Jum'at
pagi lalu, saya bersama rekan-rekan sesama bujangan beranjangsana ke rumah
teman di Doha. Kami berkunjung ke rumah Pak Bangun. Beliau ini dulunya adalah Pak RT nya Dukhan. Kampung dimana kami tinggal sekarang.
Eiitss...Bujangan? Memang belum punya istri dan anak? Nggak juga sih!
Eiitss...Bujangan? Memang belum punya istri dan anak? Nggak juga sih!
Saya dan rekan-rekan memang bujangan, tapi bukan bujangan yang
sesungguhnya. Sejak 2008 lalu, Saya memutuskan untuk membujang di negeri orang.
Namun kenyataannya saya sudah beristri dan mempunyai anak. Begitu juga dengan
rekan-rekan saya. Mereka memilih untuk berpisah hidup dengan keluarga untuk
beberapa bulan.
Photo by Cak Anton |
Bujangan
lokal, begitu kami biasa disebut. Dalam istilah bahasa inggrisnya, Bachelor
Married. Kami mempunyai jatah cuti ke tanah air sebanyak dua kali dalam
setahun. Bahkan ada diantara kami yang bisa pulang lebih dari dua kali, ada
yang tiga kali, bahkan empat kali. Perusahaan hanya menanggung dua kali tiket
pulang pergi. Sementara sisanya, ya ditanggung sendiri.
Membujang
di negeri orang, merupakan sebuah pilihan. Pilihan untuk menjalani LDR (Long
Distance Relationships). Hubungan jarak jauh. Hari-hari yang kami lalui sebagai
bujangan lokal sungguh tak mudah. Sebagai seorang laki-laki, saya adalah suami
dari seorang istri, dan ayah bagi anak-anak. Seorang ayah mempunyai tanggung
jawab sebagai kepala keluarga. Yang di pundaknya ada nafkah untuk keluarga,
membimbing istri, mendidik anak-anak, dan menjaga hubungan baik dengan keluarga
yang lain.
LDR
bagi sebagian pasangan menjadi sesuatu yang sangat berat dan tidak mungkin
dijalani. Berjauhan jarak bukanlah sesuatu yang mudah. Ketika kondisinya
baik-baik saja, it's OK. Namun menjadi istimewa ketika muncul kondisi-kondisi
khusus, seperti anak sakit, istri tidak enak badan, orangtua masuk rumah sakit,
kompor rusak, lampu mati, motor mogok, genteng bocor, undangan walimah,
mengambil raport anak, takziyah saudara atau tetangga yang meninggal, dan
bermacam dinamika kehidupan yang seharusnya bisa diringankan dengan hadirnya
suami di rumah.
Video
call menjadi komunikasi favorit bagi para bachelor married di luar negeri.
Setiap pulang kerja menjadi momen yang pas untuk berkomunikasi dengan istri dan
anak-anak. Saling mencurahkan isi hati. Mengkisahkan bermacam kegiatan yang
sudah dijalani seharian. Entah itu yang menyenangkan, membuat tertawa atau yang
membuat dahi harus berkerut.
Rasanya
lega ketika bisa mendengarkan istri dan anak-anak berkisah. Yang menjadikan
hati lebih bersabar adalah ketika waktunya menelpon tiba, yang di tanah air
sedang sibuk dengan kegiatan lain atau bahkan sudah lelap tertidur karena lelah
seharian. Tak hanya itu, mereka yang di tanah air terkadang menjadi kecewa
ketika mereka menelpon sementara yang di Qatar masih jam tidur atau masih sibuk
menjalani kesibukan di tempat kerja.
Hadirnya
era digital menjadikan yang jauh jadi sangat dekat. Boleh dikatakan, setiap
detik kita bisa mengupdate apa yang terjadi pada diri kita. Coba bayangkan
ketika belum ada era digital. Yang ada hanya surat menyurat. Kabarnya ditulis
sekarang, baru sampai satu bulan kemudian. Bahkan mungkin bisa lebih dari
itu.
