Sunday, November 14, 2010

"Persaudaraan" Para Sugeng

Kompas
Minggu, 14 November 2010 | 04:16 WIB

Oleh Budi Suwarna
Sejumlah orang bernama Sugeng membentuk komunitas Para Sugeng di Seluruh Dunia. Kegiatannya antara lain mencari tahu mengapa dulu orangtua mereka sampai menamai mereka Sugeng.



Media untuk orang-orang bernama Sugeng di seluruh dunia. Kalau Anda bernama Sugeng, jangan ragu untuk bergabung.” Kalimat itu tertulis di grup Facebook Para Sugeng.
Begitulah, lewat dunia maya ini sekelompok orang bernama Sugeng berusaha menghimpun Sugeng-Sugeng lainnya yang ada di dunia ini. ”Kayaknya ajaib banget bisa bertemu dengan banyak orang yang bernama sama. Paling nama belakangnya yang beda. Ada Sugeng Riyadi, Sugeng Jabri, Sugeng Riyanto, Sugeng Susilo, Drs Sugeng, Sugeng Widodo, Sugeng Priyono, Sugeng Wiyadi, dan masih banyak lagi,” kata Sugeng Wahyudi, salah seorang penggiat komunitas Para Sugeng, Rabu lalu di Jakarta.
Hingga pekan lalu, lanjut Sugeng Wahyudi, ada 800 orang bernama Sugeng yang telah bergabung dengan komunitas Sugeng. Ada yang bergabung lewat akun Facebook Sugeng Syndicate, milis Para Sugeng, dan milis Sugeng & Sugeng. ”Tetapi, kami mulai menyatukan semua milis Sugeng di akun Facebook Para Sugeng,” ujar Sugeng Wahyudi.
Anggota komunitas ini berasal dari berbagai daerah, mulai dari Jakarta, Yogyakarta, Kebumen, Surabaya, hingga Malaysia dan Qatar. Profesinya mulai dari pengurus organisasi buruh, pembuat film, pengelola gedung pertemuan, ahli teknologi informasi, pegawai negeri, sampai pilot maskapai asing.
Meski di dunia nyata mereka belum tentu saling kenal, mereka aktif berkomunikasi lewat media sosial. Mereka mendiskusikan apa arti nama Sugeng, mengapa orangtua mereka dulu menamai Sugeng, dan apakah anggota komunitas ini juga ada yang menamai anak mereka Sugeng.
”Pokoknya absurd, tetapi seru banget,” ujar Sugeng Wahyudi yang berprofesi sebagai pembuat film.
Dari diskusi di dunia maya itulah persaudaraan para Sugeng itu terbentuk. Sugeng Wahyudi yang tinggal di Jakarta tidak akan kebingungan seandainya tersesat di Selangor karena di sana ada Sugeng Jabri yang siap menunjukkan jalan.
Sugeng Wiyadi yang tinggal di Kalasan, Yogyakarta, juga bisa bertukar pikiran dan informasi dengan Sugeng-Sugeng di kota lain. Ini membuat dia terharu. ”Saya dulu berpikir nama Sugeng itu ndeso, tetapi ternyata pengguna nama Sugeng itu banyak dan di antara mereka ada orang penting dan penentu kebijakan,” ujarnya.
Orang Malaysia
Sugeng mana yang pertama kali punya kesadaran membentuk komunitas Sugeng? Ternyata dia adalah Sugeng Jabri, warga negara Malaysia yang tinggal di Selangor. Syahdan, dia bingung mengapa di Malaysia hanya ada lima nama Sugeng yang tercantum di buku telepon negaranya.
Dia penasaran, lalu bertanya-tanya, ada berapa sebenarnya orang bernama Sugeng di seluruh dunia. Untuk mengetahui jawabannya, dia membuat milis Para Sugeng di Yahoogroup. Dia juga aktif mencari orang bernama Sugeng melalui jaringan pertemanan Friendster.
Sugeng Wiyadi bercerita, dia bertemu dengan Sugeng Jabri melalui Friendster pada tahun 2006. Awalnya, hanya ada 10 anggota komunitas ini. Sekarang dia yakin jumlahnya mencapai 1.000 orang yang terjaring melalui berbagai jenis sosial media.
Sejauh ini, kata Sugeng Wahyudi, anggota komunitas ini pernah ”kopi darat” di Anjungan Jawa Tengah Taman Mini Indonesia Indah sebanyak dua kali. ”Wah seru banget, waktu ada yang memanggil nama Sugeng, semua peserta pertemuan nengok semua, ha-ha-ha.... Kami baru sadar kalau punya nama sama,” tambahnya.
Rencananya, komunitas ini akan bertemu untuk ketiga kalinya pada Desember mendatang di Yogyakarta. ”Ini akan menjadi semacam musyawarah nasional orang-orang bernama Sugeng,” ujar Sugeng Wahyudi.
Sugeng Wiyadi menambahkan, dia berharap setidaknya ada 100 Sugeng yang hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka akan menyusun AD/ART dan menunjuk pengurus komunitas Para Sugeng. ”Yang jelas ketuanya Sugeng, wakilnya Sugeng, bendaharanya Sugeng, korwilnya juga Sugeng, ha-ha-ha....”
Mengapa pakai menggelar munas segala? Sugeng Wahyudi mengatakan, dia ingin komunitas yang asyik ini punya arah ke depan dan bermanfaat buat para Sugeng di seluruh dunia. ”Kami tidak ingin ini menjadi sekadar komunitas ubyang-ubyung (tidak jelas arahnya),” katanya.
Dia juga bermimpi komunitas ini bisa menghimpun orang-orang bernama Sugeng sebanyak mungkin, termasuk tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh. ”Ada tiga orang yang kami incar untuk direkrut.”
Siapa saja?
”Pertama Luna Maya. Ternyata nama belakang dia Sugeng, lho. Tepatnya Luna Maya Sugeng. Kedua, Eros Djarot yang nama lengkapnya Sugeng Waluyo Djarot. Ketiga, Sugeng Sarjadi. Mudah-mudahan mereka mau bergabung,” kata Sugeng Wahyudi.
Kalau sudah ngumpul, lantas mau apa? Bikin partai?
”Enggaklah, Mas. Ini untuk menjalin persaudaraan saja. Sejak komunitas ini terbentuk, banyak orang bernama Sugeng menjadi saling mengenal. Sebagian istri Sugeng pun sekarang mulai menghimpun diri dalam sebuah komunitas,” ujar Sugeng Wahyudi.
”Namanya komunitas Sugeng’s Wife atau komunitas istri Mas Sugeng, ha-ha-ha...,” ujar Sugeng Wahyudi tergelak.


