Saturday, December 18, 2010

PROSEDUR MEMPERPANJANG VISA KUNJUNGAN UNTUK ORANGTUA DI QATAR

Assalamualaikum,
berikut ini update CARA / PROSEDURE FAMILY (ORTU) VISIT VISA +
EXTENSION VISIT VISA, dalam kasus ini adalah orang tua. Yg
ditentangqatar dulu sepertinya perlu diupdate krn lumayan significantl
improvementnya terutama di medical test dan extend visit visa-nya.
MOhon dikoreksi jika ada yg salah dan ditambahkan jika kurang.





CARA / PROSEDURE FAMILY (ORTU) VISIT VISA + EXTENSION VISIT VISA
A. SEBELUM FAMILY (ORTU) DATANG
1. Request document ke embassy Indonesia yg menyatakan hubungan kita
dengan family yg akan datang.
Dokument yg diperlukan :
a. Copy Kartu keluarga,
b. copy of Birth certificate kita/istri,
c. copy married certificate (sebaiknya juga dibawa).
d. copy passport family yg akan datang.
e. copy passport kita + RP
NOTE : Biaya = 55 QR. Bisa hari itu jadi kalau embassy lagi sepi, atau
mungkin juga besoknya. Nantinya embassy akan issue document berbahasa
arab (kalau nggak salah namanya At-tasrikh) yg menerangkan hubungan
family yg akan datang dg kita/istri.
2. Request document dari company untuk family visit visa dg document
dari embassy as per nomer 1 dan document lainnya tergantung policy
companinya masing2. (umumnya copy passport orang yg akan datang, copy
passport kita, copy ID kita). Document yg bakal diissue juga
berbahasa arab.
3. Datang ke kantor immigration pusat di Gharaffa/Madinat Khalifa.
Masuk dulu ke porta cabin yg dalamnya berisi tukang ketik, bilang mau
buat family visit visa. Ongkos ketik 5QR per application.
Dokument yg diperlukan :
a. Copy passport family yg akan datang,
b. ID kita
NOTE : di porta cabin tsb juga ada yg khusus ladies.
Setelah selesai segera masuk ke gate 4 yg khusus masalah visa (dg
catatan kalau orang tua kita berusia dibawah 60 thn as per tgl lahir
di passport),( kalau lebih dari 60 thn masuk ke gate 1 utk minta
approval captain).
Di gate 4 (yg dari captain di gate 1 stlh selesai balik lagi ke gate
4) antri di recepsionist, ambil nomer antrian. Setalah giliran kita,
serahkan dokumen yg diminta, dan membayar 200QR per application.
Bayarnya juga pake debit card/credit card. Setelah selesai petugas
akan memberi print out nomer visa, yg bisa dicek di www.moi.gov.qa.
Setelah 2-3 hari akan keluar hasilnya, atau jika sdh punya matrash
akan dapat sms dari moi.gov.qa tsb. Visa tsb akan berlaku 3 bulan
sejak dikeluarkannya.

Dokument yg diperlukan :
a. copy passport family yg akan datang
b. ID kita (bawa yg punya kita dan istri, meski itu orang tua/mertua kita)
c. surat asli dari embassy (as per urutan no 1)
d. surap asli dari company (as per urutan no 2)
NOTE : Kalau lebih dari 1 orang, copy semua dokumennya, masing-masing
ada copyannya. Jadi bukan dijadikan satu, tapi sendiri2.

