Sewaktu kecil hingga lulus SMP tinggal bersama orangtua. Tinggal di kampung dengan suasana yang sangat asri.
Burung berkicau di antara dahan pohon. Tak ada yang usil menangkapnya. Kalaupun ada pakai ketapel ala mainan anak-anak.
Rumah penduduk masih sangat jarang. Hijau disana sini, udara sangat segar, apalagi kalo habis turun hujan.
Tak seperti sekarang, walaupun masih banyak hehijauan, namun jumlah rumah kian padat. Udarapun tak sesegar dulu. Bahkan sudah semakin panas.
Lalu lalang kendaraan bermotor seolah tak ada hentinya, siang dan malam.
Jalan yang dulunya berlumpur di kala hujan, kini sudah di aspal.
Lampu teplok dan petromak sebagai penerang malam, kini sudah tergantikan dengan nyala listrik, walau terkadang mati karena giliran.
Pemirsa, tinggal lebih dari 6 tahun di luar negeri terkadang kangen dengan panganan kampung. Singkong, produk pedesaan yang kaya karbohidrat. Harganya pun tak mahal.
Ketika masih di kampung bersama orang tua, Bapak yang jadi PNS golongan satu kala itu, sering menjadikan singkong bakar sebagai menu sarapan pagi.
Tinggal ke kebon sebelah rumah, cabut singkong, dan dibakar.
Singkong yang baru dicabut, dibersihkan dari tanah-tanah yang menempel, lalu dicemplungkan ke lobang tungku.
Untuk urusan masak-memasak, orangtua kami menggunakan tungku yang terbuat dari tumpukan batu bata. Tumpukan batu direkatkan dengan adonan tanah, tanpa semen. Maklum lah semen kan mahal.
Tungku dibuat tiga lubang. Lubang depan untuk kayu bakar, lubang atas untuk tempat wajan dan panci. Untuk menanak nasi, membuat sayur, menggoreng dan merebus air.
Nah, tepat dibawah panci perebus air di tungku bagian belakang, biasanya Bapak menaruh singkong untuk dibakar. Tinggal mengatur kayu bakar agar membara, maka arus panasnya akan menjadikan singkong terbakar sempurna.
Proses menanak nasi, merebus air, memasak sayuran, atau menggoreng mendoan tetap berjalan, disaat semuanya matang, singkong bakar pun siap disantap.
Walau mengandung karbohidrat, terkadang singkong dijadikan teman sarapan pagi. Jadi menu karbodihrat, lauknya karbohidrat. Terkadang nggak perlu sarapan nasi karena perut sudah penuh dengan sarapan singkong bakar.
Harga singkong di tanah air mungkin masih murah ya. Gak tau berapa harganya sekarang. Tapi dari berlimpahnya singkong di Indonesia, tak pernah saya jumpai satu irispun singkong asal Indonesia.
Yang sering tersedia, singkong impor dari Kerala, India. Minggu lalu, saya beli paket promosi. 3 bungkus isi 2,250 gram. Harganya 11 Qatar Riyal. Dengan kurs 3500 rupiah per riyal, maka harganya sekitar 17,100 rupiah per kilonya.
Gimana dengan harga singkong di Indonesia, Saya yakin jauh lebih murah!
Dukhan, 13 Mei 2015
#EdisiKangenSingkongBakar
#CintailahProdukDalamNegeri
#CintailahProdukDalamNegeri
No comments:
Post a Comment