Wednesday, July 23, 2014

Ramadan di Qatar, Saatnya Ketemu Ulama Besar dari Indonesia


14051369011798165754

Foto by Kamim Tohari
Doha - Qatar | Memasuki bulan Juni, Juli dan Agustus menjadi bulan-bulan yang sangat panas di kawasan Timur Tengah, tak terkecuali Qatar. Di pertengahan Juli, suhu udara terendah berkisar 30-31 derajat dan suhu maksimum berkisar 44-45 derajat celcius.
Ketika musim panas tiba, waktu malam memendek dan waktu siang menjadi lebih panjang. Ini berimbas pada kaum muslim yang sedang melaksanakan puasa Ramadan tahun ini. Waktu puasa menjadi lebih panjang dari biasanya.

Kumandang azan subuh sekitar jam 03.20 an dan kumandang azan maghrib sekitar jam 18.30 an. Jika di Indonesia, kisaran puasa Ramadan hanya 12 jam, maka di Qatar menjadi 15 jam, bahkan lebih. Tentu ini masih jauh lebih ringan disbanding puasanya kaum muslim yang bermukim di kutub utara. Mereka bisa puasa hingga 20-21 jam.

Tahun ini menjadi tahun ke tujuh bagi saya dalam menikmati ibadah Ramadan di Qatar. Seperti tahun-tahun sebelumnya, IMSQA (Indonesian Moslem Society in Qatar) dengan ijin dari Awqaf (Kementrian Agama di Qatar) menghadirkan ulama-ulama (ustadz) dari Indonesia. Dalam sebulan ramadan, didatangkan dua ustad untuk mengisi kegiatan safari Ramadan dari satu kota ke kota lainnya. Banyak dari mereka adalah ulama-ulama terkenal.
1405137226775477880
Foto by Wisnuendro
Alhamdulillah, hingga hari ini kami (para TKI) sudah bisa ketemu dan mengaji dengan beberapa ulama besar Indonesia, diantaranya Ustad Didin hafidudin (Ketua Badan Amil Zakat Nasional), Ustad Shamsi Ali (Imam Besar Masjid New York), Ustad Syuhada Bahri (Ketua Dewan Dakwah Indonesia), Ustad Yusuf Mansur (Pendiri Daarul Qur’an), Ustad Ahmad Sarwat (Pengelola Rumah Fiqih Indonesia), Ustad Fadlan Gharamatan (Pejuang dakwah islam di Papua), Pak Umay M. Dja’far Shiddieq (Pendiri Yayasan Darul ‘Amal), Aa Gym (Pendiri Daarut Tauhid) dan puluhan ulama lainnya. Sungguh sebuah kehormatan dan kebahagiaan bagi kami sebagai TKI bisa bertatap muka dan menimba ilmu secara langsung dari mereka.

Bayangkan saja, jika di Indonesia paling mentok bisa nonton di TV. Sementara disini, kami bisa mengaji, tanya jawab, bahkan sempat juga foto bersama. Dekat dan begitu dekat. Boleh dibilang, kapan lagi bisa ketemu ulama-ulama besar Indonesia.
14051371052020931803
Foto by Wisnuendro
Saya dan sekitar 370-an warga Indonesia lainnya bermukim di kawasan perumahan milik perusahaan pemerintah di Qatar. Dukhan, itu nama kotanya. Jaraknya sekitar 100 KM dari ibukota Negara Qatar, Doha.

Tiap Ramadan tiba, dua kali safari Ramadan kami selenggarakan. Inilah saat yang kami nanti-nanti. Saat bisa berbuka bersama menikmati menu ala Indonesia. Saat bisa bersilaturahmi dalam kedekatan dengan warga Negara Indonesia yang berasal dari berbagai propinsi di Indonesia ini.

Ada yang dari Jawa, Sumatra, Kalimantan bahkan Sulawesi. Betapa indahnya kebersamaan itu!

Jam 5 sore waktu setempat, ustad yang kami nanti sudah tiba. Beliau adalah Imam Besar Masjid Istiqlal, Ustad Ali Musthafa Ya’qub. Sebuah kesempatan langka bisa ketemu langsung seorang pakar hadits.

Tepat jam 5.30 sore, acara ngaji segera dimulai. Sambil menanti waktu berbuka satu jam lagi, ustad Ali Musthafa Ya’qub mulai memberikan tausiyahnya.

Pesan penting Ustad Ali Musthafa Ya’qub yang bisa saya simpulkan adalah banyak dari kita yang menjadikan Ramadan sekedar rutinitas tahunan saja. Sebelum Ramadan biasa korupsi, begitu Ramadan tiba korupsinya berhenti. Tetapi begitu Ramadan berlalu, korupsinya dimulai kembali tanpa merasa berdosa sedikitpun. Begitulah Ustad Ali mencontohkan.