TIPS& TRIK :
• Kadang kantor immigration ini meski pagi awal buka jam 6:15 sudah
sangat penuh, kadang juga jam 8an masih sepi, so sebaiknya di-set
dating pagi2 jam 6;00, antri dikit di depan pintu gerbang, barisan
dipisah antara yg laki2, dan ladies(baik ladies sendiri maupun yg
ditemani suaminya). Jam 6 15 gate baru dibuka.
• Kalu belum ke tukang ketik (dg catatan pagi itu ramai), sebaiknya
ambil antrian dulu di gate 4, setelah itu ke tukang ketik, lalu balik
lagi ke gate 4. (kalau sepi ke tukang ketik aja dulu)
• Kalau yg mengurus ladies, maka urusan lebih cepat selesai (meski ada
yg mendamping suaminya), jadi minta istri yg ngurus aja kalau ingin
cepat selesai.
B. SETELAH FAMILY (ORTU) DATANG (untuk yg akan extend saja)
Family akan punya umur visa standar 1 bulan sejak kedatangan di
bandara. Setelah itu :
1.Tunggu stamina ortu benar2 fit/prima, kalau minggu awal masih fit
sebaiknya cepat2 pergi ke medical commission (kawatirnya kena
perubahan cuaca disini). Datang pagi2 jam 7an.
2.Utk yg ibu2 bisa masuk ke ladies section, sedangkan yg bapak2 bisa
ke bagian laki2. Disana ada 2 pintu, pertama yg utk employee, dan yg
kedua atau yg di paling ujung yaitu utk worker. Kita masuk ke bagian
worker ini, tapi jangan kuatir krn kita dg orang tua yg urusannya akan
diprioritaskan. Cari orang yg berwajah sebagai petugas disitu, bilang
mau medical test utk extend visa orang tua kita, maka kita akan
diprioritaskan. Kita akan ditunjukkan utk antri di loket pendaftaran
di pojok sebelah kanan atas. Selanjutnya dilakukan pemotretan di loket
tsb dan menunjukkan passport lalu bayar 100QR per orang. Pembayaran
menggunakan kartu ATM atau kartu kredit.
3. Menuju counter blood test, sama bilang sama petugas utk parent yg
extend visa, maka akan langsung di letakkan di barisan terdepan (tidak
mengikuti antiran worker yg mengular panjang), setelah itu akan
diberi botol kecil utk dibawa ke bagian blood drawing, juga akan
diprioritaskan spt yg sebelumnya, setelah selesai di bill kita akan di
stamp blood drawing.
4. Menuju counter X-Ray, bilang spt sebelumnya yg juga akan
diprioritaskan. Setelah selesai juga akan distamp x-ray.
5. Pulang.
6. Tunggu 2-3 hari, hasil medical bisa dilihat di
http://www.sch.gov.qa/mcr/En/mcresults.jsp
7. JIka hasilnya fit maka tunggu saja sampai dapat sms ttg hasil tsb
(ini lebih amannya saja), setalah itu bisa datang ke kantor
immigration Gharafa spt langkah nomer A. 3 . Cuma membawa passport
asli saja . ambil antrian dan jika sdh nomernya bilang saja mau
diextend berapa bulan. Ongkosnya 200QR/application/bulan. Setelah itu
petugas akan menempel sticker perpanjangan visa di passport.
Perpanjangan dihitung bukan extend per tanggal tsb tapi per tanggal
satu bulan pertama expire.
8. Khalas (alhamdulillah)


wassalam
A.Muiz


Saturday, November 27, 2010

Tata Cara Mendaftar Haji

Bagi yang belum tahu tata caranya mendaftar haji, saya bagikan pengalaman saya saat mengantar mertua mendaftarkan Haji.

1. Ke bank yang ditunjuk, kalau saya tadi ke BRI, bukan sembarang BRI tapi BRI yang Cabang, yang paling tinggi tingkatannya di kabupaten, berhubung saya kabupaten Sleman, maka ke BRI Cabang Sleman di Jalan Magelang dekat Samsat Sleman.

2. Sampai di BRI bilang ke satpan mau daftar Haji, nanti akan diarahkan pak satpam harus ambil antrian di bagian mana, tadi saya antrian di CS (Customer Service).


3. Saat giliran di CS tiba, maka bilang mau daftar haji, nanti oleh CS akan dijelaskan untuk tabungan haji maka minimal harus buka dengan nominal Rp. 50.000,- dan kalau mau mendapat nomor antrian, harus menyetor Rp. 20.000.000,- (mulai 2010 naik menjadi Rp. 25.000.000,- ) jadi total Rp 25.050.000,- Jadi jika anda ingin segera masuk daftar antrian, maka minimal uang yang harus anda setor adalah Rp. 25.050.000,-

4. Nanti akan diberikan kertas keterangan dan Buku Rekening Tabungan Haji, selesai disini, maka anda harus pergi ke kantor Departemen Agama sesuai domisili, maka saya ke kantor Depag Sleman, di Komplek perkantoran Kabupaten Sleman, jalan Merbabu.

5. Di depag ini, langsung menuju ruangan yang pendaftaran haji, nanti disini serahkan saja KTP, Buku rekening tabungan haji, dan surat dari BRI. Dibagian ini harus ngisi-ngisi form seusi KTP. Pastikan sesuai KTP.

6. Langkah selanjutnya adalah foto, untuk foto ini prinsipnya bisa dimana saja, tetapi di depag juga menyediakan, dan tadi biayanya per orang Rp. 70.000,- memang format fotonya lain, yaitu benar-benar close-up, bukan foto setengah badan, jadi dominan kelihatan secara jelas bentuk wajahnya. Jika foto diluar depag kemungkinan salah bisa terjadi, sehingga foto akan ditolak, kan malah bolak balik pusing.

7.Masih di depag tapi dibagian lain, untuk mendapatkan surat keterangan yang ada di surat itu ada foto yang diambil langsung via webcam, surat ini untuk dibawa ke BRI lagi.