Wednesday, November 03, 2010

Nursing Ethics: Menjaga Reputasi, Mempertajam Kompetensi

Oleh Syaifoel Hardy

Saya tidak mampu menahan diri ketika melihat sikap sejumlah perawat di sebuah rumah sakit di mana salah satu angggota keluarga saya dirawat. Ada semacam ‘protes’ kalau terlalu kasar bila disebut berontak terhadap apa yang terjadi. Mulai dari kanula yang tidak diganti sesudah satu pekan lebih, plaster basah yang menempel di atasnya, padahal itu sumber infeksi; pasien yang tidak dibantu kala mandi, catheter yang menggantung lebih dari seminggu padahal pasienya mobile, hingga informasi yang menjadi hak pasien serta keluarganya yang kurang mendapat perhatian. Jika dihitung, panjang sekali daftarnya.




Sebenarnya saya dalam posisi yang serba dilematis. Mau berkata langsung kepada perawat-perawat ini kuatir nanti dikatakan sebagai keluarga pasien yang cerewet. Namun jika tidak diberitahukan itu sama halnya membiarkan ‘kedhaliman’ berlangsung terus. Pada akhirnya saya harus berterus-terang, meski risikonya seperti yang saya sebut di atas.



Beberapa jawaban yang saya peroleh dari perawat jaga antara lain, mereka sibuk dan tenaga kurang. Dua alasan yang bagi saya kurang bisa diterima. Kalau memang sibuk, kok ya masih sempat-sempatnya mereka melihat televise yang terpajang di kantor di mana mereka bekerja. Kalau pun tenaga nya kurang, mereka toh memiliki departemen yang mengurusi ketenaga-kerjaan yang tentu saja mampu memperhitungkan perbadingan jumlah antara pasien-perawat per harinya.



