Tuesday, January 05, 2016

#TWC2016 PETUALANGAN BERMULA DARI SEMARANG

RS Kariadi 2001 (Photo credit by Wikimapia)

Serasa baru kemarin menuliskan sebuah mimpi bisa menulis kisah perjalanan hidup saya dengan hashtag #TuesdayWritingChallenge2016, yang kemudian saya singkat menjadi #TWC2016. Waktu berjalan begitu cepat. Hadirnya media maya memang punya andil besar dalam 'mempercepat' bergulirnya waktu.

Selasa kali ini saya akan menceritakan tentang awal mula petualangan hidup sebagai praktisi prehospital. Sepuluh bulan pelatihan di Balai Diklat RSUP Kariadi sudah berakhir. Ada tiga kelas yang ikut program. Masing-masing kelas ada sekitar 40 orang, jadi totalnya 120.

Dari awal masa pelatihan kami yang datang dari berbagai penjuru Jawa Tengah sudah diberikan motivasi luar biasa bahwa pada masa atau di akhir masa pelatihan nanti akan ada seleksi perawat untuk diberangkatkan ke Luar Negeri. Pelatihan dibawah tanggung jawab Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah ini punya judul -Sertifikasi Perawat Profesional untuk ke Luar Negeri-. 

Membaca judulnya, saya dan rekan saya, Ria Budi sampai terkesima. Kami berdua yang masih bekerja sebagai karyawan honor di Rumah Sakit milik pemerintah Purbalingga pun bimbang. Kami dihadapkan pada dua pilihan, antara melanjutkan kerja sebagai tenaga Non-PNS atau memilih mengikuti pelatihan di Semarang. 

Singkat cerita, setelah mengikuti seleksi di Poltekkese Kemenkes Semarang, kami berdua yang lulusan Diploma Tiga Keperawatan kelas akselerasi lulus seleksi. Kami mampu lulus dan bergabung dengan anak-anak fresh graduate dari berbagai kampus di Jawa Tengah. Bahkan kompetitor masa seleksi masuk yang notabene dari kampus negeri pun tidak bisa bergabung dengan pelatihan karena mereka tidak lulus ujian masuk.

Pelatihan berjalan selama 10 bulan. Di masa tiga bulan pertama kami tinggal di Asrama Diklat (yang saat ini sudah dibangun menjadi Paviliun Garuda RSUP Kariadi). Tinggal di sebuah bangunan yang sudah berumur. Anak-anak laki-laki tinggal dilantai bawah, sementara anak-anak perempuan tinggal di lantai atas. 

Di waktu pagi, anak-anak 'dipekerjakan' di berbagai ruangan di RSUP Kariadi. Kami bukanlah praktikan mahasiswa karena kami tidak lagi sekolah. Kami sudah lulus kuliah. Walaupun kerja di ruangan, namun status kami pun tidak begitu jelas. Kami karyawan bukan, mahasiswa juga bukan. Karyawan RSUP Kariadi menyebut kami dengan panggilan -Adik sertifikasi-. Terdengar aneh memang, tapi itulah lakon kami waktu itu.

Dari satu ruang ke ruang lainnya. Mengenal berbagai macam karakter karywan, ruangan dan pasien.Banyak pengalaman hidup yang saya dapat. Karena pengalaman hidup itu tak melulu yang enak-enak saja. Terkadang kita dihadapkan pada kondisi-kondisi yang tidak sesuai dengan keinginan hati. 

Di sore harinya, para pengajar dari kampus Poltekkes, Dinkes Propinsi atau Karyawan RSUP Kariadi yang ditunjuk datang mendidik dan melatih. Berbagai macam topik yang diajarkan. 

Tiga dosen yang masih kami ingat adalah Pak Jayadi, Pak Budiana dan Ibu Meidiana.  

Pak Jayadi adalah mantan perawat yang bekerja di Luar Negeri. Beliau sudah banyak menimba pengalaman di luar negeri. Namun yang berbeda waktu itu adalah beliau tak lagi menjadi seorang perawat, melainkan beliau bekerja sebagai tenaga keuangan di RS. Tapi tak perlu ragu dengan kapabilitasnya dalam berbagi pengalaman. 