8 Jadi balik lagi BRI menyerahkan surat dari Depag tadi, dan juga Rekening tabungan haji dan KTP asli masih juga diminta, nah proses di BRI ini adalah mentransfer uang sejumlah Rp. 25juta ke rekening menteri agama, langkah ini memang harus dilakukan agar bisa mendaftar haji dan mendapatkan nomor antrian, dan ini dilakukan secara ONLINE. Nah nanti di rekening BRI kita tinggal Rp. 50.000,- karena yang 25juta sudah masuk ke rekening Menteri Agama.

9. Kelar sudah, setelah proses ini usai, tinggal menyerahkan lagi surat dari BRI ke depag lagi, disertai dengan foto kopi KTP 5 lembar, KTP tidak perlu dilegalisir di kalurahan atau kecamatan.

Selesai.

Untuk mertua saya tahun keberangkatannya adalah tahun 2012, jadi masih 3 tahun lagi, ini karena kuota haji DIY yang memang sudah penuh sampai tahun 2011. Untuk tahun 2012 ini saja sudah terdaftar sekitar 2000 calon haji, dari sekitar 3000 kuota untuk Yogyakarta.

Jika anda ingin sedikit-demi sedikit nabung, maka rekening haji tadi bisa anda masukan uang, bebas di BRI manapun. Tetapi nanti saat pelunasan haji, maka haru s ke BRI yang dipakai untuk mendaftar.

Demikian semoga berguna, maaf sudah ngantuk, ngetiknya kurang tlaten.

Update 2 September 2010

Sekarang untuk mendapatkan nomer antrian harus setor Rp. 25.ooo.000, dan untuk Kabupaten Sleman, antriannya harus nunggu 5 tahun, jadi yang daftar sekarang maka berangkatnya 2015, dan spertinya kuotanya juga sudah habis, jadi yang daftar mulai September 2010 akan masuk antrian haji tahun 2015.

Jadi untuk anda yang berniat naik haji, harus memperhitungkan faktor antrian ini, misal mau naik haji saat pensiun umur 60 tahun, dan anda daftarnya pas saat pensiun, maka anda harus nunggu 5-6 tahun lagi untuk bisa berangkat, yang menjadi persoalan adalah apakan kesehatan dan badan anda fit untuk 6 tahun mendatang, jadi monggo silahkan yang mau naik haji di usai tertentu lebih baik daftar H minus 6 tahun dari niat berangkatnya.

Model pelunasan haji, nanti akan ditelepon dari pihak Depag Kabupaten, sehingga akan lebih aman jika misal seperti mertua saya yang tahun 2012 baru bisa berangkat, alangkah baiknya pada rekening BRI di tabung dulu paling tidak cukup untuk pelunasan, sehingga nanti saat di telpon depag kabupaten untuk melunasi, tinggal transfer saja uangnya. Misal haji 2012 adalah 35 juta, sedang mertua saya kemarin setoran awalnya 20 juta, maka untuk amannya di rekening BRI harus sudah nabung 15 juta, untuk nanti pelunasan sawaktu-waktu.

Untuk kasus jika ada jamaah haji yang tidak bisa melunasi padahal jatah urutannya harus melunasi, maka jamaah ini akan digeser ke belakang, dan jamaah dibawahnya naik urutan untuk berhak masuk kuota naik haji. Misalkan ada kasus kouata tahun ini 2000 orang, kebetulan yang nomer 2000 tidak bisa melunasi, maka yang nomor 2001 yang seharusnya baru berhaji tahun 2011 bisa masuk kuota tahun ini.

Sumber: http://hadiyanta.com

Sunday, November 14, 2010

"Persaudaraan" Para Sugeng

Kompas
Minggu, 14 November 2010 | 04:16 WIB

Oleh Budi Suwarna
Sejumlah orang bernama Sugeng membentuk komunitas Para Sugeng di Seluruh Dunia. Kegiatannya antara lain mencari tahu mengapa dulu orangtua mereka sampai menamai mereka Sugeng.