Tahunan sudah kita berpuasa, tapi banyak dari kita yang menjadikan Ramadan berlalu begitu saja tanpa adanya perubahan perilaku. Padahal tujuan utama Ramadan adalah menjadikan umat yang bertakwa. Umat yang takut akan larangan Allah dan taat akan perintahNya.
1405137177858741457
Foto by Wisnuendro
Disisi lain, beliau mengajak jamaah untuk menginfakkan sebagian hartanya untuk membantu saudara-saudara kita di Palestina. Karena disaat yang bersamaan, mereka di jalur Gaza tak bisa menikmati suasana berbuka puasa yang aman dan nyaman. Tidak hanya itu, ketika waktu sahur tiba, mereka juga harus menghadapi resiko kematian dari serangan tentara zionis.

Tidak hanya kebersamaan diantara warga yang kami rasakan malam ini, tetapi kami bisa berbagi melalui bantuan kemanusiaan Gaza. Walau tak banyak yang bisa kami kumpulkan, semoga bisa mengurangi beban penderitaan mereka disana.

Dukhan, 12 Juli 2014
Sugeng Bralink (riyadi.sugeng@gmail.com)

Sumber artikel: Kompasiana

Catatan Kecil Pilpres 2014 dari Qatar

Doha - Qatar | Hajatan pilpres 4 Juli 2014 di seluruh wilayah Qatar berjalan aman dan damai. Terdapat 9 TPSLN di Qatar. Lokasinya tersebar di beberapa kota, Doha, Messaied, Al Khor hingga Dukhan.

Alhamdulillah, kita (bangsa Indonesia) telah difasilitasi oleh negara ini untuk melakukan pesta demokrasi. Sebuah pesta yang mungkin bukan hal biasa terjadi di negara monarki.
Tahun ini menjadi tahun yang penuh pengalaman bagi saya. Sebuah pengalaman mengemban tugas negara, menjadi anggota KPPSLN.
14045702332105151357
dok.pribadi
Sejak pagi jam 09.00 waktu Qatar, bahkan sebelum TPS dibuka, sudah ada dua orang polisi di dalam kendaraan Land Cruiser bersiaga, tepat di depan gedung yang didalamnya ada TPSLN 9 Dukhan.
Selama pilpres berjalan dari jam 09 pagi sampai jam 10 malam, 2 polisi rutin berjaga di depan TPS. Sesekali bapak-bapak polisi ini memasuki TPS menanyakan proses yang sedang berjalan dan mengamati proses pilpres.
Bagi saya pribadi dalam kapasitas sebagai seorang TKI dan warga bangsa Indonesia, merasa sangat tersanjung dengan diijinkannya pesta demokrasi pemilihan presiden di negeri ini. Apalagi diijinkan dengan dibukanya TPSLN di berbagai wilayah. Tentu bukan hal yang mudah bagi negeri ini untuk memberikan ijin sekelas pesta politik, ditengah munculnya bermacam konflik politik yang terjadi akhir-akhir ini di kawasan Timur Tengah.
Ini merupakan sebuah bentuk penghormatan besar negara ini kepada bangsa Indonesia tercinta.
Setelah 10 jam TPSLN buka dari jam 9 pagi yang diselingi istirahat sholat jum’at, sholat maghrib dan buka puasa, akhirnya TPSLN tutup jam 10 malam.
Semua berjalan lancar. Raut gembira dan salut nampak dari wajah bapak-bapak polisi di Qatar, atas penyelenggaraan pemilu yang super aman hari ini.
Jam 23.35 semua laporan TPSLN akhirnya tuntas juga. Amplop-amplop besar berisi dokumen pelaporan pun sudah lengkap ditandatangani ketua dan anggota KPPSLN. Surat suara yang berada dalam kotak suara pun disegel dan ditandatangani oleh para saksi dari kedua capres cawapres.
14045707921097863552
kppsln doha
Walau waktu sudah larut malam, dua petugas KPPSLN dan dua orang saksi mengantarkan kotak suara itu ke KBRI Doha. Yang selanjutnya kotak suara itu disimpan di ruang terkunci dan diawasi CCTV 24 jam.
Kotak suara itu dikumpulkan dari berbagai wilayah di Qatar yang terjaga keamanannya, untuk menunggu penghitungan resmi pada 9 Juli 2014 bertempat di Hotel Holliday Villa, Doha.
Antusiasme warga masyarakat Indonesia dalam pilpres 2014 di Qatar juga luar biasa. Update terkini dari detikcom mengabarkan bahwa partisipasi warga Indonesia yang mengikuti pilpres 2014 melebihi partisipasi dalam pileg 3 bulan lalu. Jumlahnya dua kali lipat dari jumlah pemilih pileg.
1404570365742585914
dok.pribadi
Siapapun yang terpilih nantinya, saya dan kita harus yakin bahwa merekalah yang terbaik bagi bangsa Indonesia untuk 2014-2019. Aamiin.
Catatan kecil seoranng anggota KPPSLN yang masih terus belajar tentang hidup dan kehidupan.
»Dukhan, 5 Juli 2014
»riyadi.sugeng@gmail.com
Sumber artikel: Kompasiana

Sensasi Gowes di Qatari Desert!