Topik andalan beliau adalah tentang English Nursing. Beliau mengajarkan tentang rutinitas perawat ketika bekerja di luar negeri. Ada istilah Kardek dan Shift endorsement. Itu dua istilah yang masih saya ingat. Beliau memberi contoh tentang cara-cara penulisan laporan atau operan shift dengan bahasa inggris. 

Dosen kedua yang masih menempel di kepala saya adalah Ibu Meidiana. Beliau waktu itu menjadi dosen di Poltekkes Semarang. Saya tidak ingat banget topik yang beliau ajarkan, namun saya ingat sekali dengan beliau. Saat ini beliau menjadi salah satu dosen Fakultas Keperawatan di Universitas Diponegoro. 

Dosen ketiga yang tak pernah saya lupa namanya adalah Mr. Budiana. Seorang guru bahasa inggris dari sebuah Universitas Swasta di Semarang. Beliau sudah berumur kala itu. Semoga beliau masih sehat. Gaya mengajar yang sangat enak diterima. Satu yang masih membekas di benak saya adalah ketika kami diajak belajar di laboratorium bahasa. 

Sebelum pelajaran dimulai, beliau membagi kertas yang sudah ada bait-bait lagu berbahasa inggris. Ada sebagian teks yang memang sengaja dikosongkan. Beliaupun memberikan arahan, bahwa hari itu kami diajak mendengarkan musik berbahasa inggris bersama-sama. Sangat rileks. Pak Budiana meminta kami para siswa untuk mengisi kolom-kolom kalimat yang masih kosong. More Than Words, inilah salah satu lagu yang dinyanyikan oleh West Life dan menjadi lagu yang diputar Pak Budiana untuk kami dengarkan. It was a great lesson for us! Thanks Mr. Budiana.

Tiga bulan perdana berlalu, 7 bulan sisanya kami harus mencari kost-kostan sendiri. Kami pun beramai-ramai mencari kost-kost an. Masuk ke gang-gang sempit di seputaran Kali Sari. Kamar sempit bukan menjadi masalah bagi kami. Yang terpenting adalah bisa beristirahat dan harga terjangkau. Maklum lah sudah tidak bekerja lagi dan tidak memiliki gaji.

Kita sambung minggu depan ya....sampai jumpa di Kali Sari lagi :)

Dukhan, 5 Januari 2016



Friday, January 01, 2016

#TWC2016 MY DREAM THIS YEAR


I Have a Dream

Qatar | Tak terasa sudah 7 tahun saya bekerja dan hidup di Qatar. Banyak kisah. Banyak cerita. Walau tak semuanya bisa dituangkan ke dalam sebuah tulisan.

Memasuki hari pertama di tahun 2016, Saya mempunyai sebuah impian untuk bisa menuliskan pengalaman hidup ini. Pengalaman menjadi seorang perantau. Khususnya sebagai seorang perawat di bidang industri.

Kisah hidup yang mulai saya tapaki di akhir tahun 2002. Kehidupan paska paska 10 bulan mengikuti pendidikan dan pelatihan sertifikasi perawat profesional di Kota Semarang. Pelatihan yang seharusnya mewujudkan impian saya untuk bisa bekerja ke luar negeri. Namun apa mau dikata, ternyata impian saya bisa bekerja ke luar negeri tak bisa terwujud di akhir masa pelatihan itu.

Namun dari situlah kisah perantauan saya bermula. Tak tau apa kisahnya jikalau di tahun 2001 saya tidak memutuskan berhenti bekerja sebagai tenaga honorer di sebuah rumah sakit pemerintah di Kota Purbalingga.

Itulah tulisan takdir barangkali. Hanya Allah lah yang Maha Tahu segalanya. Manusia hanya sebatas berusaha sebaik-baiknya agar takdir itu bisa menjadi takdir yang baik. Di dunia dan di akhirat.

Sore hari di pertengahan musim dingin 2015-2016 ini menjadi saksi akan mimpi saya bisa menuliskan kisah-kisah perjalanan dari Kota Semarang hingga Kota Doha.

Untuk menjadi jadwal menulis yang teratur, saya menargetkan menulis di setiap hari selasa. Hari dimana saya dulu dilahirkan dari rahim seorang ibu yang saya sayangi dan hormati. Maka saya namai impian saya dengan hashtag #TuesdayWritingChallenge2016.

