Wednesday, July 19, 2017

MUDIK LEBARAN DAN 6 BULAN USIA NADA

H-1 lebaran tepat dimana saya melakukan perjalanan mudik tahun 2017M/1438H. Mudik yang menempuh perjalanan sangat panjang. Lebih dari 7000 KM. dari Doha ke Purbalingga.

Cuti yang saya ambil selama 3 minggu. Sesuai jatah cuti tahunan dari perusahaan yang biasa saya ambil 2-3 kali setahun. Maklum lah nasib bujangan lokal yang harus rela berjauhan dengan istri dan anak-anak. Dibilang sebentar, ya memang begitu adanya.

Cuti lebaran kali ini menjadi cuti pertama saya berkumpul dengan putri kami yang ketiga. Nada Yanri Faiqatudzihni. Kami panggil Nada. Bayi mungil yang lahir tanggal 17 Desember tahun lalu. Lahir normal di RSUD Goeteng Purbalingga dengan partus normal pula. Kini, sudah tumbuh semakin besar. 6 bulan usianya. Makin lucu dan menggemaskan. Dengan segala tingkah polahnya.

Alhamdulillah, kedua putri kami yang pertama begitu perhatian dengan si kecil. Walau usianya masih 11 dan 8 tahun, namun mereka sangat senang momong. Bahkan Nadira yang baru 8 tahun begitu bersemangat menggendong kesana kemari. Diajaknya bermain bersama teman-temannya. Padahal berat Nada sudah 9 Kg.

Di usianya yang ke 6 bulan, Nada sudah bisa tengkurap. Banyak mengeluarkan suara ketika suasana hatinya sedang sangat gembira. Apalagi ketika diajak bercanda sama Nadira. Tertawanya begitu lepas. Seolah mengerti apa yang sedang diomongkan oleh Kakaknya.


Gerakan-gerakan anggota tubuhnya yang khas kali ini adalah menekuk kedua kakinya hingga memasukkan kedua jempol bahkan seluruh jari-jari kakinya ke mulut. Kemudian melakukan gerakan menutup mulut membentuk angka 8. Mulutnya menyembur, sampai air ludahnya bercucuran. Tertawa. Tersenyum. Sesekali tengkurap dengan posisi satu tangan yang masih sering terhimpit di bawah badannya.

Nada begitu gembira ketika dimandikan di bak mandi. Ketika posisi telentang, badannya tak lagi rileks seperti biasanya. Kedua kakinya ingin menjejakkan ke ujung bak. Kemudian ketika tengkurap, kedua tangannya berpegang erat di bak, sementara badannya lurus tak mau menempel di bak mandi. Kedua kakinya menempel kuat ke bak mandi bagian bawah. 

Ketika dipakaikan baju, terkadang menangis. Khususnya ketika sudah mengantuk, lapar atau haus. Minyak telon dan bedak bayi menjadi dua paduan sempurna setiap habis dimandikan. Sambil dilakukan pemijitan badan oleh ibunya tercinta. Pampers selalu dipakaikan setiap habis mandi. Ini untuk praktisnya saja. Biar gak bolak balik nyuci celana. Memang resikonya biaya beli pampers yang perlu merogoh kocek. Tapi alhamdulillah atas segala rejeki dariNya.

Libur lebaran tahun ini kami lebih banyak bersilaturahmi ke sanak keluarga dan handaitaulan, ketimbang jalan-jalan ke tempat wisata. Hal ini mengingat Nada yang masih mungil. Tapi namanya bayi, tetap saja cape juga. Lha wong yang dewasa saja, tetap saja merasakan cape setelah silaturahmi kesana kemari. Alhamdulillah kondisi kesehatan tetap fit dan nggak sampe ngedrop.

Di usianya yang keenam bulan ini, ketika ditinggal ibunya bekerja, kini ada Mba Dian yang berasal dari Gunung Wuled, Purbalingga yang setia momong. Semoga sabar ya mba ketika momong Nada. Ibunya senantiasa ninggali ASI di dalam botol kaca. Yang disimpan di freezer atau kulkas. Sehingga ketika Nada kehausan, Mba Dian tinggal menghangatkan ASI dan memberikan ke Nada menggunakan gelas khusus bayi. 

Walaupun postur tubuhnya ramping, tapi Mba Dian mampu menggendong Nada dalam waktu yang lama. Mba Dian baru akan menaruh Nada yang sedang tidur ketika benar-benar pulas.