Media untuk orang-orang bernama Sugeng di seluruh dunia. Kalau Anda bernama Sugeng, jangan ragu untuk bergabung.” Kalimat itu tertulis di grup Facebook Para Sugeng.
Begitulah, lewat dunia maya ini sekelompok orang bernama Sugeng berusaha menghimpun Sugeng-Sugeng lainnya yang ada di dunia ini. ”Kayaknya ajaib banget bisa bertemu dengan banyak orang yang bernama sama. Paling nama belakangnya yang beda. Ada Sugeng Riyadi, Sugeng Jabri, Sugeng Riyanto, Sugeng Susilo, Drs Sugeng, Sugeng Widodo, Sugeng Priyono, Sugeng Wiyadi, dan masih banyak lagi,” kata Sugeng Wahyudi, salah seorang penggiat komunitas Para Sugeng, Rabu lalu di Jakarta.
Hingga pekan lalu, lanjut Sugeng Wahyudi, ada 800 orang bernama Sugeng yang telah bergabung dengan komunitas Sugeng. Ada yang bergabung lewat akun Facebook Sugeng Syndicate, milis Para Sugeng, dan milis Sugeng & Sugeng. ”Tetapi, kami mulai menyatukan semua milis Sugeng di akun Facebook Para Sugeng,” ujar Sugeng Wahyudi.
Anggota komunitas ini berasal dari berbagai daerah, mulai dari Jakarta, Yogyakarta, Kebumen, Surabaya, hingga Malaysia dan Qatar. Profesinya mulai dari pengurus organisasi buruh, pembuat film, pengelola gedung pertemuan, ahli teknologi informasi, pegawai negeri, sampai pilot maskapai asing.
Meski di dunia nyata mereka belum tentu saling kenal, mereka aktif berkomunikasi lewat media sosial. Mereka mendiskusikan apa arti nama Sugeng, mengapa orangtua mereka dulu menamai Sugeng, dan apakah anggota komunitas ini juga ada yang menamai anak mereka Sugeng.
”Pokoknya absurd, tetapi seru banget,” ujar Sugeng Wahyudi yang berprofesi sebagai pembuat film.
Dari diskusi di dunia maya itulah persaudaraan para Sugeng itu terbentuk. Sugeng Wahyudi yang tinggal di Jakarta tidak akan kebingungan seandainya tersesat di Selangor karena di sana ada Sugeng Jabri yang siap menunjukkan jalan.
Sugeng Wiyadi yang tinggal di Kalasan, Yogyakarta, juga bisa bertukar pikiran dan informasi dengan Sugeng-Sugeng di kota lain. Ini membuat dia terharu. ”Saya dulu berpikir nama Sugeng itu ndeso, tetapi ternyata pengguna nama Sugeng itu banyak dan di antara mereka ada orang penting dan penentu kebijakan,” ujarnya.
Orang Malaysia
Sugeng mana yang pertama kali punya kesadaran membentuk komunitas Sugeng? Ternyata dia adalah Sugeng Jabri, warga negara Malaysia yang tinggal di Selangor. Syahdan, dia bingung mengapa di Malaysia hanya ada lima nama Sugeng yang tercantum di buku telepon negaranya.
Dia penasaran, lalu bertanya-tanya, ada berapa sebenarnya orang bernama Sugeng di seluruh dunia. Untuk mengetahui jawabannya, dia membuat milis Para Sugeng di Yahoogroup. Dia juga aktif mencari orang bernama Sugeng melalui jaringan pertemanan Friendster.
Sugeng Wiyadi bercerita, dia bertemu dengan Sugeng Jabri melalui Friendster pada tahun 2006. Awalnya, hanya ada 10 anggota komunitas ini. Sekarang dia yakin jumlahnya mencapai 1.000 orang yang terjaring melalui berbagai jenis sosial media.
Sejauh ini, kata Sugeng Wahyudi, anggota komunitas ini pernah ”kopi darat” di Anjungan Jawa Tengah Taman Mini Indonesia Indah sebanyak dua kali. ”Wah seru banget, waktu ada yang memanggil nama Sugeng, semua peserta pertemuan nengok semua, ha-ha-ha.... Kami baru sadar kalau punya nama sama,” tambahnya.
Rencananya, komunitas ini akan bertemu untuk ketiga kalinya pada Desember mendatang di Yogyakarta. ”Ini akan menjadi semacam musyawarah nasional orang-orang bernama Sugeng,” ujar Sugeng Wahyudi.
Sugeng Wiyadi menambahkan, dia berharap setidaknya ada 100 Sugeng yang hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka akan menyusun AD/ART dan menunjuk pengurus komunitas Para Sugeng. ”Yang jelas ketuanya Sugeng, wakilnya Sugeng, bendaharanya Sugeng, korwilnya juga Sugeng, ha-ha-ha....”
Mengapa pakai menggelar munas segala? Sugeng Wahyudi mengatakan, dia ingin komunitas yang asyik ini punya arah ke depan dan bermanfaat buat para Sugeng di seluruh dunia. ”Kami tidak ingin ini menjadi sekadar komunitas ubyang-ubyung (tidak jelas arahnya),” katanya.
Dia juga bermimpi komunitas ini bisa menghimpun orang-orang bernama Sugeng sebanyak mungkin, termasuk tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh. ”Ada tiga orang yang kami incar untuk direkrut.”
Siapa saja?
”Pertama Luna Maya. Ternyata nama belakang dia Sugeng, lho. Tepatnya Luna Maya Sugeng. Kedua, Eros Djarot yang nama lengkapnya Sugeng Waluyo Djarot. Ketiga, Sugeng Sarjadi. Mudah-mudahan mereka mau bergabung,” kata Sugeng Wahyudi.
Kalau sudah ngumpul, lantas mau apa? Bikin partai?
”Enggaklah, Mas. Ini untuk menjalin persaudaraan saja. Sejak komunitas ini terbentuk, banyak orang bernama Sugeng menjadi saling mengenal. Sebagian istri Sugeng pun sekarang mulai menghimpun diri dalam sebuah komunitas,” ujar Sugeng Wahyudi.
”Namanya komunitas Sugeng’s Wife atau komunitas istri Mas Sugeng, ha-ha-ha...,” ujar Sugeng Wahyudi tergelak.