Doha - Qatar | Memasuki pertengahan bulan Juni, suhu udara kian panas. Tak hanya sengatannya yang membakar kulit, kelembaban udaranya terkadang membikin badan lekas capai walau sebentar berjalan di luar rumah. Alhamdulillah, pagi ini cuaca sangat bersahabat. Angin bertiup sepoi, menghantarkan udara yang sangat segar di pagi hari dengan kisaran suhu udara 29-30 derajat celcius.

Sejak dua bulan lalu, saya dan dua teman lainnya memiliki hobi baru yaitu bersepeda. Ini bukan bersepeda ke kantor “Bike to Work” layaknya para karyawan yang tinggal di ibukota, tapi ini lebih sekedar menyalurkan hobi sambil berolahraga. Disisi lain kami bisa menikmati dari gersangnya padang pasir di Qatar.
14030859201404049324
Rehat sebentar di Zekreet Desert, Qatar
Minimum seminggu sekali sejak April 2014 lalu, kami selalu aktif menggowes. Dari jarak terpendek 5 KM hingga jarak terjauh yang pernah kami tempuh sepanjang 55 KM.

Cuaca pergantian musim di kawasan Timur Tengah perlu kita waspadai dan amati. Sebagai seorang biker atau pesepeda wajib hukumnya untuk mengetahui atau mengamati prakiraan cuaca. Karena apa? Hal ini menjadi sangat penting karena akan membantu membaca cuaca di saat kita akan melakukan aktivitas gowes menggowes. Jangan sampai ketika di tengah jalan, apalagi di tengah padang pasir dan dibawah sengatan mentari yang panas tiba-tiba datang serangan badai pasir.
1403086205481846450
Sensasi Ngonthel di Padang Pasir
Cuaca ekstrim yang sering terjadi di kawasan padang pasir sering disebut dengan Sand Storm atau badai pasir. Kondisi ini terjadi tatkala terjadi pergantian cuaca atau suhu udara. Dari panas ke dingin atau sebaliknya.

Gowes padang pasir, begitu kami menyebutnya. Sebuah hobi yang baru kami geluti setelah lebih dari 5 tahun bolak-balik Qatar dan Indonesia.

Banyak dari warga Indonesia di negara ini yang lebih menyenangi petualangan padang pasir dengan mengendarai kendaraan double gardan atau four wheel drive (4WD). Mereka menyebutnya Sand Dune, atau kerennya disebut dengan Nge’Dune.

Bagi penggemar petualangan padang pasir ini tentu mengeluarkan modal yang tidak sedikit. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kendaraan 4WD itu rata-rata mahal harganya. 
Disamping harga yang mahal, tentu lokasi yang ditempuhpun tak dekat jaraknya.

Saya yakini bahwa dalam setiap aspek kehidupan selalu ada cara untuk menikmatinya. Entah mau punya uang atau tidak, yang jelas tinggal bagaimana kita nya.

Bermodalkan beli sepeda second-hand akhir Maret lalu, akhirnya cita-cita lama untuk bisa menjelajah gersangnya gurun pasir terlaksana juga. Dengan mengajak minimum satu orang saja sebagai teman ngonthel, maka acara gowes padang pasir pun akhirnya terlaksana.

Sebagai bekal di tengah jalan, jangan lupa selalu membawa kartu identitas, alat komunikasi (handphone), lampu sepeda (sebagai tanda di jalan raya), air minum, pompa ban portable, dan uang secukupnya (kalau-kalau diperlukan untuk membeli sarapan setelah lapar bersepeda).

Periksa selalu kondisi ban sepeda sebelum berangkat. Pastikan bertekanan cukup dan kondisi ban masih bagus. Cek rem tangan apakah masih berfungsi dengan bagus. Berikan pelumas yang cukup pada rantai agar pijakan pedal nyaman selama di perjalanan.

Jika anda termasuk orang yang suka mengabadikan memori, jangan lupa membawa kamera. Kamera handphone, cukuplah. Eh kalau ada yang nanya “mana buktinya?”, tunjukkin aja foto-foto anda! Sederhana to!
1403086049810311743
Selfi dulu dengan background Sidra Tree
Gersangnya gurun bukanlah menjadi penghalang untuk bisa menikmati keindahan alam.
Di tengah petualangan padang pasir dengan mengayuh sepeda, sesekali kita temui tanaman SIDRA yang tumbuh di tengah luasnya gurun pasir. Tumbuhan ini hidup dan besar tanpa guyuran air hujan atau siraman air. Kita juga akan temui berbagai macam rerumputan yang tumbuh liar diantara pasir gurun yang terserak. Subhanallah, Maha Suci Allah dengan segala Ciptaan-Nya.