Protes yang saya lemparkan sebenarnya bukan hanya kepada perawat jaga saja. Juga pada pihak administrasi RS. Alhamdulillah saya mendapatkan buahnya, meski belum maksimal. Itu saya rasakan karena dalam 5 bulan terakhir, kami mondar-mandir di RS yang sama, swasta, sebanyak empat kali. Saya pada akhirnya merasakan perubahan sikap sejumlah perawat jaganya Setidaknya pada kali terakhir kami ke sana. Itu lantaran kami berada di bangsal yang sama, sehingga menemui perawat yang tidak berbeda.



Yang ingin saya sampaikan dalam artikel ini adalah, betapa peranan nursing ethics yang terkait erat dengan reputasi dalam konteks keperawatan itu besar sekali. Ethics berperan besar dalam reputasi, baik individu maupun organisasi dalam skala yang lebih besar dapat dimanfaatkan untuk mempertajam kompetensi profesi keperawatan. Mengenal peran reputasi dari sudut pandang nursing ethics diharapkan dapat merubah mind set professional dari teori ke praktis.



Etika sebagai Fondasi



Di bangku kuliah, nursing students diajarkan nursing ethics. Implementasi etika di sini mestinya menjadi sorotan selama menempa pendidikan. Namun begitu, semua sadar dan memahami bahwa faktor kurikulum, kompetensi dosen, minimnya referensi serta lingkungan memegang peranan besar, sehingga penempaan 3-4 tahun pendidikan belum bisa dijadikan panduan apalagi jaminan bahwa lulusan diploma/bachelor of nursing bakal lulus dengan etika yang baik.



Problematika besar dalam nursing ethics ini bila diurut sumber muasalnya adalah, nursing ethics diberikan sebagai mata kuliah yang bobotnya kecil. Bukan hanya itu! Mata kuliah yang mestinya dijadikan sebagai primadona nursing ini ditempatkan seperti halnya anak tiri. Statusnya tidak terintegrasi dengan mata-kuliah nursing lainnya. Akibatnya, begitu selesai diajarkan, nursing ethics tinggal sejarah.



Sementara itu, para dosen lebih disibukkan dengan pembuktian nursing sebagai ‘science’ ketimbang otak-atik ethics ini. Ethics posisinya benar-benar terpisah dari mata kuliah lain. Kita tidak bisa menyalahkan para dosen dalam hal ini karena minimya materi yang berbau ‘ethics’ dalam setiap mata-kuliah. Ini bisa dimungkinkan oleh minimnya penelitian tentang ethics dalam dunia nursing.

Coba saja kita bayangkan jika setiap mata kuliah, salah satu pendekatannya lewat ethics! Bisa dipastikan bahwa mahasiswa yang belajar medical surgical nursing, psychology nursing, psychiatric nursing, pediatrics nursing misalnya, kaya akan ethics. Hasil akhirnya tentu bisa diramalkan. Wisudawan bakal ‘kenyang’ akan ethics. Pasar yang luas di luar menanti kedatangan professional yang beretika. Bukan hanya pintar pengetahuan serta terampil semata. PR besar para peneiliti nursing adalah bagaimana mengintegrasikan ethics dalam setiap mata kuliah profesi.



Reputasi adalah Kebutuhan dasar



Etika merupakan salah satu fondasi reputasi. Professional yang mampu menjaga reputasi atau nama baiknya, secara otomatis ber-etika baik. Sebaliknya, jika etikanya kurang, reputasi dipertanyakan.



Ada tiga kebutuhan dasar setiap insan professional: pengkayaan pengetahuan, sikap serta ketrampilan. Reputasi adalah nama baik. Seorang professional akan dapat mengembangkan ketiga kebutuhan tersebut dengan leluasa jika ditunjang dengan nama baik. Perolehan nama baik ini tidak datang begitu saja tanpa jerih payah. Kita akan mendapatkan nama baik sesudah berkarya, baik melalui sikap, atau tangan serta pikiran bila implementasinya berlandaskan ethics guna mempertahankan reputasi.



