Wednesday, July 19, 2017

MUDIK LEBARAN DAN 6 BULAN USIA NADA

H-1 lebaran tepat dimana saya melakukan perjalanan mudik tahun 2017M/1438H. Mudik yang menempuh perjalanan sangat panjang. Lebih dari 7000 KM. dari Doha ke Purbalingga.

Cuti yang saya ambil selama 3 minggu. Sesuai jatah cuti tahunan dari perusahaan yang biasa saya ambil 2-3 kali setahun. Maklum lah nasib bujangan lokal yang harus rela berjauhan dengan istri dan anak-anak. Dibilang sebentar, ya memang begitu adanya.

Cuti lebaran kali ini menjadi cuti pertama saya berkumpul dengan putri kami yang ketiga. Nada Yanri Faiqatudzihni. Kami panggil Nada. Bayi mungil yang lahir tanggal 17 Desember tahun lalu. Lahir normal di RSUD Goeteng Purbalingga dengan partus normal pula. Kini, sudah tumbuh semakin besar. 6 bulan usianya. Makin lucu dan menggemaskan. Dengan segala tingkah polahnya.

Alhamdulillah, kedua putri kami yang pertama begitu perhatian dengan si kecil. Walau usianya masih 11 dan 8 tahun, namun mereka sangat senang momong. Bahkan Nadira yang baru 8 tahun begitu bersemangat menggendong kesana kemari. Diajaknya bermain bersama teman-temannya. Padahal berat Nada sudah 9 Kg.

Di usianya yang ke 6 bulan, Nada sudah bisa tengkurap. Banyak mengeluarkan suara ketika suasana hatinya sedang sangat gembira. Apalagi ketika diajak bercanda sama Nadira. Tertawanya begitu lepas. Seolah mengerti apa yang sedang diomongkan oleh Kakaknya.


Gerakan-gerakan anggota tubuhnya yang khas kali ini adalah menekuk kedua kakinya hingga memasukkan kedua jempol bahkan seluruh jari-jari kakinya ke mulut. Kemudian melakukan gerakan menutup mulut membentuk angka 8. Mulutnya menyembur, sampai air ludahnya bercucuran. Tertawa. Tersenyum. Sesekali tengkurap dengan posisi satu tangan yang masih sering terhimpit di bawah badannya.

Nada begitu gembira ketika dimandikan di bak mandi. Ketika posisi telentang, badannya tak lagi rileks seperti biasanya. Kedua kakinya ingin menjejakkan ke ujung bak. Kemudian ketika tengkurap, kedua tangannya berpegang erat di bak, sementara badannya lurus tak mau menempel di bak mandi. Kedua kakinya menempel kuat ke bak mandi bagian bawah. 

Ketika dipakaikan baju, terkadang menangis. Khususnya ketika sudah mengantuk, lapar atau haus. Minyak telon dan bedak bayi menjadi dua paduan sempurna setiap habis dimandikan. Sambil dilakukan pemijitan badan oleh ibunya tercinta. Pampers selalu dipakaikan setiap habis mandi. Ini untuk praktisnya saja. Biar gak bolak balik nyuci celana. Memang resikonya biaya beli pampers yang perlu merogoh kocek. Tapi alhamdulillah atas segala rejeki dariNya.

Libur lebaran tahun ini kami lebih banyak bersilaturahmi ke sanak keluarga dan handaitaulan, ketimbang jalan-jalan ke tempat wisata. Hal ini mengingat Nada yang masih mungil. Tapi namanya bayi, tetap saja cape juga. Lha wong yang dewasa saja, tetap saja merasakan cape setelah silaturahmi kesana kemari. Alhamdulillah kondisi kesehatan tetap fit dan nggak sampe ngedrop.

Di usianya yang keenam bulan ini, ketika ditinggal ibunya bekerja, kini ada Mba Dian yang berasal dari Gunung Wuled, Purbalingga yang setia momong. Semoga sabar ya mba ketika momong Nada. Ibunya senantiasa ninggali ASI di dalam botol kaca. Yang disimpan di freezer atau kulkas. Sehingga ketika Nada kehausan, Mba Dian tinggal menghangatkan ASI dan memberikan ke Nada menggunakan gelas khusus bayi. 

Walaupun postur tubuhnya ramping, tapi Mba Dian mampu menggendong Nada dalam waktu yang lama. Mba Dian baru akan menaruh Nada yang sedang tidur ketika benar-benar pulas.