Friday, November 05, 2010

Wednesday, November 03, 2010

Nursing Ethics: Menjaga Reputasi, Mempertajam Kompetensi

Oleh Syaifoel Hardy

Saya tidak mampu menahan diri ketika melihat sikap sejumlah perawat di sebuah rumah sakit di mana salah satu angggota keluarga saya dirawat. Ada semacam ‘protes’ kalau terlalu kasar bila disebut berontak terhadap apa yang terjadi. Mulai dari kanula yang tidak diganti sesudah satu pekan lebih, plaster basah yang menempel di atasnya, padahal itu sumber infeksi; pasien yang tidak dibantu kala mandi, catheter yang menggantung lebih dari seminggu padahal pasienya mobile, hingga informasi yang menjadi hak pasien serta keluarganya yang kurang mendapat perhatian. Jika dihitung, panjang sekali daftarnya.




Sebenarnya saya dalam posisi yang serba dilematis. Mau berkata langsung kepada perawat-perawat ini kuatir nanti dikatakan sebagai keluarga pasien yang cerewet. Namun jika tidak diberitahukan itu sama halnya membiarkan ‘kedhaliman’ berlangsung terus. Pada akhirnya saya harus berterus-terang, meski risikonya seperti yang saya sebut di atas.



Beberapa jawaban yang saya peroleh dari perawat jaga antara lain, mereka sibuk dan tenaga kurang. Dua alasan yang bagi saya kurang bisa diterima. Kalau memang sibuk, kok ya masih sempat-sempatnya mereka melihat televise yang terpajang di kantor di mana mereka bekerja. Kalau pun tenaga nya kurang, mereka toh memiliki departemen yang mengurusi ketenaga-kerjaan yang tentu saja mampu memperhitungkan perbadingan jumlah antara pasien-perawat per harinya.



Protes yang saya lemparkan sebenarnya bukan hanya kepada perawat jaga saja. Juga pada pihak administrasi RS. Alhamdulillah saya mendapatkan buahnya, meski belum maksimal. Itu saya rasakan karena dalam 5 bulan terakhir, kami mondar-mandir di RS yang sama, swasta, sebanyak empat kali. Saya pada akhirnya merasakan perubahan sikap sejumlah perawat jaganya Setidaknya pada kali terakhir kami ke sana. Itu lantaran kami berada di bangsal yang sama, sehingga menemui perawat yang tidak berbeda.



Yang ingin saya sampaikan dalam artikel ini adalah, betapa peranan nursing ethics yang terkait erat dengan reputasi dalam konteks keperawatan itu besar sekali. Ethics berperan besar dalam reputasi, baik individu maupun organisasi dalam skala yang lebih besar dapat dimanfaatkan untuk mempertajam kompetensi profesi keperawatan. Mengenal peran reputasi dari sudut pandang nursing ethics diharapkan dapat merubah mind set professional dari teori ke praktis.



Etika sebagai Fondasi



Di bangku kuliah, nursing students diajarkan nursing ethics. Implementasi etika di sini mestinya menjadi sorotan selama menempa pendidikan. Namun begitu, semua sadar dan memahami bahwa faktor kurikulum, kompetensi dosen, minimnya referensi serta lingkungan memegang peranan besar, sehingga penempaan 3-4 tahun pendidikan belum bisa dijadikan panduan apalagi jaminan bahwa lulusan diploma/bachelor of nursing bakal lulus dengan etika yang baik.



Problematika besar dalam nursing ethics ini bila diurut sumber muasalnya adalah, nursing ethics diberikan sebagai mata kuliah yang bobotnya kecil. Bukan hanya itu! Mata kuliah yang mestinya dijadikan sebagai primadona nursing ini ditempatkan seperti halnya anak tiri. Statusnya tidak terintegrasi dengan mata-kuliah nursing lainnya. Akibatnya, begitu selesai diajarkan, nursing ethics tinggal sejarah.