Semoga Allah SWT meridhoi impian saya ini. Semoga tulisan-tulisan saya nantinya bisa memberikan manfaat bagi sebanyak-banyak umat manusia. Semoga juga bisa diterbitkan menjadi sebuah buku di kemudian hari. Aaamiin.

Dukhan, 01 Januari 2016 jam 16:52

#TWC2016

Saturday, July 04, 2015

Karya Nasywa & Nadira Ketika Liburan ke Qatar

Sekedar mengkoleksi karya anak2 ketika mereka liburan ke Qatar bulan Desember 2014 hingga Januari 2015. Sebuah karya tulus anak-anak dalam mengekspresikan karya ke dalam sebuah tulisan dan gambar. Karya yang masih sangat lugu dan tulus.

Wednesday, May 13, 2015

Singkong 1 Kg, Harga 17 Ribuan!


Sewaktu kecil hingga lulus SMP tinggal bersama orangtua. Tinggal di kampung dengan suasana yang sangat asri.

Burung berkicau di antara dahan pohon. Tak ada yang usil menangkapnya. Kalaupun ada pakai ketapel ala mainan anak-anak.

Rumah penduduk masih sangat jarang. Hijau disana sini, udara sangat segar, apalagi kalo habis turun hujan.

Tak seperti sekarang, walaupun masih banyak hehijauan, namun jumlah rumah kian padat. Udarapun tak sesegar dulu. Bahkan sudah semakin panas.
Lalu lalang kendaraan bermotor seolah tak ada hentinya, siang dan malam. 

Jalan yang dulunya berlumpur di kala hujan, kini sudah di aspal.
Lampu teplok dan petromak sebagai penerang malam, kini sudah tergantikan dengan nyala listrik, walau terkadang mati karena giliran.

Pemirsa, tinggal lebih dari 6 tahun di luar negeri terkadang kangen dengan panganan kampung. Singkong, produk pedesaan yang kaya karbohidrat. Harganya pun tak mahal.

Ketika masih di kampung bersama orang tua, Bapak yang jadi PNS golongan satu kala itu, sering menjadikan singkong bakar sebagai menu sarapan pagi.
Tinggal ke kebon sebelah rumah, cabut singkong, dan dibakar.

Singkong yang baru dicabut, dibersihkan dari tanah-tanah yang menempel, lalu dicemplungkan ke lobang tungku.

Untuk urusan masak-memasak, orangtua kami menggunakan tungku yang terbuat dari tumpukan batu bata. Tumpukan batu direkatkan dengan adonan tanah, tanpa semen. Maklum lah semen kan mahal.

Tungku dibuat tiga lubang. Lubang depan untuk kayu bakar, lubang atas untuk tempat wajan dan panci. Untuk menanak nasi, membuat sayur, menggoreng dan merebus air.

Nah, tepat dibawah panci perebus air di tungku bagian belakang, biasanya Bapak menaruh singkong untuk dibakar. Tinggal mengatur kayu bakar agar membara, maka arus panasnya akan menjadikan singkong terbakar sempurna.
Proses menanak nasi, merebus air, memasak sayuran, atau menggoreng mendoan tetap berjalan, disaat semuanya matang, singkong bakar pun siap disantap.

Walau mengandung karbohidrat, terkadang singkong dijadikan teman sarapan pagi. Jadi menu karbodihrat, lauknya karbohidrat. Terkadang nggak perlu sarapan nasi karena perut sudah penuh dengan sarapan singkong bakar.

Harga singkong di tanah air mungkin masih murah ya. Gak tau berapa harganya sekarang. Tapi dari berlimpahnya singkong di Indonesia, tak pernah saya jumpai satu irispun singkong asal Indonesia.

Yang sering tersedia, singkong impor dari Kerala, India. Minggu lalu, saya beli paket promosi. 3 bungkus isi 2,250 gram. Harganya 11 Qatar Riyal. Dengan kurs 3500 rupiah per riyal, maka harganya sekitar 17,100 rupiah per kilonya.
Gimana dengan harga singkong di Indonesia, Saya yakin jauh lebih murah!

