Showing posts with label #TuesdayWritingChallenge2016 #TWC2016. Show all posts
Showing posts with label #TuesdayWritingChallenge2016 #TWC2016. Show all posts

Tuesday, February 02, 2016

#TWC2016 MENGENAL KARAKTER NUSANTARA DI LUAR NEGERI


Hampir 8 tahun Saya menjalani hidup sebagai pekerja migran. Teman-teman di Hongkong menyebutnya Buruh Migran. Dalam bahasa nasional dikenal dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Kemudian dalam bahasa Yunani kuno dikenal dengan istilah Diaspora Indonesia, artinya orang-orang Indonesia yang tinggal di sebuah negara di luar Indonesia. 

Sejak diadakannya Kongres Diaspora Indonesia pertama kali di Los Angeles tahun 2012 lalu, istilah Diaspora Indonesia kian dikenal oleh para TKI. Bahkan Bapak Deddy Saiful Hadi (Dubes RI LBBP Doha, Qatar periode Januari 2012-Januari 2016) sangat menyukai istilah ini. Dalam berbagai kesempatan menghadiri acara dengan warga masyarakat Indonesia di Qatar, beliau sering sekali menggunakan istilah Diaspora Indonesia (beliau menyingkatnya dengan istilah DiasIndo).

Indonesia dikenal dengan istilah Nusantaranya. Negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribuan pulau. Data Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2004 yang dikutip Wikipedia menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 17.504 pulau. 7.870 di antaranya telah mempunyai nama, sedangkan 9.634 belum memiliki nama. Dari sekian banyaknya pulau-pulau di Indonesia, yang berpenghuni hanya sekitar 6.000 pulau.

Indonesia memang kaya. Kaya sumber daya alamnya, kaya suku bangsanya, kaya adat istiadatnya dan bermacam kekayaan Indonesia lainnya. Negara muslim terbesar di dunia namun tetap hidup damai dengan segala keberagamannya. 

Sebagai seorang TKI, senang rasanya ketika bisa berjumpa dengan saudara sebangsa di perantauan. Bukan hanya ketemu dengan saudara satu daerah saja. Ketemu dengan saudara sebangsa dari daerah atau propinsi lainpun sangat senang. Satu bangsa satu nusantara walau berbeda suku dan bahasa, namun kami tetap satu Indonesia dengan bahasa persatuan bahasa Indonesia. Berbeda dengan pekerja dari India, walaupun satu bangsa, seringkali kita temui mereka tidak menggunakan bahasa hindi sebagai bahasa pemersatu. Sesama India, mereka malah menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar dalam berkomunikasi. Bukan salah orang Indianya, maklum lah mereka lebih menonjolkan 'state' atau daerahnya masing-masing. Sehingga bahasa hindi tidak menjadi kewajiban sebagai bahasa nasional di negara India. 

Menurut data dari Qatar’s Ministry of Development Planning and Statistics di laman BQ Magazine per tanggal 30 November 2014 terdapat 2,269,672 (tidak termasuk orang-orang yang memiliki Residence Permit dan berada di luar Qatar waktu itu). Penduduk Qatar berjumlah 278.000 orang. Sementara untuk penduduk expatriat terbanyak diduduki India dengan jumlah 545.000 orang, disusul Nepal dengan jumlah 400.000 orang. Indonesia menempati urutan ke 11 dari 63 kebangsaan yang berada di Qatar, dengan jumlah warga sekitar 39.000 orang.


Populasi Indonesia memang tak sebanyak dengan populasi expatriat dari India dan Nepal, namun keberadaan WNI di Qatar telah mewarnai keberagaman suku dan budaya di Qatar. 

Nusantara, dari Sabang hingga Merauke. Beragam suku, bahasa dan budaya. Beragam pula karakter manusianya. Untuk bisa mengarungi Indonesia yang sebegitu luasnya, perlu merogoh kocek yang tak sedikit dan waktu yang tak sebentar. Alhamdulillah, semenjak menjadi TKI di Qatar saya sudah menjumpai beraneka macam orang Indonesia dari pulau-pulau besar Indonesia. Saudara-saudara kami di Qatar, ada yang berasal dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok hingga Papua. Lengkap sudah rasa Indonesia. 