Kita lihat di Indonesia banyak sekali perawat yang berhasil secara finansial. Mereka ini, meski belum ada penelitian tentang itu, sebenarnya bukan para ahli yang bergelar doctor of nursing, apalagi professor. Mereka mampu ‘memenangkan’ dalam perang merebut hati konsumen pasar kesehatan. Mereka dapat meraup banyak pelanggan di lapangan karena reputasi mereka. Reputasi ini dapat direbut karena mereka mengedepankan etika bergaul dalam masyarakat, baik lewat jalur formal pada waktu kerja, semi formal saat ada pertemuan-pertemuan di masyarakat, atau non-formal ketika ada kontak antar individu.



Dalam pergaulan tersebut, yang dikembangkan oleh kolega kita adalah menanamkan kepercayaan pada individu-individu di masyarakat. Bahwa dengan bergaul bersama rekan-rekan kita yang membuka praktik, sepertinya para pelanggan bakal mendapatkan jaminan: hak-hak mereka sebagai inividu dijunjung, dihormati. Prinsip ini oleh para perawat kita yang berhasil dalam praktik keperawatannya jauh lebih dikedepankan ketimbang masalah kesehatan utama. Karena mengedepankan etika berarti mengutamakan kebaikan. Mengutamakan kebaikan berarti menanamkan kepercayaan. Jika kepercayaan sudah tergenggam, betapapun besar permasahan kesehatan yang dihadapi klien, bisa dicari jalan keluarnya. Maka dari itu, mereka yang mengedepankan etika dalam profesi bakal meraih reputasi. Sebaliknya, mereka yang membuka praktik keperawatan tanpa menggunakan etika sebagai fondasinya, tinggal menunggu saja kehancuran reputasinya.



Reputasi dan Kompetensi



Kompetensi adalah perpaduan hasil pendidikan formal, training, pengalaman kerja, sikap dan ketrampilan. Kompetensi dalam nursing itu unik. Unik karena dilandasi ethics. Ini berbeda sekali dengan profesi kesehatan lainnya yang menitik-beratkan kepada problem-solving based on physical findings (berdasar kepada temuan fisik). Tanpa dilandasi ethics, sebenarnya kompetensi kita dalam nursing diragukan pendekatannya.



Perawat ahli perawatan bedah, perawatan dalam, perawatan jiwa, perawatan anak dan lain-lain boleh mengedepankan ketrampilan, sikap serta pengetahuan spesialisasinya. Namun tanpa dasar ethics, bisa jadi dia skeptis akan profesinya. Mengedepankan persoalan ethics dalam kompetensi nursing ini secara tidak langsung bakal mampu mendongkrak reputasi profesi. Perawat Bedah yang handal bukan mereka yang mampu melakukan pembedahan jantung, ginjal atau kandung empedu. Perawat Anak yang mahir bukan hanya mereka yang mampu membuat takaran kebutuhan cairan bayi yang mengalami dehidrasi. Perawat yang handal adalah mereka yang mampu memenuhi kebutuhan pasien-pasien yang mengalami gangguan khusus di atas dengan mengedepan hak-hak pasien dari sudut pandang ethics.



Ketrampilan semacan ini tidak gampang diperoleh. Butuh waktu, tenaga dan kesungguhan. Kegagalan dalam pemberian pelayanan perawatan lantaran ketikamampuan perawat mengidentifikasi kebutuhan pasien bisa berakibat deteriorasi reputasi profesi. Inilah the essence of nursing (inti keperawatan).



Kesimpulan



Saya melihat banyak perawat yang bekerja ternyata salah persepsi tentang dunia kerja mereka. Kesalahan persepsi ini bisa menyebabkan frustrasi, karena kurang sadar akan jati diri. Lebih buruk lagi, yang jadi korban juga pasien beserta keluarganya. Guna menghindari permasalahan ini, mengedepankan peran ethics dalam kerja itu penting sekali. Karena ethics is the foundation of nursing. Memrioritaskan ethics dalam setiap tindakan keperawatan berarti meningkatkan reputasi profesi. Proses akselerasi ini secara tidak langsung menjadi bagian dari upaya mempertajam kompetensi. Sebuah kata kunci yang menggiring kita dalam lingkaran kategori professional.