Dukhan, 13 Mei 2015

#EdisiKangenSingkongBakar
#CintailahProdukDalamNegeri

Sunday, August 03, 2014

Buku Fenomenal Abad 21

Membaca buku bagi banyak orang bisa bikin ngantuk. Bahkan saking gampangnya berefek ngantuk, ada sebagian orang yang menjadikan buku sebagai sarana untuk pengantar tidur.

Sekitar 7 tahun lalu muncullah sebuah buku yang sangat fenomenal. Buku dengan tampilan berbeda dibanding buku-buku pada umumnya. Buku yang bisa dibaca kapan saja dan dimana saja.


Buku ini isinya macam-macam dan sangat gampang diakses. Di rumah, di kantor, di mall, di kebun, di sawah bahkan ketika pesawat mau boarding aja buku ini nempel terus sama penggemarnya.


Dari satu atau dua kalimat isinya, artikel yang panjang kalimatnya hingga sekedar link artikel tersedia.


Yang positif ada, yang negatif juga banyak.


Yang kalem-kalem ada, yang selfie-selfie jangan ditanya berapa banyaknya!


Yang video pendek banyak, yang link video dengan durasi panjang buanyak lagi jumlahnya!


Yang muda dibikin mabuk kepayang, yang tua dibikin kecanduan.


Yang ilmuwan, teknokrat hingga presiden juga gemar membaca buku yang satu ini.


Yang suka dagang, yang suka jualan, gemar sekali memiliki buku ini.


Yang seneng kehidupan sosial di masyarakat, banyak sekali grup-grup yang digerakkan melalui buku ini.


Dari mulai bangun tidur hingga beranjak ke tempar tidur, buku ini seolah membuat terlena siapa saja. Daya magisnya ngalah-ngalahi segalanya!


Yang mau ke sekolah, yang mau ujian, yang mau wisuda, yang lagi nyari kerja hingga yang nginfokan lowongan kerja semua ada.


Yang suka ria hingga duka cita semua dibagi dibuku ini. Seolah tak ada rahasia diantara kita.


Jarak bukan menjadi penghalang. Kalau pingin tau kabar kawan, terkadang nggak perlu telpon atau sms dulu, simplenya, buka aja update statusnya!


Dari yang dilautan hingga puncak gunung sekalipun, selagi ada sinyal yang bisa menghubungkan ke buku ini, maka semua informasi dapat dibagi dan dicari.


Dari urusan politik, ekonomi, sosial budaya, hingga agama, semua ada disini.


Bahkan untuk urusan dengan Tuhan saja banyak memakai buku maya ini sebagai medianya. Yang manusia biasa hingga para ulama banyak berharap di-amin-kan doanya.


Udah dulu yaa!


Kalau mau ditulis semua,bisa jadi kolom ini nggak muat karena hampir semua aspek kehidupan di jaman ini sedang dimabuk kepayang dengan hadirnya buku berlogo warna biru.


Mau tau jawabannya?


Yes! Buku yang dimaksud adalah buku yang sering dibuat utk ngupdate status, ngeLike & ngomentari. Inilah dia bukunya, FaceBook!


Enjoy your day!


Dukhan, 1 Agustus 2014

New month, new spirit!

Mudik, Tradisi Mahal Yang Dikangeni

Masjid Khatiya - Qatar @sugengbralink 2014


Ramadan belum lagi tiba, orang-orang muslim Indonesia sudah disibukkan memesan tiket transport untuk libur lebaran nanti. 90 hari sebelum hari H, PT.KAI sebagai penyedia layanan publik Kereta Api sudah membuka lapaknya. Dari counter yg online maupun offline.

Website penyedia jasa booking hotel, paket liburan, tiket pesawat, tiket kereta mulai dibanjiri peminat jauh-jauh hari sebelum hari raya tiba.

Yang di dalam negeri hingga diplomat dan TKI di luar negeri ramai-ramai berburu tiket agar bisa menikmati ramainya hari raya di kampung halaman. Tingginya harga tiket seolah tak pernah menjadi soal bagi para pemudik. Harga tiket yang mahal dianggap sebagai ongkos yang harus dibayar di momen istimewa setahun sekali ini.

Bukan hanya harga transportasi yang naik tuslahnya, harga-harga barang kebutuhan pokok juga ikutan naik. Ketika memasuki ramadan, harga barang mulai naik. Harga-harga makin meroket ketika lebaran semakin mendekat.