Dukhan, 2 Februari 2016
#WinterSeason
#15degreescelcius




Tuesday, January 05, 2016

#TWC2016 PETUALANGAN BERMULA DARI SEMARANG

RS Kariadi 2001 (Photo credit by Wikimapia)

Serasa baru kemarin menuliskan sebuah mimpi bisa menulis kisah perjalanan hidup saya dengan hashtag #TuesdayWritingChallenge2016, yang kemudian saya singkat menjadi #TWC2016. Waktu berjalan begitu cepat. Hadirnya media maya memang punya andil besar dalam 'mempercepat' bergulirnya waktu.

Selasa kali ini saya akan menceritakan tentang awal mula petualangan hidup sebagai praktisi prehospital. Sepuluh bulan pelatihan di Balai Diklat RSUP Kariadi sudah berakhir. Ada tiga kelas yang ikut program. Masing-masing kelas ada sekitar 40 orang, jadi totalnya 120.

Dari awal masa pelatihan kami yang datang dari berbagai penjuru Jawa Tengah sudah diberikan motivasi luar biasa bahwa pada masa atau di akhir masa pelatihan nanti akan ada seleksi perawat untuk diberangkatkan ke Luar Negeri. Pelatihan dibawah tanggung jawab Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah ini punya judul -Sertifikasi Perawat Profesional untuk ke Luar Negeri-. 

Membaca judulnya, saya dan rekan saya, Ria Budi sampai terkesima. Kami berdua yang masih bekerja sebagai karyawan honor di Rumah Sakit milik pemerintah Purbalingga pun bimbang. Kami dihadapkan pada dua pilihan, antara melanjutkan kerja sebagai tenaga Non-PNS atau memilih mengikuti pelatihan di Semarang. 

Singkat cerita, setelah mengikuti seleksi di Poltekkese Kemenkes Semarang, kami berdua yang lulusan Diploma Tiga Keperawatan kelas akselerasi lulus seleksi. Kami mampu lulus dan bergabung dengan anak-anak fresh graduate dari berbagai kampus di Jawa Tengah. Bahkan kompetitor masa seleksi masuk yang notabene dari kampus negeri pun tidak bisa bergabung dengan pelatihan karena mereka tidak lulus ujian masuk.

Pelatihan berjalan selama 10 bulan. Di masa tiga bulan pertama kami tinggal di Asrama Diklat (yang saat ini sudah dibangun menjadi Paviliun Garuda RSUP Kariadi). Tinggal di sebuah bangunan yang sudah berumur. Anak-anak laki-laki tinggal dilantai bawah, sementara anak-anak perempuan tinggal di lantai atas. 

Di waktu pagi, anak-anak 'dipekerjakan' di berbagai ruangan di RSUP Kariadi. Kami bukanlah praktikan mahasiswa karena kami tidak lagi sekolah. Kami sudah lulus kuliah. Walaupun kerja di ruangan, namun status kami pun tidak begitu jelas. Kami karyawan bukan, mahasiswa juga bukan. Karyawan RSUP Kariadi menyebut kami dengan panggilan -Adik sertifikasi-. Terdengar aneh memang, tapi itulah lakon kami waktu itu.

Dari satu ruang ke ruang lainnya. Mengenal berbagai macam karakter karywan, ruangan dan pasien.Banyak pengalaman hidup yang saya dapat. Karena pengalaman hidup itu tak melulu yang enak-enak saja. Terkadang kita dihadapkan pada kondisi-kondisi yang tidak sesuai dengan keinginan hati. 

Di sore harinya, para pengajar dari kampus Poltekkes, Dinkes Propinsi atau Karyawan RSUP Kariadi yang ditunjuk datang mendidik dan melatih. Berbagai macam topik yang diajarkan. 

Tiga dosen yang masih kami ingat adalah Pak Jayadi, Pak Budiana dan Ibu Meidiana.  

Pak Jayadi adalah mantan perawat yang bekerja di Luar Negeri. Beliau sudah banyak menimba pengalaman di luar negeri. Namun yang berbeda waktu itu adalah beliau tak lagi menjadi seorang perawat, melainkan beliau bekerja sebagai tenaga keuangan di RS. Tapi tak perlu ragu dengan kapabilitasnya dalam berbagi pengalaman. 

Topik andalan beliau adalah tentang English Nursing. Beliau mengajarkan tentang rutinitas perawat ketika bekerja di luar negeri. Ada istilah Kardek dan Shift endorsement. Itu dua istilah yang masih saya ingat. Beliau memberi contoh tentang cara-cara penulisan laporan atau operan shift dengan bahasa inggris. 