Tak terasa setelah 3 bulan bersepeda, kayuhan sepeda onthel ini hampir menembus jarak 500 KM.

Dalam hidup ini, pasti selalu ada cara untuk menikmati keindahan alam, dimanapun kita berada. Mau yang banyak hijaunya atau nggak ada hijaunya, selalu saja ada yang segar dipandang mata.

Sensasi gowes di Qatari Desert atau Padang Pasir Qatar memang luar biasa! Panas sengatannya, Gersang hamparan tanahnya namun penuh makna suasananya.
Tonton video dokumenternya disini:


Salam Gowes dari Qatar!

Dukhan, 18 Juni 2014

Sugeng Bralink
riyadi.sugeng@gmail.com

Sumber artikel: Kompasiana

Saturday, June 28, 2014

6 Tahun Yang Begitu Cepat!


Souq Waqif - Doha - Qatar 2009
Hari ini, 6 tahun yang lalu, menjadi hari bersejarah bagi saya. Saat dimana kedua kalinya kaki ini menapak di negeri Qatar. Demi memenuhi sebuah panggilan kerja untuk menggapai sebuah impian hidup. Sendiri, tanpa istri dan anak-anak. Keduanya saya tinggalkan di negeri tercinta, Indonesia. 

Tiga bulan sebelumnya, saya telah memenuhi undangan face to face interview di kota Doha. Cuaca waktu itu nyaris tak beda jauh dengan cuaca Indonesia. Kisaran suhu udara 29-32 derajat celcius di siang hari. Tapi beda dengan cuaca bulan Juni waktu itu, suhu udara sangatlah menyengat kulit.

Jam 05.30 pagi pesawat Qatar Airways mendarat sempurna di landasan pacu Doha International Airport. Tanda “dilarang merokok” dan “kencangkan sabuk pengaman” sudah dimatikan. Awak kabin pun dengan sigap mengumumkan kepada seluruh penumpang untuk meninggalkan pesawat, dan mengingatkan agar tak ada barang yang tertinggal di dalam kabin.

Ketika tubuh ini keluar dari kabin pesawat, suhu udara pagi itu layaknya suhu udara siang hari di Indonesia. “Wow! Pagi hari sudah panas begini”, pikir saya.

This is life, this is my choice and I will enjoy it!

Hidup memang pilihan. Mau memilih yang ini atau yang itu, itu terserah diri kita masing-masing.

Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Bahkan sesuatu yang akan terjadi di menit-menit kemudian saja, tak ada yang pernah tahu. Semuanya misteri ilahi. Manusia sekedar menjalani dan berusaha mendapatkan takdir terbaik dalam hidupnya.

Menjadi TKI, Siapa Takut!

Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri merupakan sebuah pilihan hidup. Tak banyak yang memilih menjadi TKI. Pepatah lama mengatakan “Daripada hujan emas di negeri orang lebih baik hujan batu di negeri sendiri (bagaimanapun senangnya hidup di negeri orang, masih lebih senang hidup di negeri sendiri)”.


Banyak kisah sedih dan pilu dari para TKI, khususnya tenaga kerja rumah tangga. Banyak dari mereka yang diperlakukan tidak baik oleh majikannya. Bisa jadi majikannya yang memang salah, atau kurangnya pengetahuan mereka dalam menghadapi perbedaan lingkungan kerja, bahasa dan budaya di negeri orang.

Menjadi TKI hanya sebuah cara untuk menjemput rezeki yang telah dijanjikan oleh Sang Maha Pemberi Rezeki.

Saya, merupakan satu dari sekian banyak TKI yang mengais rezeki di negeri yang kaya minyak ini. Sampai saat ini, tak kurang dari 6000 TKI Professional bekerja di Qatar. Banyak dari mereka bekerja di sektor minyak dan gas (migas). Sebagian lainnya di sektor telekomunikasi, perhotelan, kesehatan dan konstruksi. Sementara jumlah terbesar memang masih ditempati oleh tenaga kerja rumah tangga.

Beda Negara, Beda Budaya.

Bekerja di luar negeri merupakan pengalaman pertama saya dalam hidup. Tak pernah sekalipun diri ini bekerja di negeri orang. Sejak awal kaki ini mendarat, cuaca sudah jauh berbeda.

Hari-hari berlalu bekerja di negeri orang, banyak pengalaman yang saya dapat. Sebuah pengalaman hidup yang luar biasa bisa bekerja dengan lingkungan kerja multi nasional, multi kultur, multi bahasa dan multi-multi lainnya.

Walaupun negeri ini memakai bahasa arab sebagai bahasa nasional, tapi bahasa inggris menjadi bahasa pengantar sehari-hari yang banyak dipakai di Qatar. Kemampuan bahasa inggris menjadi sebuah mandatory sebelum anda memasuki negeri ini, jika anda mau bekerja.