Selain anjangsana untuk bersilaturahmi, kami sempatkan juga mengunjungi Pantai Menganti di Kebumen. Pantai yang indah. Pantai yang dikenal dengan The Hidden Paradise in Kebumen. Jaraknya hanya 60-an KM dari Purbalingga, namun jalur yang dilalui sangat menantang. Tanjakan, turunan dan kelokan menjadi sajian utama. Makanya kondisi mobil dan supir harus prima. Kalau tidak, maka resikonya kendaraan bisa mogok di jalan. 

Nada, abi dan ibu sangat bahagia dengan hadirmu. Kami senantiasa berdoa semoga kau tumbuh menjadi anak yang shaliha. Anak yang berbakti pada kedua orang tua. Taat kepada Allah Azza wajala dan menjadi pengikut Rasulullah SAW. Berguna bagi bangsa, negara dan agama islam yang rahmatan lil ‘alamien. 

Ditulis di Qatar, 19 Juli 2017
@sugengbralink

PANTAI INDRAYANTI NAN MEMPESONA DI SELATAN JAWA

Photo by +Sugeng Bralink 

Indonesia sebagai negara maritim sungguh kaya akan pesona pantainya. Dari ujung Aceh hingga Papua. Seolah tak pernah cukup waktu untuk mengeksplorasi keindahannya.
Memanfaatkan waktu liburan akhir tahun ini, kami sekeluarga menuju sebuah pantai yang terletak di kawasan Gunung Kidul, Yogyakarta.

Sabtu pagi 14 November 2015, berangkatlah kami sekeluarga menuju Pantai Pulang Syawal, yang bermula dari kawasan Jalan Gajah Mada Kota Yogyakarta.

Berbekal informasi dari beberapa blog ditemani Google Maps kami menuju ke Pantai yang kabarnya bersih dan mirip pantai kuta ini.

Selepas sarapan, kendaraan yang kami tumpangi menyusuri jalanan Kota Gudeg. Jalan raya yang didominasi jalan lurus dan rata. Sesekali berhenti menunggu antrian di lampu merah.

Memasuki wilayah Piyungan, nampak jelas di hadapan kami kawasan perbukitan. Kawasan yang nampak masih hijau ditengah cuaca yang masih belum banyak turun hujan.
Jalanan pun kian ramai. Kendaraan roda empat dan roda dua memenuhi jalanan.

Memasuki wilayah Gunung Kidul kami disuguhi pemandangan yang sangat indah. Kalau selama ini hanya tau Gunung Kidul dari buku pelajaran dan media internet, maka hari itu kami bisa melihat lebih dekat suasana Gunung Kidul yang kian asri.

Gunung Kidul yang dulunya gersang, kini nampak semakin asri dengan banyaknya pepohonan hijau yang tumbuh menjulang di sela-sela bukit batu dan kapur. Ada sengon, mahoni, dan aneka pohon lainnya.

Sesekali kita jumpai ladang pertanian yang ditumbuhi pohon-pohon kayu putih. Pohon yang diambil manfaatnya untuk pembuatan minyak kayu putih, yang sering kita pakai untuk anak-anak.

Perjalanan pagi itupun sangat lancar. Petunjuk peta google memang luar biasa. Opsi jarak terdekat yang ditawarkan memang seolah tak pernah salah. Efeknya terkadang kita diberi pilihan jalanan yang cenderung sepi.

Lebih dari satu jam perjalanan darat, kami sampai di pintu retribusi wisata pantai di Jalan Pantai Selatan Jawa.

Photo by +Sugeng Bralink 

Kendaraan yang kami tumpangi segera berhenti. Seorang petugas mendekati kami dan menginformasikan bahwa kami harus membayar retribusi wisata sebesar 10 ribu per orang.
Dengan 10 ribu yang sudah kami bayar, maka kami berhak menikmati pantai-pantai kepunyaan Gunung Kidul.

Tak jauh dari pintu retribusi, pantai pertamanya adalah Pantai Baron, dilanjutkan dengan Pantai Kukup, Pantai Sepanjang, Pantai Sanglen, Pantai Watu Kodok, Pantai Drini, Pantai Ngerumput, Pantai Krakal, Pantai Sadranan, Pantai Sundak, dan di ujung perjalanan sampailah kami di Pantai Pulang Sawal atau yang kini terkenal dengan nama Pantai Indrayanti.