Sementara itu, para dosen lebih disibukkan dengan pembuktian nursing sebagai ‘science’ ketimbang otak-atik ethics ini. Ethics posisinya benar-benar terpisah dari mata kuliah lain. Kita tidak bisa menyalahkan para dosen dalam hal ini karena minimya materi yang berbau ‘ethics’ dalam setiap mata-kuliah. Ini bisa dimungkinkan oleh minimnya penelitian tentang ethics dalam dunia nursing.

Coba saja kita bayangkan jika setiap mata kuliah, salah satu pendekatannya lewat ethics! Bisa dipastikan bahwa mahasiswa yang belajar medical surgical nursing, psychology nursing, psychiatric nursing, pediatrics nursing misalnya, kaya akan ethics. Hasil akhirnya tentu bisa diramalkan. Wisudawan bakal ‘kenyang’ akan ethics. Pasar yang luas di luar menanti kedatangan professional yang beretika. Bukan hanya pintar pengetahuan serta terampil semata. PR besar para peneiliti nursing adalah bagaimana mengintegrasikan ethics dalam setiap mata kuliah profesi.



Reputasi adalah Kebutuhan dasar



Etika merupakan salah satu fondasi reputasi. Professional yang mampu menjaga reputasi atau nama baiknya, secara otomatis ber-etika baik. Sebaliknya, jika etikanya kurang, reputasi dipertanyakan.



Ada tiga kebutuhan dasar setiap insan professional: pengkayaan pengetahuan, sikap serta ketrampilan. Reputasi adalah nama baik. Seorang professional akan dapat mengembangkan ketiga kebutuhan tersebut dengan leluasa jika ditunjang dengan nama baik. Perolehan nama baik ini tidak datang begitu saja tanpa jerih payah. Kita akan mendapatkan nama baik sesudah berkarya, baik melalui sikap, atau tangan serta pikiran bila implementasinya berlandaskan ethics guna mempertahankan reputasi.



Kita lihat di Indonesia banyak sekali perawat yang berhasil secara finansial. Mereka ini, meski belum ada penelitian tentang itu, sebenarnya bukan para ahli yang bergelar doctor of nursing, apalagi professor. Mereka mampu ‘memenangkan’ dalam perang merebut hati konsumen pasar kesehatan. Mereka dapat meraup banyak pelanggan di lapangan karena reputasi mereka. Reputasi ini dapat direbut karena mereka mengedepankan etika bergaul dalam masyarakat, baik lewat jalur formal pada waktu kerja, semi formal saat ada pertemuan-pertemuan di masyarakat, atau non-formal ketika ada kontak antar individu.



Dalam pergaulan tersebut, yang dikembangkan oleh kolega kita adalah menanamkan kepercayaan pada individu-individu di masyarakat. Bahwa dengan bergaul bersama rekan-rekan kita yang membuka praktik, sepertinya para pelanggan bakal mendapatkan jaminan: hak-hak mereka sebagai inividu dijunjung, dihormati. Prinsip ini oleh para perawat kita yang berhasil dalam praktik keperawatannya jauh lebih dikedepankan ketimbang masalah kesehatan utama. Karena mengedepankan etika berarti mengutamakan kebaikan. Mengutamakan kebaikan berarti menanamkan kepercayaan. Jika kepercayaan sudah tergenggam, betapapun besar permasahan kesehatan yang dihadapi klien, bisa dicari jalan keluarnya. Maka dari itu, mereka yang mengedepankan etika dalam profesi bakal meraih reputasi. Sebaliknya, mereka yang membuka praktik keperawatan tanpa menggunakan etika sebagai fondasinya, tinggal menunggu saja kehancuran reputasinya.



Reputasi dan Kompetensi



Kompetensi adalah perpaduan hasil pendidikan formal, training, pengalaman kerja, sikap dan ketrampilan. Kompetensi dalam nursing itu unik. Unik karena dilandasi ethics. Ini berbeda sekali dengan profesi kesehatan lainnya yang menitik-beratkan kepada problem-solving based on physical findings (berdasar kepada temuan fisik). Tanpa dilandasi ethics, sebenarnya kompetensi kita dalam nursing diragukan pendekatannya.



Perawat ahli perawatan bedah, perawatan dalam, perawatan jiwa, perawatan anak dan lain-lain boleh mengedepankan ketrampilan, sikap serta pengetahuan spesialisasinya. Namun tanpa dasar ethics, bisa jadi dia skeptis akan profesinya. Mengedepankan persoalan ethics dalam kompetensi nursing ini secara tidak langsung bakal mampu mendongkrak reputasi profesi. Perawat Bedah yang handal bukan mereka yang mampu melakukan pembedahan jantung, ginjal atau kandung empedu. Perawat Anak yang mahir bukan hanya mereka yang mampu membuat takaran kebutuhan cairan bayi yang mengalami dehidrasi. Perawat yang handal adalah mereka yang mampu memenuhi kebutuhan pasien-pasien yang mengalami gangguan khusus di atas dengan mengedepan hak-hak pasien dari sudut pandang ethics.