Selain anjangsana untuk bersilaturahmi, kami sempatkan juga mengunjungi Pantai Menganti di Kebumen. Pantai yang indah. Pantai yang dikenal dengan The Hidden Paradise in Kebumen. Jaraknya hanya 60-an KM dari Purbalingga, namun jalur yang dilalui sangat menantang. Tanjakan, turunan dan kelokan menjadi sajian utama. Makanya kondisi mobil dan supir harus prima. Kalau tidak, maka resikonya kendaraan bisa mogok di jalan. 

Nada, abi dan ibu sangat bahagia dengan hadirmu. Kami senantiasa berdoa semoga kau tumbuh menjadi anak yang shaliha. Anak yang berbakti pada kedua orang tua. Taat kepada Allah Azza wajala dan menjadi pengikut Rasulullah SAW. Berguna bagi bangsa, negara dan agama islam yang rahmatan lil ‘alamien. 

Ditulis di Qatar, 19 Juli 2017
@sugengbralink

PANTAI INDRAYANTI NAN MEMPESONA DI SELATAN JAWA

Photo by +Sugeng Bralink 

Indonesia sebagai negara maritim sungguh kaya akan pesona pantainya. Dari ujung Aceh hingga Papua. Seolah tak pernah cukup waktu untuk mengeksplorasi keindahannya.
Memanfaatkan waktu liburan akhir tahun ini, kami sekeluarga menuju sebuah pantai yang terletak di kawasan Gunung Kidul, Yogyakarta.

Sabtu pagi 14 November 2015, berangkatlah kami sekeluarga menuju Pantai Pulang Syawal, yang bermula dari kawasan Jalan Gajah Mada Kota Yogyakarta.

Berbekal informasi dari beberapa blog ditemani Google Maps kami menuju ke Pantai yang kabarnya bersih dan mirip pantai kuta ini.

Selepas sarapan, kendaraan yang kami tumpangi menyusuri jalanan Kota Gudeg. Jalan raya yang didominasi jalan lurus dan rata. Sesekali berhenti menunggu antrian di lampu merah.

Memasuki wilayah Piyungan, nampak jelas di hadapan kami kawasan perbukitan. Kawasan yang nampak masih hijau ditengah cuaca yang masih belum banyak turun hujan.
Jalanan pun kian ramai. Kendaraan roda empat dan roda dua memenuhi jalanan.

Memasuki wilayah Gunung Kidul kami disuguhi pemandangan yang sangat indah. Kalau selama ini hanya tau Gunung Kidul dari buku pelajaran dan media internet, maka hari itu kami bisa melihat lebih dekat suasana Gunung Kidul yang kian asri.

Gunung Kidul yang dulunya gersang, kini nampak semakin asri dengan banyaknya pepohonan hijau yang tumbuh menjulang di sela-sela bukit batu dan kapur. Ada sengon, mahoni, dan aneka pohon lainnya.

Sesekali kita jumpai ladang pertanian yang ditumbuhi pohon-pohon kayu putih. Pohon yang diambil manfaatnya untuk pembuatan minyak kayu putih, yang sering kita pakai untuk anak-anak.

Perjalanan pagi itupun sangat lancar. Petunjuk peta google memang luar biasa. Opsi jarak terdekat yang ditawarkan memang seolah tak pernah salah. Efeknya terkadang kita diberi pilihan jalanan yang cenderung sepi.

Lebih dari satu jam perjalanan darat, kami sampai di pintu retribusi wisata pantai di Jalan Pantai Selatan Jawa.

Photo by +Sugeng Bralink 

Kendaraan yang kami tumpangi segera berhenti. Seorang petugas mendekati kami dan menginformasikan bahwa kami harus membayar retribusi wisata sebesar 10 ribu per orang.
Dengan 10 ribu yang sudah kami bayar, maka kami berhak menikmati pantai-pantai kepunyaan Gunung Kidul.

Tak jauh dari pintu retribusi, pantai pertamanya adalah Pantai Baron, dilanjutkan dengan Pantai Kukup, Pantai Sepanjang, Pantai Sanglen, Pantai Watu Kodok, Pantai Drini, Pantai Ngerumput, Pantai Krakal, Pantai Sadranan, Pantai Sundak, dan di ujung perjalanan sampailah kami di Pantai Pulang Sawal atau yang kini terkenal dengan nama Pantai Indrayanti.

Sampai di kawasan Indrayanti sekitar jam 9 pagi masih belum begitu ramai. Satu dua kendaraan yang terparkir.

Photo by +Sugeng Bralink 

Seorang tukang parkir dengan sabar memarkiri kendaraan yang kami tumpangi. Tak ada tiket parkir dan tak ada juga tiket masuk wisata.