Sampai di kawasan Indrayanti sekitar jam 9 pagi masih belum begitu ramai. Satu dua kendaraan yang terparkir.

Photo by +Sugeng Bralink 

Seorang tukang parkir dengan sabar memarkiri kendaraan yang kami tumpangi. Tak ada tiket parkir dan tak ada juga tiket masuk wisata.

Sepanjang tepian pantai berjejer cafe-cafe penjual makanan dan minuman. Cafe semi permanen bermaterial kayu dan bambu.

Diantara cafe-cafe itu ada satu cafe yang letaknya ditengah yaitu Indrayanti Cafe. Bermula dari nama cafe inilah yang menjadikan pantai pulang syawal dikenal dengan nama Indrayanti.

Mentari kian meninggi. Udara semakin hangat menembua kulit. Berjejer di tepi pantai tenda-tenda yang khusus disediakan untuk wisatawan dengan membayar uang sewa.

Ombak pantai Indrayanti begitu indah. Sama dengan keindahan ombak pantai-pantai selatan di wilayah lain di Indonesia.

Photo by +Sugeng Bralink 

Disisi kanan dan kiri terdapat bukit yang tak begitu tinggi. Bukit di sebelah kanan tak mengenakan tarif ketika menaiki bukit, mereka hanya menyediakan kotak bantuan sukarela saja. Sementara di bukit di sisi kiri, terdapat retribusi resmi. Setiap yang mau naik ke bukit di sisi kiri dikenakan tarif 2000 rupiah per kepala.

Menyusuri tangga demi tangga, akhirnya sampai juga di puncak bukit sebelah kiri. Woww!!! Luar biasa indahnya.

Lelahnya menaiki bukit terbayar sudah dengan panorama alam yang luar biasa. Kami dimanjakan dengan pesona laut selatan yang menakjubkan. Deburan demi deburan ombak nampak begitu jelas di hadapan kami. Maha Besar Alloh dengan segala CiptaanNya.

Di kawasan bukit sebelah kiri ini sebenarnya ada fasilitas flying fox, namun sepertinya sudah lama tak difungsikan. Tepat di balik bukit, juga terdapat kawasan wisata pantai, yang nampaknya sepi pengunjung. Wisatawan yang hadir seolah tersedot perhatiannya ke Indrayanti.

Hari semakin siang, ratusan orang mulai berdatangan. Menikmati suasana akhir pekan di pantai.
Jarum jam terus bergerak. Waktu zuhur hampir tiba. Kami pun segera menuruni bukit. Dan singgah di warung. Menikmati hidangan ala Gunung Kidul.

Es degan (kelapa muda) dengan es, hmmm segarrr!! Cukup 10 ribu. Beda harga dengan di Purbalingga, maklum lah, namanya juga tempat wisata.

Selepas jamak zuhur dan ashar, ki pun bergegas pulang. Bagi anda yang suka makanan laut, ada pedagang udang dan ikan goreng disitu. Harga bersahabat lah.

Bagi anda yang butuh menginap atau berencana menikmati sunrise atau sunset di Indrayanti, di kawasan ini juga tersedia guest house. Saya sempat nanya ke tukang parkir, tarifnya semalam sekitar 400 ribuan. Satu house cukuplah untuk satu keluarga kecil.
Exploring Indonesia is Always Amazing and Never End!

Dukhan, 5 Desember 2015
@sugengbralink 

JALAN-JALAN KE GOA PINDUL

Lagi bingung mau jalan-jalan kemana? Jika anda di sekitar Jogja, ada salah satu obyek wisata alam yang menarik, namanya Goa Pindul.

Untuk mencapai lokasi ini terbilang cukup mudah. Dengan kehadiran teknologi Google Maps, rasanya urusan perjalanan menjadi lebih mudah.

Dari Kota Jogja, kita memerlukan waktu sekitar 1 sampai 1.5 jam. Kondisi jalan raya sudah sangat bagus. Rambu-rambu penunjuk jalan sangat membantu selama dalam perjalanan.

Memasuki kawasan wisata Goa Pindul, terdapat banyak pilihan pemberi jasa layanan wisata. Tinggal pilih yang disuka.