Doha, 11 October 2010

Shardy2@hotmail.com


INNA-Q Professional Meeting 2010





Aku Cinta Indonesia

Oleh Syaifoel Hardy

Semula saya putuskan tidak bakal menghadiri acara amat penting dalam kehidupan profesi saya di Qatar selama tiga tahun lebih ini, lantaran kondisi kesehatan badan yang kurang memungkinkan. Ya, sudah tiga hari terakhir ini agak terganggu. Ada rasa ‘bersalah’ jika tidak datang nanti. Begitu bisik hati ini. Makanya, dengan berbekal semangat, meski tidak seluruh acara bisa saya ikuti, meluncur juga tubuh ini ke program yang, jujur saja, sangat saya nanti-nantikan, di sebuah hotel di kota Doha.




Professional Meeting namanya. Sejatinya, acara ini dilatar-belakangi acara Musyawarah Cabang (Muscab) Indonesian National Nurses Association-Qatar (INNA-Q), dalam rangka peralihan kepemimpinan periode satu ke kedua, tahun 2010-2012. Agar tampak lebih dinamis, ‘judul’ nya kami ‘modifikasi’. Modifikasi judul ini ternyata membuat banyak hal berubah. Mulai dari susunan acara, undangan, pembicara, topik, tempat penyelenggaraan, hingga tentu saja biaya.

Saya datang terlambat. Maklum, sedianya memang tidak hadir. Lagi pula berangkatnya juga numpang mobil rekan kerja. Sekitar 45 menit sudah lewat ketika sampai di hotel. Yang penting, acara inti tidak ketinggalan. Begitu pikiran saya. Ringkasnya, saya bisa mengikuti sebagian besar acara dengan serius.

Tulisan ini merupakan bagian dari refleksi diri terhadap performance of the Indonesian Nurses in Qatar.

Saya kagum dengan ulasan lengkap yang disampaikan oleh Ms. Martinez, asal Filipina, Pembicara Tamu kita pagi tadi yang menyampaikan: Challenges of Nurses in the World of Healthcare Services. Kupasannya menyangkut peran nurses dalam skala internasional, tentangan serta rekomendasi. Apa yang beliau sampaikan intinya memberikan dorongan semangat kepada nursing professional untuk tetap maju meniti karir ini, sebagai sebuah pilihan yang tepat. Bukannya penyesalan.

Lantas mengapa saya kaitkan hal ini dengan Aku Cinta Indonesia? Banyak orang kita yang memandang nurses dengan sebelah mata. Kita yang sedang bekerja di luar negeri, dicap hanya sebagai pekerja yang kurang cinta Tanah Air. Hanya mencari dollar, memburu Dirham atau Riyal.



Cinta artinya sangat luas. Begitu luasnya arti cinta, hingga membuat orang Asia umumnya, segan jika terus terang harus mengatakan dengan lisan. Utamanya lewat tatap muka. Jangankan dengan orang lain. Orangtua ke anaknya saja, di negeri kita, jarang kita mendengar kata-kata ini. Barangkali alasan yang paling kuat mengapa hal ini tidak terjadi adalah karena rasa ‘tabu’. Tabu mengatakan ‘aku cinta kamu’. Kecuali dalam film-film nasional kita, yang diobral kata-kata ini semurah-murahnya, sehingga terkesan tidak lagi ada harganya.

Mengemas acara Professional Meeting di antara profesi kami di Qatar dengan melibatkan orang-orang dari bangsa-bangsa lain bukanlah persoalan mudah. Apalagi sepele. Sementara orang berpikir bahwa membuat acara seperti ini yang penting ada duit, semua bisa terwujud. Tidak saya pungkiri, benar! Tapi banyak hal-hal yang tidak bisa dibayar dengan uang: rapat, persetujuan anggota atau team, pembentukan panitia serta kesuka-relaan mereka dalam kerja, dan kesungguhan dalam pencapaian tujuan. Singkatnya: team work, di mana semua ini harus dibayar mahal. Sangat mahal!

Sekitar tiga bulan sebelum acara dilaksanakan, komunikasi lewat email, telefon dan berbagai repat kecil sudah dilakukan. Tarik-ulur tentu terjadi. Setuju dan tidak setuju bukan hanya monopoli anggota DPR. Masing-masing memiliki argument tersendiri. Tapi komitmen anggota inti sama: sepanjang yang bakal dilaksanakan nanti itu baik untuk anggota dan mendongkrak reputasi profesi, jalan terus. Saya membaca, dukungan yang sangat sedikit sekali dari keseluruhan anggota. Macam-macam issue dan alasan yang masuk ke telinga ini.