Sepanjang tepian pantai berjejer cafe-cafe penjual makanan dan minuman. Cafe semi permanen bermaterial kayu dan bambu.

Diantara cafe-cafe itu ada satu cafe yang letaknya ditengah yaitu Indrayanti Cafe. Bermula dari nama cafe inilah yang menjadikan pantai pulang syawal dikenal dengan nama Indrayanti.

Mentari kian meninggi. Udara semakin hangat menembua kulit. Berjejer di tepi pantai tenda-tenda yang khusus disediakan untuk wisatawan dengan membayar uang sewa.

Ombak pantai Indrayanti begitu indah. Sama dengan keindahan ombak pantai-pantai selatan di wilayah lain di Indonesia.

Photo by +Sugeng Bralink 

Disisi kanan dan kiri terdapat bukit yang tak begitu tinggi. Bukit di sebelah kanan tak mengenakan tarif ketika menaiki bukit, mereka hanya menyediakan kotak bantuan sukarela saja. Sementara di bukit di sisi kiri, terdapat retribusi resmi. Setiap yang mau naik ke bukit di sisi kiri dikenakan tarif 2000 rupiah per kepala.

Menyusuri tangga demi tangga, akhirnya sampai juga di puncak bukit sebelah kiri. Woww!!! Luar biasa indahnya.

Lelahnya menaiki bukit terbayar sudah dengan panorama alam yang luar biasa. Kami dimanjakan dengan pesona laut selatan yang menakjubkan. Deburan demi deburan ombak nampak begitu jelas di hadapan kami. Maha Besar Alloh dengan segala CiptaanNya.

Di kawasan bukit sebelah kiri ini sebenarnya ada fasilitas flying fox, namun sepertinya sudah lama tak difungsikan. Tepat di balik bukit, juga terdapat kawasan wisata pantai, yang nampaknya sepi pengunjung. Wisatawan yang hadir seolah tersedot perhatiannya ke Indrayanti.

Hari semakin siang, ratusan orang mulai berdatangan. Menikmati suasana akhir pekan di pantai.
Jarum jam terus bergerak. Waktu zuhur hampir tiba. Kami pun segera menuruni bukit. Dan singgah di warung. Menikmati hidangan ala Gunung Kidul.

Es degan (kelapa muda) dengan es, hmmm segarrr!! Cukup 10 ribu. Beda harga dengan di Purbalingga, maklum lah, namanya juga tempat wisata.

Selepas jamak zuhur dan ashar, ki pun bergegas pulang. Bagi anda yang suka makanan laut, ada pedagang udang dan ikan goreng disitu. Harga bersahabat lah.

Bagi anda yang butuh menginap atau berencana menikmati sunrise atau sunset di Indrayanti, di kawasan ini juga tersedia guest house. Saya sempat nanya ke tukang parkir, tarifnya semalam sekitar 400 ribuan. Satu house cukuplah untuk satu keluarga kecil.
Exploring Indonesia is Always Amazing and Never End!

Dukhan, 5 Desember 2015
@sugengbralink 

JALAN-JALAN KE GOA PINDUL

Lagi bingung mau jalan-jalan kemana? Jika anda di sekitar Jogja, ada salah satu obyek wisata alam yang menarik, namanya Goa Pindul.

Untuk mencapai lokasi ini terbilang cukup mudah. Dengan kehadiran teknologi Google Maps, rasanya urusan perjalanan menjadi lebih mudah.

Dari Kota Jogja, kita memerlukan waktu sekitar 1 sampai 1.5 jam. Kondisi jalan raya sudah sangat bagus. Rambu-rambu penunjuk jalan sangat membantu selama dalam perjalanan.

Memasuki kawasan wisata Goa Pindul, terdapat banyak pilihan pemberi jasa layanan wisata. Tinggal pilih yang disuka.

Waktu itu, saya bersama keluarga (berempat) langsung menuju ke lokasi terujung. Karena efek google maps akhirnya kami diarahkan ke jalan yang cenderung sepi, walau konsekuensinya lewat jalan sempit. Alhamdulillah pengendara kendaraan roda dua (dua orang boncengan) mendekati kami.
Mereka tanya “Pak, mau ke Goa Pindul ya?”
Iya Mas, jawab saya.
Monggo dianter sampe lokasi pak, gratis kok!”

Dengan kearifan kota Gunung Kidul, kami mempercayai mereka berdua. Inshaa Alloh tak ada niat jahat dari keduanya.

Akhirnya kami mengikuti mereka, sampailah ke jalan yang lumayan lebar. Hingga di ujung perjalanan kami sampai ke pemberi jasa wisata Pindul yang paling ujung. Lokasinya tak begitu jauh ke Goa.