Bahkan saking seringnya bahasa inggris yang dipakai, sampai-sampai bahasa arab saya masih seputaran “khaif khaluk atau khaif khalik” saja. Duh! Mau sampai tahun keberapa saya kan menguasai bahasa arab dengan baik. Malu rasanya jika suatu saat nanti saya resign dari negeri ini tapi saya nggak bisa bahasa arab. Apa kata dunia???

Tapi lagi-lagi, walaupun bahasa inggris menjadi bahasa pengantar yang banyak dipakai, saya menilai bahasa inggris saya juga belum bagus-bagus amat. Ya sebatas memperlancar pekerjaan dan hubungan sesama manusia di lingkungan kerja atau sosial.

Disana sini, karakter manusia sebenarnya sama saja. Ada yang baik, ada yang temperamen, ada yang silent dan banyak lagi tipe manusia.

Jauh sebelum saya putuskan menjadi seorang TKI di Qatar, selama 6 tahun pula banyak pengalaman berinteraksi dengan berbagai macam manusia di Indonesia. Dari mulai Aceh hingga Biak, Papua.

Ketika saya komparasikan dengan berbagai karakter manusia di negeri Qatar, ternyata tak jauh beda. Dimana-mana, manusia itu banyak ragam sifat dan sikapnya.

Tinggal bagaimana kita sebagai manusia menyikapinya. Prinsip hidup saya adalah “Cobalah mengerti akan kondisi orang lain, jangan pernah memaksa orang lain untuk mengerti tentang diri saya”.

Alhamdulillah dengan prinsip tersebut, saya bisa hidup berdampingan secara baik dengan berbagai macam manusia dari berbagai Negara. Bisa melayani mereka dengan baik secara professional.

Sebagai seorang Nurse, kemampuan mengenali karakter manusia dari berbagai latar belakang Negara dan budaya sangatlah penting. Dengan mengetahui sifat dan karakter mereka, maka kita pun tahu sikap terbaik seperti apa yang kita suguhkan ke mereka.

Qatar layaknya Miniatur United Nations.

Benar-benar sebuah pelajaran hidup yang sangat berharga. Menjadi impian besar bagi saya bisa tinggal dan berinteraksi dengan manusia dari berbagai Negara. Qatar merupakan salah satu tempat untuk menggapai impian itu. Kenapa begitu? Karena di negeri ini, kita bisa temui orang-orang dari berbagai belahan bumi. Walaupun tak mesti dekat dengan semuanya, tapi disini kita bisa temui hampir semua nationality (kebangsaan).

Dari mulai warga Negara Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand, Jepang, China, Vietnam, Myanmar, India, Nepal, Pakistan, Srilanka, Bangladesh, Afghanistan, Australia, Inggris, Belanda, Spanyol, Venezuela, Canada, Amerika, Afrika Selatan, Tunisia, Mesir, Yordania, Palestina, Aljazair, Yaman, Oman, Bahrain, Saudi, Sudan, Kenya, Ghana, Nigeria, dan banyak Negara lainnya. Dan sudah tentu berinteraksi dengan orang-orang Qatar.

Mereka semua datang ke negeri ini sama-sama untuk mengadu nasib, menjemput rezeki yang sudah dijanjikan. Masing-masing bekerja di bidangnya. Dari mulai tukang kebun, tukang sapu jalan, tukang bersih-bersih rumah, pembantu rumah tangga, supir pribadi, supir taksi, pekerja bangunan, pelayan toko, pelayan restaurant, pekerja perhotelan, operator pabrik migas, tukang insinyur, hingga para manager.

Semua bekerja sesuai porsinya. Termasuk saya yang berlatar belakang pendidikan nursing, maka Alhamdulillah saya juga bekerja di bidang nursing.

6 tahun saya disini, serasa begitu cepat. Rambut putih kian banyak. Bukan karena stress kerja tentunya, tapi lebih karena tipe rambut saya yang gampang beruban. Saya tak pernah menyalahkan Bapak tercinta (kenapa membawa Gen begini), tapi mungkin ini adalah rezeki bagi saya pribadi, yang diberikan Nur (cahaya) lebih banyak dari yang lain.

Terima kasih untuk kedua orangtuaku tercinta atas segala pelajaran hidup dan kehidupan yang telah engkau berikan. Segala yang telah kuberikan mungkin tak akan pernah sanggup membayar segala jerih payahmu mendidikku dari kandungan hingga sebesar sekarang. Maafkan saya wahai Bapak dan Ibu, jika anakmu ini tak berbakti kepadamu.

Terima kasih untuk istri dan anak-anakku tercinta yang setia menunggu di kejauhan sana. Karena kalian, semangat hidup ini terus membara. Karena kalian, tak ada kata lelah untuk terus berjuang dalam hidup ini. Semoga Allah SWT, senantiasa menjadikan keluarga kita sakinah mawaddah warrahmah. Aamiin.

Dukhan, 27 Juni 2014

Sugeng Bralink

Monday, June 09, 2014

Kenapa Nokia XL-ku Tak Bisa Buat WhatsApp-an?