Mundur? Tidak juga. Tim dibentuk. Yang hadir waktu rapat? Hanya 5 orang. Jalan! Sekali lagi, jalan! “Hebat!” Begitu gumam saya dalam hati. Jangan pernah mundur hanya karena bisikan-bisikan, betapapun jumlahnya banyak. Selagi langkah ini berbuah positif, tetap optimis. Keringat, jangan diukur lelahnya, utamanya yang dialami oleh panitia inti. Kekuatiran saya sempat berlapis-lapis, membayang-bayangi optimisem dalam merealisaikan rencana akbar ini.

Rapat makin intensif dilaksanakan, dihadiri oleh hanya orang itu-itu saja. Dari dulu. Sebenarnya ada rasa kesal juga. Tapi sampai kapan? Tidak menyelesaikan masalah. Kami bangkit. Agenda digelar dan jalan terus. Biarpun 4 orang, tapi jika kuat pilarnya, rumah akan bisa berdiri, ketimbang dua puluh tapi rapuh. Mulai dari kegiatan A hingga Z, diidentifikasi. Ini terjadi hingga satu hari sebelum Hari H.

Undangan disebar, Gladi resik digelar. Ah, lega rasanya. Semua anggota panitia wajib mengenakan pakaian batik. Sebuah ekspresi kebanggaan atas bangsa ini, yang bisa dilihat dengan kasat mata. Dibumbuhi dengan tari-tarian tradisional, pencak silat, lagu-lagu, pembagian hadiah, pidato, komentar, pertanyaan serta makanan ala Indonesia. Semuanya tersaji dalam kemasan cantik sebagai hasil kerja sama Indonesian Nurses.

Sekitar 100 orang hadir, tidak terkecuali Kedubes RI di Doha. Barangkali terhitung sedikit. Namun lewat yang seratus ini, nama baik kita mulai direnda, bisa membahana, menembus ratusan bahkan bisa ribuan lainnya tentang kiprah professional kita di luar negeri. Apa lagi yang bisa dibanggakan jika bukan kemampuan intelektual profesi saat harus bergaul dalam forum multinasional seperti ini?



Untuk menyebut Indonesia kaya raya, saya tidak mampu karena pendapatan perkapita kita di bawah banyak negara. Tidak usah dibandingkan dengan Qatar, negara kecil yang kaya ini. Boss saya yang orang asli Qatar, sempat memuji penyelenggaraan acara ini, meski beliau berhalangan datang. Demikian pula rekan kerja seorang Qatari lady. Apalagi jika saya harus bandingkan acara-acara seperti ini dengan kiprah nurses dari negara-negara lain, tidak terkecuali India serta Filipina. Saya yakin this is the first of such program. Kita mampu bersaing!

Mewakili rekan-rekan Indonesian Nurses yang tinggal dan bekerja di Qatar, khususnya Panitia Penyelenggara, nun jauh di Timur Tengah sana, tidaklah berlebih, sekiranya kami, di tengah derita sebagian rakyat Indonesia yang tertimpa musibah Merapi dan Tsunami, kami katakan bahwa inilah bagian dari ekspresi cinta kami selain sebagai penyumbang devisa negara terhadap Indonesia. Bahwa ‘Kami Cinta Indonesia’, bukan bualan. Bahwa kami bukan hanya mencari uang harta, tapi turut pula berjuang menebar harum namamu di teras Internasional. Setidaknya dalam ruang profesi kami: nursing!



Doha, 30 October 2010

Shardy2@hotmail.com





Friday, October 29, 2010

SHOLAT DHUHA YUK...

Setiap pagi setiap persendian salah seorang diantara kalian harus (membayar) sadhaqah; maka setiap tasbih adalah sadhaqah, setiap tahmid adalah sadhaqah, setiap tahlil adalah sadhaqah, setiap takbir adalah sadhaqah, amar ma’ruf adalah sadhaqah, mencegah kemungkaran adalah sadhaqah, tetapi dua raka’at dhuha sudah mencukupi semua hal tersebut” (HR Muslim).