Waktu itu, saya bersama keluarga (berempat) langsung menuju ke lokasi terujung. Karena efek google maps akhirnya kami diarahkan ke jalan yang cenderung sepi, walau konsekuensinya lewat jalan sempit. Alhamdulillah pengendara kendaraan roda dua (dua orang boncengan) mendekati kami.
Mereka tanya “Pak, mau ke Goa Pindul ya?”
Iya Mas, jawab saya.
Monggo dianter sampe lokasi pak, gratis kok!”

Dengan kearifan kota Gunung Kidul, kami mempercayai mereka berdua. Inshaa Alloh tak ada niat jahat dari keduanya.

Akhirnya kami mengikuti mereka, sampailah ke jalan yang lumayan lebar. Hingga di ujung perjalanan kami sampai ke pemberi jasa wisata Pindul yang paling ujung. Lokasinya tak begitu jauh ke Goa.

Kios-kios penjaja makanan, minuman, jajan dan keperluan basah-basah berjejer. Kamar mandi dan toilet tak ketinggalan. Nampak bersih dan rapi.

Untuk mengabadikan momen, penjaja kios menawarkan wadah handphone tahan air. Wadah ini sangat bermanfaat ketika anda menyusuri goa nantinya.

Tiket susur goa pindul dibandrol 35 ribu rupiah per orang. Sementara untuk paket Pindul River Rafting dibandrol 45 ribu rupiah saja. Setelah diskusi sama istri dan anak-anak, akhirnya kami beli keduanya. Info paket wisata lengkapnya, langsung cek ke TKP di GoaPindul.com
It’s adventure time!!!

Segeralah kami berkemas untuk menikmati petualangan menyusuri goa.
Koper kecil berisi pakaian ganti yang sudah kami siapkan, kami titipkan ke pos penjualan tiket, Gratis.

Seorang pemandu lengkap dengan life jacketnya mendatangi kami. Memberikan life jacket (jaket pelampung), untuk kami pakai.

Kami diajaknya berjalan untuk mengangkat ban dalam mobil ukuran jumbo yang sudah dipasang tali ditengahnya.

Akhirnya susur goa dimulai. Satu per satu menaiki ban dengan posisi duduk santai diatasnya. Kita diminta untuk saling memegang tali ban sebelahnya. Jadi berjajar memanjang. Pokoknya asyik deh!!
Pemandu dengan sangat detail menjelaskan bagian demi bagian dalam goa. Sambil sesekali diselingi guyonan yang renyah.

Goa pindul sendiri terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian terang, remang-remang dan gelap.
Tak terasa 45 menitan waktu berlalu, sampailah kami di ujung petualangan susur goa pindul. Terdapat kolam air yang bersih, pemandu pun siap membantu para pengunjung ketika turun dari ban.
Perjalanan selanjutnya adalah Pindul River Rafting. Kami diajaknya menaiki mobil bak terbuka yang sudah siap dengan ban-ban serupa tadi.

Seorang supir membawa kami menyusuri pedesaan Pindul. Rumah di kanan kiri jalan. Hingga kami sampai ke kawasan perkebunan yang ditanami kayu putih. Kayu yang dari daunnya diproduksi menjadi minyak kayu putih yang sering dipakai anak-anak ketika masih bayi.

Alhamdulillah, perjalanan sekitar 10 menitan, sampailah kami di landing zone untuk petualangan sungai Pindul.


Pemandu membantu kami satu per satu menuruni sungai kemudian naik ke atas ban yang sudah disiapkan. Berbeda dengan susur goa pindul, di titik awal kami langsung dilepas diatas ban satu per satu. Kebetulan juga sungainya lagi tak bearus kencang, maklum masih awal musim penghujan.
Anak kami yang masih kelas 1 SD yang tadinya takut air pun, enjoy banget disini.

Di musim saat ini disaat elevasi air masih rendah, kita bisa melihat keindahan dinding sungai pindul yang menakjubkan. Dinding batu alam yang terukir indah oleh gerusan air ketika musim penghujan. Subhanallah, Maha Suci Allah atas segala ciptaanNya yang begitu indah dan mempesona.
Sekitar 1 jam kami susuri sungai, hingga sampailah diujung perjalanan.

Mobil yang mengantar kami tadi sudah siap mengantar ke tempat semula.
Petualangan Pindul yang mengesankan, bahkan anak kami pingin ngajak balik lagi kesini.

Ditulis di Qatar, 12 Desember 2015