Photo: nokia.com


Bulan Mei 2014, Nokia baru merilis smartphone baru dengan harga terjangkau. Nokia yang tadinya menggunakan OS Symbian dan Windows, kini Nokia mulai merambah ke OS Android.

Namun demikian android yang dipakai Nokia tak sepenuhnya mendukung semua aplikasi yang dirilis oleh android. Sebagai contoh terjadi pada aplikasi WhatsApp. Aplikasi dengan ikon berwarna hijau ini merupakan aplikasi chat messenger yang lagi populer saat ini.

WhatsApp berikon hijau ini tak bisa kita dapatkan di Nokia Store. Maka alternatifnya kita bisa download langsung via whatsapp.com/android atau melalui whatsapp apk file yang bisa kita dapatkan di media penyedia file download.

Tapi ternyata, aplikasi WhatsApp berlogo warna hijau tak mampu bertahan lama. Tak lebih dari dua minggu, aplikasi WhatsApp tak lagi bisa digunakan. Tanggal 8 Juni lalu aplikasi WhatsApp di smartphone saya tak lagi berfungsi.

Setelah berselancar di dunia maya dengan bantuan Uncle Google, akhirnya ketemu juga solusinya. Kata kunci yang saya pakai untuk mencari pemecahan masalah ini adalah "Why WhatsApp not support at Nokia XL?". Dari sekian  link yang ditawarkan, kursor mengarah pada satu link yang menurut saya tepat.

Pada link nomer dua, terdapat judul artikel "Making WhatsApp to work on Nokia X, X+ and XL" dari sebuah website techmesto.com. Dari situ dijelaskan tentang tak berfungsinya WhatsApp default yang berlogo warna hijau pada perangkat handphone pintar Nokia X, X+ dan XL atau biasa disebut dengan Nokia X Family.

Jika kita sebagai pengguna Nokia X family sudah terlanjur mendownload dan memakai WhatsApp warna hijau dan saat ini tak lagi berfungsi, jangan khawatir! Semua masalah ada solusinya.

OS Android yang dipakai Nokia X family ternyata support dengan WhatsApp berlogo warna biru. Aplikasi ini dinamai WhatsApp Plus. Lagi-lagi, aplikasi ini belum tersedia di Nokia Store atau 1Market Store sebagai gudangnya aplikasi yang dipakai Nokia X family. Untuk mendapatkan aplikasi WhatsApp Plus, cukup mudah. Klik saja www.whatsapp-plus.net/download.php.

Selanjutnya klik pada ikon DOWNLOAD NOW  berwarna biru (Latest version 5.75D). selanjutnya file apk ini akan tersimpan di folder download. Setelah terdownload sempurna, tinggal buka file aplikasi WhatsApp Plus dan ikuti proses instalasinya sampai selesai.

Selamat menikmati WhatsApp Plus dengan didukung android technologi pada perangkat Nokia X Family.

Semua permasalahan selalu ada solusinya!

Dukhan, 9 Juni 2014
Sugeng Bralink
riyadi.sugeng@gmail.com

Sunday, June 08, 2014

Menggenjot Pedal, Menyibak Kabut dan Menyusur Pagi

Pagi buta, jarum jam menunjukkan pukul 03:15, alarm berbunyi kencang. Rasanya mata masih terasa berat untuk dibuka. Suara azan sudah berkumandang dari si handphone pintar.

Segera saya matikan alarm, beranjak dari peraduan dan menuju kamar mandi. 

Gosok gigi, berwudhu dan bergegas ke masjid untuk jama'ah subuh. Tapi belum lagi usai raka'at kedua, perut ini bergejolak, ada panggilan alam yang tak bisa ditunda lagi. Segera saja saya mundur dari shaf sholat, meluncur ke kost~kost an dan melepas apa yang mengganjal. Hehhe.

Akhirnya, jadilah sholat subuh sendirian di rumah. Walau nggak dapat pahala 27 derajat dari sholat jama'ah, tapi saya masih bersyukur bisa sholat di awal waktu. Dan semoga Allah sudah mencatat langkah saya menuju masjid, walau nggak sampai salam.

Sesuai rencana semalam, pagi ini saya akan menuju Zekreet. Sebuah kawasan perumahan karyawan kontraktor yang berjarak sekitar 10 KM dari Kota Dukhan, kota dimana saya tinggal sekarang. 

Selepas subuh, satu per satu kelengkapan gowes saya cek.

Helm, kartu identitas diri, uang, kaca mata, sepatu ket yang sudah mulai usang, dan biker jersey tentunya.

Selanjutnya pengecekan tekanan ban depan dan belakang. Tekanan ban harus benar~benar bagus agar ringan kayuhannya. Pompa ban portable nggak lupa selalu dibawa untuk berjaga jika tiba~tiba ban kempes di tengah perjalanan. 