Tuesday, August 24, 2010

Ramadhan ketiga di Negeri Oryx

Oleh Sugeng Riyadi Bralink

Hari ini memasuki hari ke-14 di bulan suci ramadhan 1431H. Alhamdulillah karena masih diberi kesempatan menikmati sepertiga kedua bulan ramadhan yang penuh maghfirah. Hari-hari yang menawarkan ampunan bagi siapa saja yang ikhlas beribadah dibulan ini. Ikhlas tanpa mengahrap pujian sesama namun hanya berharap keridhaan Ilahi Rabbi.



Awal ramadhan kali ini bertepatan dengan 11 Agustus 2010M. Satu masa yang bertepatan dengan musim panas. Dalam istilah barat-nya disebut Summer.
Masa-masa yang membutuhkan perjuangan yang lebih untuk bisa melalui ramadhan kali dengan sempurna. Bagi sebagian kami yang bekerja pada sebuah perusahaan minyak bukanlah sebuah hambatan yang berarti. Karena kami lebih banyak bekerja didalam ruangan yang notabene bermesin penyejuk ruangan atau Air Conditioner.
Namun hal ini berbeda cerita dengan para pekerja kontraktor yang banyak dari mereka bekerja di area konstruksi jalan, taman dan perumahan karyawan.

Pagi buta sehabis sholat subuh sekira jam empat, mereka para karyawan kontraktor harus segera berkemas menunggu bis karyawan. Sebuah bis keluaran India bermerk TATA setia menemani awal hari mereka. Menembus fajar yang baru menyingsing menelusuri jalanan aspal menuju tempat mereka bekerja. Terkadang pagi hari sudah diselimuti kabut hangat nan lembab. Dalam bahasa baratnya mereka sebut suasana yang Humid. Satu kondisi dimana kelembaban udara sangat tinggi yang bisa mencapai 80 persen. Bisa digambarkan yang pernah saya alami sendiri. Berjalan saja sekitar 20 meter saja keringat sudah bercucuran. Apalagi kalau para kontraktor ini bekerja berat membuat galian, mengangkat material ataupun pekerjaan lainnya yang sungguh sangat bagi mereka.

Bagi mereka yang non-muslim bukanlah masalah. Mereka masih bisa terus mengganti suplai cairan tubuhnya yang hilang terperas oleh panasnya musim summer atau lembabnya udara yang sangat. Namun bagi sebagian mereka yang kebanyakan dari pakistan adalah penganut muslim yang taat. Meraka harus berjuang extra agar puasa mereka bisa berjalan sampai saat berbuka.

Ini bisa menjadi pelajaran bagi kita yang bekerja di dalam ruangan yang berpendingin. Menjadikan hal ini sebagai satu hal untuk membangkitkan kepedulian kita kepada kaum yang kurang mampu atau kaum yang lebih susah dari kita sekarang. Tentu nasib mereka masih lebih baik dibanding dengan kawan-kawan mereka yang masih menganggur di negara mereka atau di negara-negara lain yang bernasib sama. Negara yang masih berkembang, berjuang mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan.

Beralih dari keprihatinan saudara-saudara kita yang bekerja dibawah teriknya mentari gulf country. Ada beberapa kisah-kisah ramadhan di qatar yang mungkin bisa dijadikan contoh oleh negara lain yang belum menerapkannya. Pertama adalah mengenai jam kerja. Sudah menjadi aturan pemerintah negeri yang kaya minyak dan gas ini, bahwa setiap memasuki bulan ramadhan maka jam kerja para karyawan hanyalah 5 jam per hari, lebih dari itu maka akan dibayar lembur atau overtime. Ya mungkin hal ini nantinya bisa menggantikan THR seperti layaknya kita dapat di Indonesia.

Kisah lainnya yaitu betapa negara Qatar ini menghormati bulan ramadhan. Dibawah komando Awqaf (departemen agama-nya Qatar), menjadi aturan yang lazim bahwa sehabis azan maghrib akan diberikan jeda waktu sekira 15 menit untuk berbuka puasa sebelum nantinya didirikan sholat berjamaah di masjid-masjid seluruh qatar. Dari kota sampai pelosok negeri ini. Hal ini memberikan keleluasan umat islam yang berpuasa menikmati menu berbuka puasa.