Kios-kios penjaja makanan, minuman, jajan dan keperluan basah-basah berjejer. Kamar mandi dan toilet tak ketinggalan. Nampak bersih dan rapi.

Untuk mengabadikan momen, penjaja kios menawarkan wadah handphone tahan air. Wadah ini sangat bermanfaat ketika anda menyusuri goa nantinya.

Tiket susur goa pindul dibandrol 35 ribu rupiah per orang. Sementara untuk paket Pindul River Rafting dibandrol 45 ribu rupiah saja. Setelah diskusi sama istri dan anak-anak, akhirnya kami beli keduanya. Info paket wisata lengkapnya, langsung cek ke TKP di GoaPindul.com
It’s adventure time!!!

Segeralah kami berkemas untuk menikmati petualangan menyusuri goa.
Koper kecil berisi pakaian ganti yang sudah kami siapkan, kami titipkan ke pos penjualan tiket, Gratis.

Seorang pemandu lengkap dengan life jacketnya mendatangi kami. Memberikan life jacket (jaket pelampung), untuk kami pakai.

Kami diajaknya berjalan untuk mengangkat ban dalam mobil ukuran jumbo yang sudah dipasang tali ditengahnya.

Akhirnya susur goa dimulai. Satu per satu menaiki ban dengan posisi duduk santai diatasnya. Kita diminta untuk saling memegang tali ban sebelahnya. Jadi berjajar memanjang. Pokoknya asyik deh!!
Pemandu dengan sangat detail menjelaskan bagian demi bagian dalam goa. Sambil sesekali diselingi guyonan yang renyah.

Goa pindul sendiri terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian terang, remang-remang dan gelap.
Tak terasa 45 menitan waktu berlalu, sampailah kami di ujung petualangan susur goa pindul. Terdapat kolam air yang bersih, pemandu pun siap membantu para pengunjung ketika turun dari ban.
Perjalanan selanjutnya adalah Pindul River Rafting. Kami diajaknya menaiki mobil bak terbuka yang sudah siap dengan ban-ban serupa tadi.

Seorang supir membawa kami menyusuri pedesaan Pindul. Rumah di kanan kiri jalan. Hingga kami sampai ke kawasan perkebunan yang ditanami kayu putih. Kayu yang dari daunnya diproduksi menjadi minyak kayu putih yang sering dipakai anak-anak ketika masih bayi.

Alhamdulillah, perjalanan sekitar 10 menitan, sampailah kami di landing zone untuk petualangan sungai Pindul.


Pemandu membantu kami satu per satu menuruni sungai kemudian naik ke atas ban yang sudah disiapkan. Berbeda dengan susur goa pindul, di titik awal kami langsung dilepas diatas ban satu per satu. Kebetulan juga sungainya lagi tak bearus kencang, maklum masih awal musim penghujan.
Anak kami yang masih kelas 1 SD yang tadinya takut air pun, enjoy banget disini.

Di musim saat ini disaat elevasi air masih rendah, kita bisa melihat keindahan dinding sungai pindul yang menakjubkan. Dinding batu alam yang terukir indah oleh gerusan air ketika musim penghujan. Subhanallah, Maha Suci Allah atas segala ciptaanNya yang begitu indah dan mempesona.
Sekitar 1 jam kami susuri sungai, hingga sampailah diujung perjalanan.

Mobil yang mengantar kami tadi sudah siap mengantar ke tempat semula.
Petualangan Pindul yang mengesankan, bahkan anak kami pingin ngajak balik lagi kesini.

Ditulis di Qatar, 12 Desember 2015

NGADEM DI LERENG SLAMET

Sudah hampir 20 tahun tak pernah saya kunjungi Gucci. Sebuah kawasan wisata air hangat di lereng gunung Slamet. Kawasan wisata yang sangat ramai, khususnya di akhir pekan.

Hawa udaranya memang sudah tak sedingin dulu. Namun jauh lebih segar ketimbang hawa udara perkotaan yang sudah dipenuhi polusi. Bukit kanan kiri menghiasi perjalanan menuju obyek wisata. Jam 11.30 siang waktu itu, nampak hehijauan hutan pinus sebagian masih berselimut kabut.
Melewati gerbang utama kawasan wisata,  berjejer pemondokan, home stay, motel hingga hotel. Beberapa hotel menyiagakan satu orang berdiri di depan hotelnya untuk menawarkan ke wisatawan yang sedang lewat.