Tak
semua bachelor married mempunyai nasib seperti saya dan rekan-rekan saya.
Banyak diantara mereka yang harus rela pulang setahun sekali. Ada juga yang
sekali tiap dua tahun. Mereka-mereka ini adalah yang bekerja di perusahaan sub
kontraktor, dengan posisi kerja junior staff ke bawah. Misalnya mereka yang
bekerja di sektor konstruksi jalan, konstruksi bangunan, cleaning services,
gardening, perhotelan, supermarket, dan lainnya. Mereka harus rela menunggu
waktu yang lama untuk mendapatkan kesempatan pulang kampung dan berkumpul
bersama keluarga. Disisi lain, mereka harus rela tidak dibayar selama menjalani
masa cuti (Leave without pay). Tapi ya tidak semua perusahaan sub kontraktor
seperti itu, untuk posisi senior staff, supervisor level, tentu mendapatkan
jatah cuti yang berbeda.
Saya
dan rekan-rekan saya saat ini bekerja di perusahaan migas, Alhamdulillah
mendapatkan kesempatan cuti selama 24 hari kerja setiap tahunnya. Setiap
kelipatan 5 hari kerja akan mendapatkan tambahan 2 hari libur. Belum lagi ada
tambahan cuti idul fitri selama 5 hari, idul adha 5 hari, national sport day 1
hari dan national day 1 hari. Maka jika ditotal menjadi 45-50 hari.
Walaupun
harus menjalani masa-masa membujang di negeri orang, tapi saya tidak merasa
sendiri. Banyak rekan-rekan senasib. Tak hanya rekan sebangsa, namun
rekan-rekan dari bangsa lain juga banyak yang memilih membujang.
Saya
tinggal di sebuah gedung mirip apartemen. Satu gedung terdiri dari tiga lantai.
Lantai satu berisi 6 unit, lantai 2 dan 3 berisi masing-masing 7 unit. Maka
dalam satu apartemen, jika diisi penuh akan mampu menampung 20 orang.
Masing-masing unit berisi, 1 kamar tidur, 1 kamar tamu,1 kamar mandi dan 1
dapur. Masing-masing kamar terdapat AC Split. Air dan listrik tak perlu
membayar tagihan. Semua ditanggung perusahaan. Terima kasih yaa Allah atas
nikmat yang kami terima ini. Semoga Engkau jadikan kami hamba-hamba yang
senantiasa bersyukur dan tunduk atas segala perintahMu.
Di
gedung yang saya tempati, ada 10 diantaranya adalah orang Indonesia. 1 orang
Filipina dan 1 orang India. 7 orang Indonesia diantaranya sering kumpul bareng.
Bersama 2 orang Indonesia dari gedung lain. Setiap malam sehabis maghrib, kami
berkumpul bersama di kamar tamu seorang rekan yang tinggal di lantai satu.
Ibarat kata, kamar ini menjadi markas bagi Bachelor Groups. Ada diantara kami
yang memang pintar memasak. Sebut saja, Chef Agus, Chef Wisnu dan Chef Kamim.
Merekalah yang bergiliran memasak. Kalau saya, Om Ria Budi, Cak Anton, dan
Pakde Mahmudi, menjadi team support saja. Entah itu nggoreng krupuk, nggoreng
bakwan, membuat sambal, nyiapin lalapan, atau nyiapin teh tubruk yang rasanya
manis sedang.
Masing-masing
mempunyai sumbangsih. Sedikit-sedikit ketika dikumpulkan maka menjadi satu menu
makan malam yang sederhana namun terasa istimewa. Rasanya khas Indonesia,
dicampur dengan obrolan-obrolan terkini seputar tanah air dan perantauan.
Jadi,
yang hidup membujang di negeri orang, tak perlu risau. Semua pasti ada suka
dukanya. Nikmati masa-masa indahnya dan bersabarlah ketika sedang menghadapi
masa-masa nggak enak. Yakinlah bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang
sabar.
Ditulis
di Qatar, 20 Agustus 2017
No comments:
Post a Comment