Berbicara mengenai berbuka puasa di qatar ini. Saya yang tinggal di komplek perumahan karyawan perusahaan,mempunyai kebiasaan berbuka puasa bersama di beranda masjid. Menu buka puasa-pun sesuai apa yang disunnahkan Rasulullah SAW yaitu kurma. Atas kerelaan dari saudara-saudara kita sesama muslim di Dukhan (nama tempat saya tinggal, ada korma, air mineral, goreng2an (terong berbungkus terigu, wortel berbungkus terigu) irisan buah semangka atau melon, soup ala india, agar-agar ala indonesia, dan beberapa makanan ringan atau pembuka lainnya. Beberapa menit sebelum azan maghrib ada seorang berkebangsaan srilanka rela menyiapkan semuanya.

Digelarnya plastik panjang diatas karpet masjid kemudian disiapkan menu berbuka tadi. Sesaat kemudian banyak kulihat jamaah yang akan berbuka puasa bersama sebagian besar Indonesia. Kemudian kami duduk mengelilingi menu yang sudah disiapkan ini berdampingan dengan jamaah dari negara lain seperti oman, india, mesir, sudan, nigeria dan lainnya. Sungguh serasa nikmat berpuasa di negeri muslim ini.

Masih menyambung dengan kebiasaan berbuka puasa bersama selama ramadhan. Setiap tahunnya dari pihak pemerintah juga akan mendirikan tenda-tenda buka puasa bersama dibeberapa tempat diseleuruh negeri. Tenda-tenda ini dibeut dengan Tenda Ifthar and Lesson. Walaupun tenda namun dilengkapi dengan mesin pendingin ruangan. Sehingga memberikan kenyamanan bagi jamaah yang berbuka. Seperti tahun ini tepat tanggal 20 Agustus diadakan buka bersama komunitas Indonesia dan Srilanka di AL Ahli sports Hall di Doha. Acara ini diprakarsai oleh Syeikh Thani Foundation. Sebagai satu ajang mempererat tali silaturahmi antara pemerintah dan warganya. Dan demi menggelorakan syiar islam.

Disisi lain tentang penentuan awal ramadhan. Kalau di Indonesia, awal ramadhan akan diumumkan oleh Departemen Agama RI dan disiarkan melalui televisi atau media elektronik lainnya beberapa saat setelah dilakukan sidang Itsbat. Kalau di negeri Oryx ini, dari Awqaf akan menyampaikan pesan langsung kepada para Imam Masjid seluruh Qatar melalui SMS beberapa saat setelah sholat Isya. Kalau memang esok hari-nya awal puasa, maka diwaktu ba'da sholat isya akan ada pesan singkat dari Awqaf yang isinya diterjemahkan kurang lebih demikian. Marhaban ya ramadhan.Alhamdulilah kita sudah memasuki bulan ramadhan. Bulan yang mulia dan bulan yang barokah. Maka kita akan mulai tarawih malam ini. Kemudian sang Imam akan menyampaikan pesan selamat kepada para jamaah karena telah memasuki bulan suci ini.Ramadhan kareem, Ramadhan Mubarak.

Hal lainnya yang menjadi spesial seputar ramadhan di qatar adalah mengenai perubahan aktifitas sehari-hari. Hari-hari diluar bulan ramadhan menjadi suatu yang biasa ketika siang menjadi ramai ketimbang malam hari. Namun ketika ramadhan datang, maka siang hari di negeri ini menjadi tidak begitu ramai atau boleh dibilang sepi. Kebanyakan kita disini akan banyak keluar sehabis berbuka hingga dini hari. Boleh dibilang siang jadi malam dan malam pun jadi siang.Mall-mall pun buka sampai jam 2 dini hari. Kendaraan berseliweran di jalanan khusunya memasuki waktu ba'da shalat tarawih. Suasana lalu lintas menjadi sangat padat. Terutama di pusat-pusat perbelanjaan.

Demikian sedikit kisah ramadhan di qatar. Semoga memberikan inspirasi ramadhan. Menjadikan diri kita semakin bertaqwa. Semakin mensyukuri nikmat yang telah diberikan-Nya. Semoga pula kita masih dipertemukan dengan ramadhan tahun depan.
Sekali lagi ramadhan kareem ramadhan mubarak.Kullu wantum bikhoir.