Sepanjang jalan mendekati kawasan wisata dipenuhi dengan pedagang sayur-mayur dan buah-buahan. Manggis, alpokat, sirsak, pete, wortel, ganyong, welok, dan aneka hasil bumi lainnya. Masih segar dan tentunya harga bersahabat. Tersedia juga krupuk khas Tegal. Renyah dan gurih.
Di hari Minggu pagi, jalanan menuju kawasan parkir wisata penuh sesak. Mobil yang lewat harus rela bersabar. Jalanan penuh orang dan kendaraan.

Menurut saya, ada 3 tempat titik wisata yang bisa anda pilih. Pertama adalah kawasan pemandian air hangat Gucci. Lokasinya terbuka. Aliran air hangat dari sumber mata air pegunungan. Kanan kiri rimbun pepohonan. Dari tempat ini kita bisa menaiki perbukitan, dari sana kita bisa menikmati keindahan Gucci dari ketinggian.

Kemudian yang kedua adalah Wana Wisata Gucci. Letaknya tepat sebelum area parkir wisata Gucci. Tiket masuk ke wana wisata cukup 15 ribu per orang. Terdapat Villa untuk menginap.

Di kawasan ini kita bisa menikmati keindahan alam dengan menunggang kuda. Rute menunggang kuda dimulai dari kawasan pemandian air hangat berputar ke kampung Gucci, air terjun, wana wisata dan kembali lagi. Tarifnya 50 ribu per kuda yang bisa dinaiki satu dewasa dan satu anak.

Tempat pemandian ketiga yang nyaman adalah di Guci-ku waterboom. Tempat ini berada tak jauh dari gerbang pintu masuk Gucci. Sekitar 200 M kemudian belok kanan. Berjalan lurus menyusuri jalan yang menurun, menyeberang jembatann dan setelah 2 KM maka anda akan sampai di Guci-ku waterboom.

Di Guci-ku anda bisa menginap. Tersedia villa dan hotel. Namun jangan lupa booking dulu jauh-jauh hari. Bagi anda yang cuma pingin berenang dan berendam air hangat, juga bisa. Buka dari jam 06.30 dan tutup jam 22 malam.

Ditulis di Qatar, 30 Maret 2016
@sugengbralink

Tuesday, July 18, 2017

SURGA TERSEMBUNYI DI MENGANTI, KEBUMEN

The Hidden Paradise, begitu bunyi tulisan di papan nama di tepi Pantai Menganti, Kebumen, Jawa Tengah. Pantai menganti merupakan satu dari deretan -pantai indah di sepanjang laut selatan. Nama Menganti mungkin belum seterkenal Pantai Indrayanti yang indah dengan pasir pantai dan bukit batunya, namun namanya kian populer seiring maraknya sosial media. 

Photo by +Sugeng Bralink

Sebagai warga Jawa Tengah rasanya belum afdhol kalau belum mengunjungi keindahan yang satu ini. Semasa libur lebaran selama 3 minggu, akhirnya Aku luangkan waktu bersama keluarga untuk mengunjungi Surga Tersembunyi di Selatan Jawa ini. 

Perjalanan dimulai dari Rumahku Surgaku di Purbalingga. Pasukanpun lengkap, Istri, anak-anak dan Mertua. Bekal makan siang dengan menu opor ayam jawa sudah disiapkan oleh istri tercinta. Kamera dan Handycam tak ketinggalan dibawa untuk mengabadikan setiap momen dan peristiwa. Berangkat dari rumah sekitar jam sembilan pagi, ketika matahari sudah mulai meninggi. Tak lupa mampir ke pompa bensin Babakan untuk mengisi penuh tangki.

Menurut info dari kawan istriku dan hasil browsing di internet, sebelum bisa menikmati keindahan Menganti kita harus melalui jalan yang sangat menantang. Jalanan yang berkelok-kelok, menanjak dan menurun. Menurut hitungan Google Maps, jarak dari Purbalingga ke Menganti sepanjang 60,1 KM dengan jarak tempuh sekitar 1 jam 43 menit.

Alhamdulillah, jalanan sudah tak begitu ramai. Maklum arus balik lebaran sudah selesai minggu lalu. Prediksi arus lalu lintas di google maps dipenuhi warna biru. Sebuah pertanda kelancaran lalu lintas. Sebuah pertanda bahagia bagi pengguna jalan raya. Lagi-lagi, Google Maps menjadi teman setia perjalanan. Dengan setia, Mbah Google terus memandu perjalanan, jalan lurus, belok kanan atau belok kiri. Terus diberitahu. 