Air minum dalam botol. Ya air minum sangat penting untuk mengobati rasa dahaga dan menghilangkan lelah. Jangan sampai dehidrasi dan pingsan gara~gara kehausan! 

Satu botol isi 500 mili liter cukuplah untuk menemani perjalanan gowes sekitar 25 KM pagi ini.

Aplikasi CycleDroid segera saya aktifkan. Aplikasi ini berfungsi untuk mengukur jarak tempuh, kecepatan, waktu, dan berbagai macam detail informasi lainnya seputar kayuhan sepeda. Termasuk juga berapa oksigen yang dikonsumsi, berapa gram lemak yang dibakar, berapa kalori yang dipakai dan map wilayah yang kita lalui. 

Menembus pagi yang masih temaram, kayuh demi kayuh, sampailah saya di Dukhan Highway atau jalan bebas hambatan Dukhan.

Lampu jalanan yang berjajar rapi masih menyal menerangi awal pagi yang masih lumayan gelap. Sesekali saya hentikan sepeda untuk mengambil gambar, sekedar untuk mengabadikan momen. 

Melewati jarak sekitar 5 KM, atau tepatnya di pertengahan antara Kota Dukhan dan Zekreet, nampak kabut tebal mulai turun. Hawa udara menjadi sangat sejuk. 

Gowes..gowes..gowes...sampai juga di tugu selamat datang kota Dukhan. Ada monumen logo perusahaan dan tulisan Welcome to Dukhan City. Selfi..selfie sebentar biar momen tak terlewat untuk direkam. 

Sesekali kendaraan roda empat lewat dengan kecepatan lambat. Maklum lah jarak pandang hanya 10~20 meter saja. Mobil patroli polisi pun sesekali melintas, untuk memastikan semua aman~aman saja di jalan raya. Truck~truck sampah juga berjalan pelan menembus kabut yang belum turun sepenuhnya. 

Beberapa puluh meter menuju Zekreet Brigde, nampak di seberang jalan beberapa truck sedang berhenti di pinggir jalan. Karena apa? Karena saat ini kabut pagi sudah benar~benar turun. Dan jarak pandang kian memendek. 

Nggak sampai satu jam, sampailah saya diatas jembatan Zekreet. Sebuah jembatan yang menghubungkan Zekreet Industrial area dengan kawasan Zekreet Village, Zekreet Arabic School dan Cuban Hospital. 

Kenapa Cuban Hospital? Cuban Hospital adalah sebuah rumah sakit yang semua tenaga kesehatannya didatangkan dari negara Cuba. Baik tenaga medis maupun paramedis. 

Sepeda warna biru yang saya beli sekitar tiga bulan lalu ini terus melaju menyusuri jalanan aspal menuju kembali ke Kota Dukhan. Lagi~lagi sesekali saya lewati sekumpulan kabut yang menutupi jalan dan padang pasir. 

Badan kian berkeringat. Tak luput juga sepedaku yang mulai ditutupi embun pagi. Bulu rambut di tangan pun ikut berembun. Sejuk sekali udara pagi ini. Di jalanan biasa ini, tak satupun kendaraan atau manusia yang saya temui. Jadi sendirian dan sepi. 

Setelah menempuh jarak 26 KM, akhirnnya sampailah kembali ke titik awal acara gowes pagi ini. Rehat sebentar untuk melepas keringat, akhirnya selesai gowes pagi ini. Menyibak kabut dan menyusur pagi di kota Dukhan. Kota yang punya makna kabut atau asap. 

Dukhan, 8 Juni 2014

Wednesday, June 04, 2014

Catatan Kecil, Meneladani Pak Umay

June 4, 2014 at 7:44am

Semalam kami mengaji bersama. Kami kedatangan tamu dari Indonesia. Dipertemukan dengan seorang ulama yang menurut saya luar biasa. Ilmunya berisi tapi beliaunya sangat bersahaja.

Pak Umay, begitu orang menyebutnya dan begitu pula beliau ingin dipanggil atau disebut. Beliau nggak senang jika dipanggil pak ustadz apalagi kyai. Panggil saya Pak Umay saja, ungkap beliau semalam.

Sejak dalam kandungan ibunya yang masih berumur empat bulan, calon bayi Pak Umay ditinggalkan sang Ayah yang meninggal dunia.
Menjadi yatim sejak kecil bukanlah kemauannya. Yatim merupakan pilihan Allah yang akhirnya menjadikan Umay kecil menjalani hidup susah karena kemiskinan. Akan tetapi, kemiskinan tidak menyurutkan niatnya untuk terus belajar dan belajar.

Sepeninggal ayahnya, Ibunda Pak Umay harus merawat anak-anaknya yang masih kecil. Hidup sendirian dengan anak-anak tanpa adanya suami, menjadikan keseharian Ibunda Pak Umay dipenuhi dengan ibadah. Sholat tahajud menjadi amalan rutin disamping sholat lima waktu. Bahkan menurut kisah Pak Umay semalam, ibundanya menghiasi hari-harinya dengan tilawah Alqur-an.

