obrolan-obrolan terkini seputar tanah air dan perantauan. 

Jadi, yang hidup membujang di negeri orang, tak perlu risau. Semua pasti ada suka dukanya. Nikmati masa-masa indahnya dan bersabarlah ketika sedang menghadapi masa-masa nggak enak. Yakinlah bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang sabar.

Ditulis di Qatar, 20 Agustus 2017