Dari Purbalingga, kendaraan kupacu melewati jalan raya utama Purbalingga – Sokaraja, dari Pertigaan Sokaraja, kemudian menyusuri Jalan Sokaraja – Banyumas. Sesampai di Pertigaan SMK (SMEA) Negeri Banyumas, kemudian lanjut ke Perempatan Buntu.

Nah, dari situ Aku lanjutkan menuju ke Arah Gombong. Hingga akhirnya ketemu pertigaan yang mengarahkan belok kiri ke Jatijajar. IKuti terus jalan hingga sampai ke Pantai Logending. Sebelum sampai ke Pantai Logending, di sepanjang jalan akan ada papan tanda menuju Pantai Menganti. 
Dari sisi pantai logending, kita akan memulai perjalanan yang menanjak, menurun dan berliku. Kanan kiri jalan dipenuhi pepohonan yang hijau dan rindang. Semakin membuat perjalanan kian nyaman. 

Kendaraan terus Aku pacu dengan kecepatan biasa saja. Sesekali menemui kendaraan roda dua yang berhenti di tanjakan karena tak kuat menanjak. Nah ini yang perlu menjadi kewaspadaan kita jika berkeinginan berwisata ke Pantai Menganti. Tak hanya itu, kendaraan roda empat pun terkadang tak kuat menanjak. Berhenti sesaat. Dan lanjut kembali setelah energi terkumpul.

Kurang lebih satu setengah jam, akhirnya kami sampai di Pintu Gerbang Wisata Pantai Menganti. Tarif masuknya hanya 10 ribu rupiah per kepala. Dengan tariff murah ini kita sudah mendapatkan akses masuk pengunjung, akses parkir kendaraan gratis dan akses naik angkutan (shuttle) dari tempat parkir menuju Bukit dan Jembatan Merah.

Beberapa kilometer sebelum sampai di Lokasi Parkir kendaraan, jalanan kian menanjak, menurun dan berkelok. Bahkan sekitar 1 KM terakhir, kita disuguhi turunan yang lumayan panjang. Yang nantinya akan menjadi tantangan tersendiri ketika balik dari Pantai ini.



Begitu kami berada di titik ketinggian, hujan turun. Kami sempat berujar, Wah gimana nih? Tapi kami yakin bahwa turunnya hujan adalah turunnya keberkahan dari langit. Keberkahan yang diturunkan oleh Allah Azza Wajala. Keberkahan yang selalu membawa kemanfaatan bagi bumi dan seisinya. 

Sebelum memasuki areal parkir, seorang petugas memandu kami. Petugas-petugas yang berjaga di areal wisata berasal dari Karang Taruna. Mereka berpenampilan menarik dan professional. Ramah, murah senyum dan sangat informatif. 

Seperti juga pantai-pantai lainnya, bangunan semi permanen berjajar di sepanjang sisi pantai. Penjual aneka makanan dan jajanan bagi pengunjung. Harganya nggak mahal kok. Bersahabat bagi pengunjung. Tersedia aneka makanan, diantaranya: Ikan bakar, sate, mendoan, pecel, kupat, soto, bakso, dan bermacam minuman dingin dan hangat. Tinggal pilih sesuai selera. Bagi yang mau rehat bersama keluarga, pedagang warung juga menyediakan tempat untuk lesehan santai.

Untuk urusan ibadah, tersedia Musholla di hampir setiap warung. Toilet-toilet yang bersih juga banyak. Melayani BAK, BAB dan Mandi. Tarif dari 2000 hingga 4000.

Kesan pertamanya, Masha Allah begitu indahnya Ciptaan Allah. Benar-benar sebuah surga yang tersembunyi. Hamparan laut nan luas. Deburan ombak yang terus bergerak tanpa henti. Diiringi dengan terpaan angin sepoi-sepoi. Disi sebelah timur, ratusan perahu nelayan bersandar. Tak jauh dari situ, ada pantai berpasir. Terdapat tenda-tenda yang dapat kita sewa untuk bersantai di tepi pantai. 

Photo by +Sugeng Bralink

Disisi sebelah barat, sepanjang pantai dihiasi dengan bebatuan yang cukup besar. Kita memang tak bisa berenang seperti di pantai-pantai lain, tapi kita bisa semakin mengagumi betapa luar biasa Maha Karya Sang Pencipta. Disana sini bisa kita lihat, orang-orang berfoto ria, berselfi bersama kawan dan keluarga. 

Kemudian di sisi utara, terdapat perbukitan yang tinggi menjulang. Bukit berbatu. Tepat disisi tempat parkir kendaraan dan Shuttle Terminal, terdapat tebing berbatu. Mereka namakan sebagai Tebing Keteb Bidadari. Disini menjadi satu spot foto dan selfi yang bagus.