Ketrampilan semacan ini tidak gampang diperoleh. Butuh waktu, tenaga dan kesungguhan. Kegagalan dalam pemberian pelayanan perawatan lantaran ketikamampuan perawat mengidentifikasi kebutuhan pasien bisa berakibat deteriorasi reputasi profesi. Inilah the essence of nursing (inti keperawatan).



Kesimpulan



Saya melihat banyak perawat yang bekerja ternyata salah persepsi tentang dunia kerja mereka. Kesalahan persepsi ini bisa menyebabkan frustrasi, karena kurang sadar akan jati diri. Lebih buruk lagi, yang jadi korban juga pasien beserta keluarganya. Guna menghindari permasalahan ini, mengedepankan peran ethics dalam kerja itu penting sekali. Karena ethics is the foundation of nursing. Memrioritaskan ethics dalam setiap tindakan keperawatan berarti meningkatkan reputasi profesi. Proses akselerasi ini secara tidak langsung menjadi bagian dari upaya mempertajam kompetensi. Sebuah kata kunci yang menggiring kita dalam lingkaran kategori professional.



Doha, 11 October 2010

Shardy2@hotmail.com


INNA-Q Professional Meeting 2010





Aku Cinta Indonesia

Oleh Syaifoel Hardy

Semula saya putuskan tidak bakal menghadiri acara amat penting dalam kehidupan profesi saya di Qatar selama tiga tahun lebih ini, lantaran kondisi kesehatan badan yang kurang memungkinkan. Ya, sudah tiga hari terakhir ini agak terganggu. Ada rasa ‘bersalah’ jika tidak datang nanti. Begitu bisik hati ini. Makanya, dengan berbekal semangat, meski tidak seluruh acara bisa saya ikuti, meluncur juga tubuh ini ke program yang, jujur saja, sangat saya nanti-nantikan, di sebuah hotel di kota Doha.




Professional Meeting namanya. Sejatinya, acara ini dilatar-belakangi acara Musyawarah Cabang (Muscab) Indonesian National Nurses Association-Qatar (INNA-Q), dalam rangka peralihan kepemimpinan periode satu ke kedua, tahun 2010-2012. Agar tampak lebih dinamis, ‘judul’ nya kami ‘modifikasi’. Modifikasi judul ini ternyata membuat banyak hal berubah. Mulai dari susunan acara, undangan, pembicara, topik, tempat penyelenggaraan, hingga tentu saja biaya.

Saya datang terlambat. Maklum, sedianya memang tidak hadir. Lagi pula berangkatnya juga numpang mobil rekan kerja. Sekitar 45 menit sudah lewat ketika sampai di hotel. Yang penting, acara inti tidak ketinggalan. Begitu pikiran saya. Ringkasnya, saya bisa mengikuti sebagian besar acara dengan serius.

Tulisan ini merupakan bagian dari refleksi diri terhadap performance of the Indonesian Nurses in Qatar.

Saya kagum dengan ulasan lengkap yang disampaikan oleh Ms. Martinez, asal Filipina, Pembicara Tamu kita pagi tadi yang menyampaikan: Challenges of Nurses in the World of Healthcare Services. Kupasannya menyangkut peran nurses dalam skala internasional, tentangan serta rekomendasi. Apa yang beliau sampaikan intinya memberikan dorongan semangat kepada nursing professional untuk tetap maju meniti karir ini, sebagai sebuah pilihan yang tepat. Bukannya penyesalan.

Lantas mengapa saya kaitkan hal ini dengan Aku Cinta Indonesia? Banyak orang kita yang memandang nurses dengan sebelah mata. Kita yang sedang bekerja di luar negeri, dicap hanya sebagai pekerja yang kurang cinta Tanah Air. Hanya mencari dollar, memburu Dirham atau Riyal.



Cinta artinya sangat luas. Begitu luasnya arti cinta, hingga membuat orang Asia umumnya, segan jika terus terang harus mengatakan dengan lisan. Utamanya lewat tatap muka. Jangankan dengan orang lain. Orangtua ke anaknya saja, di negeri kita, jarang kita mendengar kata-kata ini. Barangkali alasan yang paling kuat mengapa hal ini tidak terjadi adalah karena rasa ‘tabu’. Tabu mengatakan ‘aku cinta kamu’. Kecuali dalam film-film nasional kita, yang diobral kata-kata ini semurah-murahnya, sehingga terkesan tidak lagi ada harganya.

