Friday, January 01, 2016

#TWC2016 MY DREAM THIS YEAR


I Have a Dream

Qatar | Tak terasa sudah 7 tahun saya bekerja dan hidup di Qatar. Banyak kisah. Banyak cerita. Walau tak semuanya bisa dituangkan ke dalam sebuah tulisan.

Memasuki hari pertama di tahun 2016, Saya mempunyai sebuah impian untuk bisa menuliskan pengalaman hidup ini. Pengalaman menjadi seorang perantau. Khususnya sebagai seorang perawat di bidang industri.

Kisah hidup yang mulai saya tapaki di akhir tahun 2002. Kehidupan paska paska 10 bulan mengikuti pendidikan dan pelatihan sertifikasi perawat profesional di Kota Semarang. Pelatihan yang seharusnya mewujudkan impian saya untuk bisa bekerja ke luar negeri. Namun apa mau dikata, ternyata impian saya bisa bekerja ke luar negeri tak bisa terwujud di akhir masa pelatihan itu.

Namun dari situlah kisah perantauan saya bermula. Tak tau apa kisahnya jikalau di tahun 2001 saya tidak memutuskan berhenti bekerja sebagai tenaga honorer di sebuah rumah sakit pemerintah di Kota Purbalingga.

Itulah tulisan takdir barangkali. Hanya Allah lah yang Maha Tahu segalanya. Manusia hanya sebatas berusaha sebaik-baiknya agar takdir itu bisa menjadi takdir yang baik. Di dunia dan di akhirat.

Sore hari di pertengahan musim dingin 2015-2016 ini menjadi saksi akan mimpi saya bisa menuliskan kisah-kisah perjalanan dari Kota Semarang hingga Kota Doha.

Untuk menjadi jadwal menulis yang teratur, saya menargetkan menulis di setiap hari selasa. Hari dimana saya dulu dilahirkan dari rahim seorang ibu yang saya sayangi dan hormati. Maka saya namai impian saya dengan hashtag #TuesdayWritingChallenge2016.

Semoga Allah SWT meridhoi impian saya ini. Semoga tulisan-tulisan saya nantinya bisa memberikan manfaat bagi sebanyak-banyak umat manusia. Semoga juga bisa diterbitkan menjadi sebuah buku di kemudian hari. Aaamiin.

Dukhan, 01 Januari 2016 jam 16:52

#TWC2016

Saturday, July 04, 2015

Karya Nasywa & Nadira Ketika Liburan ke Qatar

Sekedar mengkoleksi karya anak2 ketika mereka liburan ke Qatar bulan Desember 2014 hingga Januari 2015. Sebuah karya tulus anak-anak dalam mengekspresikan karya ke dalam sebuah tulisan dan gambar. Karya yang masih sangat lugu dan tulus.

Wednesday, May 13, 2015

Singkong 1 Kg, Harga 17 Ribuan!


Sewaktu kecil hingga lulus SMP tinggal bersama orangtua. Tinggal di kampung dengan suasana yang sangat asri.

Burung berkicau di antara dahan pohon. Tak ada yang usil menangkapnya. Kalaupun ada pakai ketapel ala mainan anak-anak.

Rumah penduduk masih sangat jarang. Hijau disana sini, udara sangat segar, apalagi kalo habis turun hujan.

Tak seperti sekarang, walaupun masih banyak hehijauan, namun jumlah rumah kian padat. Udarapun tak sesegar dulu. Bahkan sudah semakin panas.
Lalu lalang kendaraan bermotor seolah tak ada hentinya, siang dan malam. 

Jalan yang dulunya berlumpur di kala hujan, kini sudah di aspal.
Lampu teplok dan petromak sebagai penerang malam, kini sudah tergantikan dengan nyala listrik, walau terkadang mati karena giliran.

Pemirsa, tinggal lebih dari 6 tahun di luar negeri terkadang kangen dengan panganan kampung. Singkong, produk pedesaan yang kaya karbohidrat. Harganya pun tak mahal.

Ketika masih di kampung bersama orang tua, Bapak yang jadi PNS golongan satu kala itu, sering menjadikan singkong bakar sebagai menu sarapan pagi.
Tinggal ke kebon sebelah rumah, cabut singkong, dan dibakar.

Singkong yang baru dicabut, dibersihkan dari tanah-tanah yang menempel, lalu dicemplungkan ke lobang tungku.

Untuk urusan masak-memasak, orangtua kami menggunakan tungku yang terbuat dari tumpukan batu bata. Tumpukan batu direkatkan dengan adonan tanah, tanpa semen. Maklum lah semen kan mahal.

Tungku dibuat tiga lubang. Lubang depan untuk kayu bakar, lubang atas untuk tempat wajan dan panci. Untuk menanak nasi, membuat sayur, menggoreng dan merebus air.

Nah, tepat dibawah panci perebus air di tungku bagian belakang, biasanya Bapak menaruh singkong untuk dibakar. Tinggal mengatur kayu bakar agar membara, maka arus panasnya akan menjadikan singkong terbakar sempurna.
Proses menanak nasi, merebus air, memasak sayuran, atau menggoreng mendoan tetap berjalan, disaat semuanya matang, singkong bakar pun siap disantap.

Walau mengandung karbohidrat, terkadang singkong dijadikan teman sarapan pagi. Jadi menu karbodihrat, lauknya karbohidrat. Terkadang nggak perlu sarapan nasi karena perut sudah penuh dengan sarapan singkong bakar.

Harga singkong di tanah air mungkin masih murah ya. Gak tau berapa harganya sekarang. Tapi dari berlimpahnya singkong di Indonesia, tak pernah saya jumpai satu irispun singkong asal Indonesia.

Yang sering tersedia, singkong impor dari Kerala, India. Minggu lalu, saya beli paket promosi. 3 bungkus isi 2,250 gram. Harganya 11 Qatar Riyal. Dengan kurs 3500 rupiah per riyal, maka harganya sekitar 17,100 rupiah per kilonya.
Gimana dengan harga singkong di Indonesia, Saya yakin jauh lebih murah!

Dukhan, 13 Mei 2015

#EdisiKangenSingkongBakar
#CintailahProdukDalamNegeri