Setelah menikmati suasana pantai, kami masuk ke sebuah warung untuk menikmati makan siang. Kami hanya membawa opor ayam kampung. Sebagai pelengkap, kami membeli mendoan dan kupat beserta minuman. Maka Nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?

Matahari kian condong ke sisi barat. Udara masih terasa panas. Aku, istri, si sulung dan anak kedua, menuju ke Terminal Angkutan. Sesampai disini, puluhan orang sudah mengantri untuk naik ke Shuttle (Mobil Pick Up – Bak terbuka) menuju ke areal perbukitan dan Jembatan Merah. Untuk naik angkutan ini tak perlu bayar. Sudah termasuk di dalam tariff masuk yang sepuluh ribu tadi. Satu pick up diisi oleh 16 orang yang bisa duduk dalam bangku-bangku kecil yang sengaja dibuat.

Dag dig dug juga ketika mobil pick up melewati tanjakan. Takut juga kalau-kalau kendaraan tak mampu melewati tanjakan yang tajam. Begitu pula ketika kendaraan melewati jalanan menurun. Tapi Alhamdulillah, pick up dan supirnya luar biasa. Walau menanjak dan menurun, tapi kami bisa diantar dengan aman, nyaman dan selamat sampai tujuan.

Bukit yang kami tuju namanya Bukit Sigatel. Aneh ya namanya. Bukitnya bagus-bagus kok namanya Gatel, hehehe. Tapi sudahlah, hanya sekedar nama. Tapi di areal bukit Sigatel anda akan disuguhi pemandangan alam yang luar biasa.

Dari areal parkir, saran kami anda langsung menuju ke Tugu Mercusuar. Nah dari situ, kita akan bisa melihat Debur Ombak Samudera Indonesia dari ketinggian. Di areal bukit sigatel terdapat gubug-gubug kecil untuk bersantai sambil melepas lelas dan menikmati keindahan alam yang ada. Pas musim lebaran kemarin sempat dikenakan tariff sewa 10 ribu, tapi pas kami kunjung kesana tak ada tariff sama sekali alias gratis. 

Photo by +Sugeng Bralink

Setelah puas menyusuri jalanan setapak di areal bukit, hingga sampai di batas zona aman, kami menuju ke Jembatan Merah. Jembatan ini adalah jembatan berwarna merah yang menyambungkan bukit sigatel dengan bukit batu. Di atas jembatan ini banyak orang berfoto dan berselfie ria. Nah Jembatan Merah menjadi spot terakhir kami sebelum akhirnya mengakhiri perjalanan dan mengantri pulang dengan angkutan pick up. 

Lelahnya perjalanan yang jauh dan ‘ketegangan’ sisi jalan yang penuh tanjakan, turunan dan kelokan terbayar sudah dengan pesona pantai menganti. Tarif super murah, layanan petugas yang ramah dan suasana alam yang luar biasa membuat kami berkeinginan untuk kembali lagi di kemudian hari. 

Ditulis di Qatar, 18 Juli 2017
@sugengbralink

DINAMIKA SOSMED: GROUP WHATSAPP

Sosial media (sosmed) kian hari kian populer. Keberadaanya semakin menjamur. Penyebarannya begitu viral. Penggunanya sudah tak mengenal kasta. Siapa saja bisa memakainya. Menggunakannya tanpa ada rasa sungkan dan malu-malu. Yang terkadang membuat orang tak bisa mengontrol dirinya.

Era demokrasi memberikan ruang seluas-luasnya bagi setiap orang untuk bebas berekspresi. Menyampaikan pendapat. Menyampaikan keluh kesah. Memberikan kritik. Dan aneka rupa ekspresi diri. Dari sekedar urusan remeh temeh sampai urusan yang sangat serius.

Bermacam sosmed bermunculan. Yang sangat populer saat ini diantaranya facebook, Instagram, whatsapp, twitter, dan lainnya. Satu produk sosmed yang seolah menggantikan fungsi SMS (short message services) adalah Whatsapp (biasa disebut WA). Keberadaanya kian tak terbendung. Hampir tiap orang yang punya HP, maka punya WA.



Grup demi grup WA bermunculan. Munculnya grup-grup WA dikarenakan banyak sebab. Bisa karena satu keluarga, satu komunitas, satu paguyuban, satu alumni, satu hobby atau kesamaan visi misi lainnya. Satu orang mungkin bisa punya lebih dari 10 grup WA. Semakin banyak peminatan maka semakin banyak grup WA yang dimiliki.

Sebuah komunitas di dunia nyata idealnya memiliki aturan-aturan yang harus ditaati. Ada batasan-batasan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota komunitas.