Mengemas acara Professional Meeting di antara profesi kami di Qatar dengan melibatkan orang-orang dari bangsa-bangsa lain bukanlah persoalan mudah. Apalagi sepele. Sementara orang berpikir bahwa membuat acara seperti ini yang penting ada duit, semua bisa terwujud. Tidak saya pungkiri, benar! Tapi banyak hal-hal yang tidak bisa dibayar dengan uang: rapat, persetujuan anggota atau team, pembentukan panitia serta kesuka-relaan mereka dalam kerja, dan kesungguhan dalam pencapaian tujuan. Singkatnya: team work, di mana semua ini harus dibayar mahal. Sangat mahal!

Sekitar tiga bulan sebelum acara dilaksanakan, komunikasi lewat email, telefon dan berbagai repat kecil sudah dilakukan. Tarik-ulur tentu terjadi. Setuju dan tidak setuju bukan hanya monopoli anggota DPR. Masing-masing memiliki argument tersendiri. Tapi komitmen anggota inti sama: sepanjang yang bakal dilaksanakan nanti itu baik untuk anggota dan mendongkrak reputasi profesi, jalan terus. Saya membaca, dukungan yang sangat sedikit sekali dari keseluruhan anggota. Macam-macam issue dan alasan yang masuk ke telinga ini.

Mundur? Tidak juga. Tim dibentuk. Yang hadir waktu rapat? Hanya 5 orang. Jalan! Sekali lagi, jalan! “Hebat!” Begitu gumam saya dalam hati. Jangan pernah mundur hanya karena bisikan-bisikan, betapapun jumlahnya banyak. Selagi langkah ini berbuah positif, tetap optimis. Keringat, jangan diukur lelahnya, utamanya yang dialami oleh panitia inti. Kekuatiran saya sempat berlapis-lapis, membayang-bayangi optimisem dalam merealisaikan rencana akbar ini.

Rapat makin intensif dilaksanakan, dihadiri oleh hanya orang itu-itu saja. Dari dulu. Sebenarnya ada rasa kesal juga. Tapi sampai kapan? Tidak menyelesaikan masalah. Kami bangkit. Agenda digelar dan jalan terus. Biarpun 4 orang, tapi jika kuat pilarnya, rumah akan bisa berdiri, ketimbang dua puluh tapi rapuh. Mulai dari kegiatan A hingga Z, diidentifikasi. Ini terjadi hingga satu hari sebelum Hari H.

Undangan disebar, Gladi resik digelar. Ah, lega rasanya. Semua anggota panitia wajib mengenakan pakaian batik. Sebuah ekspresi kebanggaan atas bangsa ini, yang bisa dilihat dengan kasat mata. Dibumbuhi dengan tari-tarian tradisional, pencak silat, lagu-lagu, pembagian hadiah, pidato, komentar, pertanyaan serta makanan ala Indonesia. Semuanya tersaji dalam kemasan cantik sebagai hasil kerja sama Indonesian Nurses.

Sekitar 100 orang hadir, tidak terkecuali Kedubes RI di Doha. Barangkali terhitung sedikit. Namun lewat yang seratus ini, nama baik kita mulai direnda, bisa membahana, menembus ratusan bahkan bisa ribuan lainnya tentang kiprah professional kita di luar negeri. Apa lagi yang bisa dibanggakan jika bukan kemampuan intelektual profesi saat harus bergaul dalam forum multinasional seperti ini?



Untuk menyebut Indonesia kaya raya, saya tidak mampu karena pendapatan perkapita kita di bawah banyak negara. Tidak usah dibandingkan dengan Qatar, negara kecil yang kaya ini. Boss saya yang orang asli Qatar, sempat memuji penyelenggaraan acara ini, meski beliau berhalangan datang. Demikian pula rekan kerja seorang Qatari lady. Apalagi jika saya harus bandingkan acara-acara seperti ini dengan kiprah nurses dari negara-negara lain, tidak terkecuali India serta Filipina. Saya yakin this is the first of such program. Kita mampu bersaing!

Mewakili rekan-rekan Indonesian Nurses yang tinggal dan bekerja di Qatar, khususnya Panitia Penyelenggara, nun jauh di Timur Tengah sana, tidaklah berlebih, sekiranya kami, di tengah derita sebagian rakyat Indonesia yang tertimpa musibah Merapi dan Tsunami, kami katakan bahwa inilah bagian dari ekspresi cinta kami selain sebagai penyumbang devisa negara terhadap Indonesia. Bahwa ‘Kami Cinta Indonesia’, bukan bualan. Bahwa kami bukan hanya mencari uang harta, tapi turut pula berjuang menebar harum namamu di teras Internasional. Setidaknya dalam ruang profesi kami: nursing!



Doha, 30 October 2010

Shardy2@hotmail.com