Dalam waktu enam hari, terkadang sudah khatam 30 juz. Sungguh seorang Ibu yang luar biasa. Ditengah lemahnya ekonomi, beliau mengandalkan kekuatan do-a untuk mengasuh dan menjalani kehidupan bersama buah hatinya.

Kisah perjuangan untuk bersekolah Pak Umay bisa kita temui di blog-blog. Bahkan kisah hidupnya pernah ditulis menjadi skripsi mahasiswa sarjana strata satu UIN Jakarta, Khoerudin*. Skripsinya berjudul Peranan KH. Umay Dja'far Shiddiq, MA dalam mengembangkan islam di Jampang Kulon, Sukabumi, yang dirilis pada tahun 2010 lalu.

Hitung-hitungan ekonomi, sangat sulit bagi Umay kecil bisa mendapatkan sekolah yang bagus layaknya keluarga lain. Akan tetapi ada sebuah kisah yang tak bisa dilupakannya, yang akhirnya menjadi penyemangat hidupnya untuk terus menuntut ilmu. Berikut cuplikan tulisan dari skripsi Pak Khoerudin,

Sudah dua bulan tahun pelajaran 1960-1961 berjalan, sepulang mengaji dan menginap di Masjid Bojongwaru, pagi itu ia merasakan hatinya perih tak terperi. Pikirannya melayang jauh, mem­ba­yangkan suasana ketika tak lama lagi anak-anak seusianya beramai-ramai ber­gerombol berjalan kaki menuju sekolah SD Bojong Genteng, yang jaraknya se­kitar dua kilometer dari rumahnya, se­mentara ia hanya bisa memandangi sua­sana itu. Umay kecil sampai mengurut dada, ia merasa sedih, keyatiman dan ke­miskinan serasa telah membedakannya dari yang lainnya. Ibunya tak sanggup memasukkannya ke sekolah.

Entah kenapa, sore harinya sang ibu berpesan, “Nanti malam tidak usah tidur di masjid. Di rumah saja.”
Tanpa berpikir kenapa, ia menjawab, “Ya.”.

Kira-kira pukul tiga dini hari ia di­bangunkan ibunya dan diajaknya ke tikar shalat. Rupanya sang ibu baru saja sele­sai shalat malam. Ternyata ibunya itu juga sedang menangis karena derita hati anak­nya yang ingin sekolah.

Kedua lutut ibunya dipertemukan de­ngan dua lututnya, kemudian sang ibu ber­ujar lirih, “Nak, semua manusia lahir de­ngan rasa ingin mulia. Ada manusia mulia karena kekayaannya, sedangkan kita mis­kin. Orang mulia karena turunan ra­den, sedangkan kita rakyat jelata. Orang mulia karena kerupawanannya, kita biasa-biasa saja. Orang mulia karena ke­pintarannya…maka carilah ilmu, untuk kemuliaanmu…”

Sesaat setelah mengatakan itu, ibu­nya mencium kening si anak, lalu di­pe­luknya di sela-sela isak tangisnya. Ibunya mengakhiri pembicaraannya de­ngan, “Maafin Emak, nggak bisa nyekolahin.”

Umay kecil tak begitu paham apa yang dikatakan ibunya. Dengan terkan­tuk-kantuk ia kembali ke kamarnya, lalu tidur lagi sampai  subuh  tiba.
Selepas Umay shalat Subuh, teringat olehnya sebagian dari ungkapan ibunya tadi malam, “Carilah ilmu, untuk kemulia­anmu…”
Banyak sekali orang yang turut membantu Pak Umay dari SD hingga jenjang pendidikan S3 nya. Nama-nama orangnya pun tak kan pernah lekang oleh waktu. Semalam beliau menyebutnya satu per satu dengan lancar, bahkan hingga berkaca-kaca.

Seorang anak yatim dari pinggiran hutan di Sukabumi ini, akhirnya pulang kembali ke Sukabumi untuk turut membangun desanya, mendidik anak-anak di kampungnya. Kebanyakan anak-anak yatim dan anak-anak yang kurang mampu.

Sebuah Yayasan didirikannya, Darul 'Amal. Yayasan ini mempunyai sekolah dan asrama yang sekaligus pesantren. Muridnya dari mulai TK hingga level SMA. Jumlahnya sudah ribuan. Subhanallah!

Pak Umay adalah juga seorang penghafal alqur'an. Nikmat sekali rasanya bisa mengaji bersama beliau. Penjelasannya tentang ayat-ayat alqur'an yang direfleksikan dalam kehidupan manusia sungguh mudah dicerna. Nama surat dan ayat-ayat dalam alqur'an dipahaminya dengan baik.

Semoga ada saatnya bisa mengaji lagi sama beliau.

Dukhan, 4 Juni 2014
Sugeng Riyadi Bralink

* Khoerudin, Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1431H/2010M.