Dosen kedua yang masih menempel di kepala saya adalah Ibu Meidiana. Beliau waktu itu menjadi dosen di Poltekkes Semarang. Saya tidak ingat banget topik yang beliau ajarkan, namun saya ingat sekali dengan beliau. Saat ini beliau menjadi salah satu dosen Fakultas Keperawatan di Universitas Diponegoro. 

Dosen ketiga yang tak pernah saya lupa namanya adalah Mr. Budiana. Seorang guru bahasa inggris dari sebuah Universitas Swasta di Semarang. Beliau sudah berumur kala itu. Semoga beliau masih sehat. Gaya mengajar yang sangat enak diterima. Satu yang masih membekas di benak saya adalah ketika kami diajak belajar di laboratorium bahasa. 

Sebelum pelajaran dimulai, beliau membagi kertas yang sudah ada bait-bait lagu berbahasa inggris. Ada sebagian teks yang memang sengaja dikosongkan. Beliaupun memberikan arahan, bahwa hari itu kami diajak mendengarkan musik berbahasa inggris bersama-sama. Sangat rileks. Pak Budiana meminta kami para siswa untuk mengisi kolom-kolom kalimat yang masih kosong. More Than Words, inilah salah satu lagu yang dinyanyikan oleh West Life dan menjadi lagu yang diputar Pak Budiana untuk kami dengarkan. It was a great lesson for us! Thanks Mr. Budiana.

Tiga bulan perdana berlalu, 7 bulan sisanya kami harus mencari kost-kostan sendiri. Kami pun beramai-ramai mencari kost-kost an. Masuk ke gang-gang sempit di seputaran Kali Sari. Kamar sempit bukan menjadi masalah bagi kami. Yang terpenting adalah bisa beristirahat dan harga terjangkau. Maklum lah sudah tidak bekerja lagi dan tidak memiliki gaji.

Kita sambung minggu depan ya....sampai jumpa di Kali Sari lagi :)

Dukhan, 5 Januari 2016



Friday, January 01, 2016

#TWC2016 MY DREAM THIS YEAR


I Have a Dream

Qatar | Tak terasa sudah 7 tahun saya bekerja dan hidup di Qatar. Banyak kisah. Banyak cerita. Walau tak semuanya bisa dituangkan ke dalam sebuah tulisan.

Memasuki hari pertama di tahun 2016, Saya mempunyai sebuah impian untuk bisa menuliskan pengalaman hidup ini. Pengalaman menjadi seorang perantau. Khususnya sebagai seorang perawat di bidang industri.

Kisah hidup yang mulai saya tapaki di akhir tahun 2002. Kehidupan paska paska 10 bulan mengikuti pendidikan dan pelatihan sertifikasi perawat profesional di Kota Semarang. Pelatihan yang seharusnya mewujudkan impian saya untuk bisa bekerja ke luar negeri. Namun apa mau dikata, ternyata impian saya bisa bekerja ke luar negeri tak bisa terwujud di akhir masa pelatihan itu.

Namun dari situlah kisah perantauan saya bermula. Tak tau apa kisahnya jikalau di tahun 2001 saya tidak memutuskan berhenti bekerja sebagai tenaga honorer di sebuah rumah sakit pemerintah di Kota Purbalingga.

Itulah tulisan takdir barangkali. Hanya Allah lah yang Maha Tahu segalanya. Manusia hanya sebatas berusaha sebaik-baiknya agar takdir itu bisa menjadi takdir yang baik. Di dunia dan di akhirat.

Sore hari di pertengahan musim dingin 2015-2016 ini menjadi saksi akan mimpi saya bisa menuliskan kisah-kisah perjalanan dari Kota Semarang hingga Kota Doha.

Untuk menjadi jadwal menulis yang teratur, saya menargetkan menulis di setiap hari selasa. Hari dimana saya dulu dilahirkan dari rahim seorang ibu yang saya sayangi dan hormati. Maka saya namai impian saya dengan hashtag #TuesdayWritingChallenge2016.

Semoga Allah SWT meridhoi impian saya ini. Semoga tulisan-tulisan saya nantinya bisa memberikan manfaat bagi sebanyak-banyak umat manusia. Semoga juga bisa diterbitkan menjadi sebuah buku di kemudian hari. Aaamiin.

Dukhan, 01 Januari 2016 jam 16:52

#TWC2016