Selama lebih dari 15 tahun ngalami yang namanya bepergian jauh.
Dari antar kota, antar propinsi, antar pulau hingga antar negara. Banyak ragam
pengalaman yang saya lalui. Dari moda transportasi darat, air dan udara. Dari
yang tepat waktu sampai yang terkadang delayed (tertunda).
Jadwal tunda dalam sebuah perjalanan menjadi pengalaman yang tak
mengenakkan. Dari mulai waktu yang terbuang, connecting transport yang tak
terkejar sampai rela nginep di rumah orang. Jika diceritakan lumayan panjang
juga.
Pengalaman terakhir yang nggak mengenakkan adalah perjalanan mudik
saya tahun ini. Kemarin sore waktu Qatar, saya meluncur dari lokasi akomodasi
saya di perantauan menuju ke Hamad International Airport di Doha. Malam itu
saya akan menaiki pesawat Oman Air dengan rute Doha-Muscat-Jakarta.
Jadwal keberangkatan dari Doha direncanakan jam 21:35 malam. Sejak
awal keberangkatan, check in, hingga masuk ruang tunggu semua berjalan lancar.
Namun perjalanan menjadi sebuah pengalaman tak mengenakkan ketika satu jam
sebelum jadwal take off, penumpang belum juga boarding. Wah..bisa jadi delayed
nih (batin saya). Dan...ternyata benar. Jadwal Oman Air ditunda
keberangkatannya menjadi jam 22:50.
Kepala pun jadi pusing rasanya. Musim mudik lagi rame-ramenya.
Langsung kepikiran kalau-kalau kereta jam 16:30 keesokan harinya tak terkejar.
Plan B pun dijalankan. Segera saja saya booking tiket kereta, Alhamdulillah
dengan aplikasi ticket online akhirnya dapat juga. Masih ada sisa 1 tiket untuk
keberangkatan jam 20:15.
Tapi rasa pusing pun belum juga hilang, karena tiket yang saya
beli belum juga terkonfirmasi hingga satu jam usai transfer. Ya sudahlah,
akhirnya saya berpasrah diri. Sambil bersiap boarding untuk melanjutkan
perjalanan udara ke Muscat, Oman.
Setiba di Oman, ada lagi masalah muncul. Walau bukan masalah
besar, tapi sempat membuat jantung dag dig dug. Karena jam keberangkatan
Muscat-Jakarta sudah mepet. Boarding pass bermasalah. Tak bisa discan.
Lagi-lagi harus rela ngantri di transfer counter check in untuk ngeprint ulang
boarding pass. Singkat cerita saya pun bisa masuk ke ruang tunggu. Tak sampai
sepuluh menit di ruang tunggu, penumpangpun diminta masuk ke pesawat.
Jadwal tiba jam 13:20 di Jakarta pun tak terkejar. Pesawat baru
tiba di Jakarta jam 13:52 menit. Pesanan tiket kereta srmalam ternyata gagal.
Bukalapak mengembalikan semua uang yang saya transfer. Untuk melanjutkan Plan
B, saya pun segera mencari tiket kereta lagi. Alhamdulillah, dapat kereta jam
21:00. Langsung saya bayar, dan sukses.
Jam 14:50 saya sudah berada di Taksi menuju stasiun gambir. Hanya
bisa meminta supir taksi agar bisa di Gambir sebelum 16:30. Sang supir tak
menjanjikan, tapi akan berusaha. Maklum lah musim mudik, bisa saja jalanan
Jakarta masih macet.
Alhamdulillah, tepat 15:30 taksi blue bird yang saya naiki tiba di
stasiun gambir. Lega rasanya. Walau harus rela tiket kereta yang barusan saya
beli hangus, tapi hati ini lega sekali karena bisa naik Kereta Bima yang sudah
saya beli sejak tiga bulan lalu. Tiket Purwojaya jam 21:00 yang saya beli tadi
setiba di Cengkareng tak sempat saya refund di Gambir. Antrian refund begitu
mengular. Maka saya pun harus rela menghanguskan uang tiket tersebut. Semoga berkah
untuk PT. KAI.
Inilah sekelumit kisah saya. Kisah perjalanan mudik tahun 2018.
Kisah anak rantau yang pulang kampung untuk bersua dengan orangtua, keluarga
dan sanak saudara. Ada-ada saja kisah hidup ini.
Hikmah yang bisa diambil adalah selalu siapkan Plan B dalam setiap
perjalanan. Bawa selalu uang yang cukup, internet banking, ATM, Credit Card
(jika perlu) dan nomor kontak penting. Jadi ketika kondisi darurat muncul, kita
sudah menyiapkan antisipasinya. Jangan sampai kita terlantar di tengah perjalanan.
Wallohua'lam bisshowab.
Jakarta, 11 Juni 2018
Dari Dukhan-Doha-Muscat-Cengkareng-Gambir-Purwokerto menuju
Purbalingga.
No comments:
Post a Comment