Misal saja komunitas yang tinggal di satu lingkup Rukun Tetangga (RT), akan banyak aturan-aturan yang mengikat warganya. Dari mulai urusan arisan, ronda malam, jimpitan, kematian, tengok menengok tetangga yang sakit, dan norma-norma kemasyarakatan lainnya. Bagi yang taat, tentu setiap warga akan memberikan respek, namun sebaliknya bagi yang melanggar, tentu akan ada hukuman.

Bagaimana dengan norma di sosmed, apakah sama? Menurut opini saya, sosmed seperti WA, adalah media berkomunikasi antar manusia tanpa harus bertatap muka di satu tempat yang sama. Keberadaannya memberikan kemudahan bagi umat manusia yang kini semakin sibuk dengan bermacam aktifitas harian.

Bermacam manfaat bisa diambil dari kemudahan komunikasi dengan grup WA. Bermacam informasi sebegitu cepatnya dibagikan. Dalam hitungan detik, informasi yang kita bagikan ke orang lain bisa kembali lagi ke kita. Share, share dan share. Begitu seterusnya. Saking mudahnya nge-share, bisa jadi begitu terima artikel, bagus judulnya, terus langsung dishare tanpa membaca keseluruhan isi artikel.

Walaupun tidak semua grup WA memiliki aturan, tapi saya yakin bahwa masing-masing grup menginginkan grup WA yang damai. Grup WA yang menjaga hubungan baik sesama anggota grup. Grup WA yang mampu menjadi penyambung tali silaturahmi antar anggota yang mungkin berjauhan tempatnya. Yang mungkin sangat sulit sekali untuk bertatap muka.

Menjadi suatu hal yang sangat disayangkan ketika ada anggota Grup WA yang memaksakan pendapat pribadinya tanpa mengindahkan aturan-aturan Grup yang sudah dibuat dan disepakati bersama. Terkadang sebagai manusia hanya mementingkan kepentingan pribadinya. Seolah pendapat pribadinyalah yang paling benar. Paling shohih. Yang lain dianggap salah. Yang lain dianggap tidak kekinian lah. Dan bermacam dalih lainnya, hingga tak mau mendengarkan pendapat orang lain.

Adanya Grup WA sudah barang tentu ada admin yang membuat dan mengatur sebuah Grup. Admin pulalah yang menginisiasi aturan-aturan dalam sebuah grup. Admin lah yang menjadi ‘Polisi’, ketika ada anggota yang melanggar aturan. Tetap mempertahankan atau mengeluarkan anggota dari Grup. 

Namun tidak semua admin bisa bersikap setegas Polisi. Ada juga admin yang bersifat ‘merasa tak enak’ ketika mau mengeluarkan anggota grup yang melanggar aturan. Termasuk diri saya. Yah mungkin saya termasuk admin WA yang tidak ideal. Saya masih mempunyai kekhawatiran ketika saya mengeluarkan seseorang dari Grup WA yang saya admini, akhirnya bisa memutus tali silaturahmi saya di dunia nyata.

Semuanya kembali ke pribadi masing-masing. Bagi saya, Grup WA layaknya sebuah komunitas di dunia nyata. Yang mana masing-masing anggota harus menjaga etika ketika memposting sesuatu, ketika berpendapat, ketika berkomentar atau sekedar memberikan reply dengan emoticon. Satu icon yang dikirim punya makna. Salah kirim icon bisa berakibat miskomunikasi. Apalagi dengan kiriman artikel dan komentar, tentu mempunyai makna yang lebih luas. 

Grup WA bagi saya adalah sebuah komunitas nyata yang harus dijaga betul persaudaraannya. Harapannya bahwa setiap artikel, komentar ataupun emoticon harus bisa mempersatukan bukan memecah belah kedamaian sebuah Grup.

Apa gunanya Grup WA jika hanya untuk saling berdebat tanpa ujung. Apa gunanya Grup WA jika memutus tali silaturahmi yang sudah terjalin. Apa gunanya Grup WA jika hanya menjauhkan yang sudah dekat. Apa gunanya Grup WA jika memutus tali silaturahmi dari tali persaudaraan yang kuat.

Ingat! Setiap yang dilakukan dari anggota tubuh kita akan dimintai pertanggungjawaban di hari perhitungan nanti. Termasuk perbuatan jari jemari kita ketika mengirim artikel, menulis komentar atau sekedar mengirimkan icon.

Wallohua’lam bisshowab. 

Qatar, 18 Juli 2017
@sugengbralink

Friday, July 22, 2016