Hari-hari terakhir bulan ramadan seharusnya digunakan sebagai hari-hari peningkatan amal ibadah. Hari-hari terakhir ramadan seharusnya digunakan untuk I'tikaf, malahan banyak umat yang sangat disibukkan dengan belanja berbagai macam kebutuhan. Beli baju baru, parcel, kue lebaran, pengecatan rumah dan segala pernak pernik menyambut hari raya idul fitri.

Tak peduli banyaknya uang yang dikeluarkan. Tak peduli macetnya jalanan. Masing-masing sibuk demi penyambutan libur lebaran. Tabungan terkuras tak menjadi soal.

Transportasi darat, laut dan udara sibuk semuanya. Semua dipadati penumpang. Bangku penumpang yang biasanya nggak penuh di hari-hari biasa, saat H-7 mulai dipenuhi penumpang. Jam penerbangan kadang tertunda karena saking ramainya lalu lintas udara.

Mahalnya biaya mudik tak ada yang pernah peduli. Boleh saya bilang bahwa semua meng-amini kalau mudik itu asyik. Mudik itu unik. Mahal tak pernah jadi soal. Yang penting bisa ketemu keluarga, sanak saudara dan tetangga. Bahkan bisa ketemu teman lama.

Indonesia dengan penduduk 240 jutaan saat ini adalah negara yang mempunyai tradisi mudik. Tradisi yang nggak tau kapan bermulanya.

Haruskah silaturahmi keluarga dilakukan hanya di bulan syawal?
Haruskah mengeluarkan ongkos yang mahal hanya untuk mudik?
Tidakkah hari lain untuk saling bermaafan, ketemu keluarga, sanak saudara dan tetangga ?
Haruskah menghabiskan waktu dan bahan bakar berliter-liter ditengah jalanan yang super macet?

Pertanyaan-pertanyan diatas saya sampaikan bukan karena saya gak mudik tahun ini. Tapi sekedar perenungan tentang tradisi mudik yang sudah berlangsung lama di negeri kita. Silahkan dijawab dan dianalisa sendiri pertanyaan dan jawabannya.

Dukhan, 2 Agustus 2014
Nite shift DMC
@sugengbralink

Gus Mus 'Membaca Indonesia': Aku Masih Sangat Hafal Nyanyian Itu

Sumber: @diradio.net

AKU MASIH SANGAT HAFAL NYANYIAN ITU

Oleh: Mustofa Bisri

Aku masih sangat hafal nyanyian itu
Nyanyian kesayangan dan hafalan kita bersama
Sejak kita di sekolah rakyat

Kita berebut lebih dulu menyanyikannya
Ketika anak-anak disuruh  
Menyanyi di depan klas satu-persatu

Aku masih ingat betapa kita gembira
Saat guru kita mengajak
menyanyikan lagu itu
bersama-sama

Sudah lama sekali 
Pergaulan sudah tidak seakrab dulu
Masing-masing sudah terseret kepentingannya sendiri
Atau tersihir pesona dunia

Dan kau kini entah di mana
Tapi aku masih sangat
hafal nyanyian itu, sayang

Hari ini ingin sekali 
Aku menyanyikannya kembali Bersamamu

Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya

Indonesia sejak dulu kala
Selalu dipuja-puja bangsa

Di sana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda

Tempat berlindung di hari tua
Sampai akhir menutup mata

Aku merindukan rasa haru dan iba
Di tengah kobaran kebencian dan dendam
Serta maraknya rasa tega
Hingga kini 
Ada saja yang mengubah lirik lagu kesayangan kita itu
Dan menyanyikannya dengan nada sendu

Indonesia air mata kita
Bahagia menjadi nestapa

Indonesia kini tiba-tiba
Selalu dihina-hina bangsa

Di sana banyak orang lupa
Dibuai kepentingan dunia

Tempat bertarung merebut kuasa
Sampai entah kapan akhirnya

Sayang, dimanakah kini kau
Mungkinkah kita bisa menyanyi bersama lagi
Lagu kesayangan kita itu
Dengan akrab seperti dulu


Sumber tulisan melalui video dibawah ini.