Eksplorasi Batubara - Kalteng 2006 |
Di akhir tahun 1995, saya baru saja lulus SPK
(Sekolah Perawat Kesehatan) di Kota Batik Pekalongan. Sudah menjadi suatu
‘budaya’ bahwa setelah lulus sekolah perawat pada masa itu, maka dia akan
memulai ‘praktik mantri suntik’ di rumahnya. Termasuk saya.
Saya tidak sampai memasang papan praktik layaknya dokter atau pengacara.
Sebagai seorang Pak Mantri (begitu orang kampung biasa memanggil), saya tidak
mempunyai jam praktik, tidak memungut tarif resmi dan tidak juga memasang iklan
di mana-mana. Ketika ada tetangga yang sakit dan datang ke rumah, ya ditolong
semampunya. Terkadang ada juga yang meminta untuk datang ke rumah mereka.
Tidak hanya itu, menjadi mantri sunat (tukang supit) di kampung juga dijalani.
Dimulai menyunat anak tetangga yang sembuh cepat, saya pun mulai dikenal, di
desa sendiri dan desa tetangga, bahkan sampai di kecamatan sebelah.
Sekitar 3 tahun bekerja sebagai tenaga ‘siap lelah’ di Puskesmas. Gaji honorer
pun tak pernah didapat. Yang ada hanya uang lelah. Setiap awal bulan, kepala personalia
Puskesmas memberi sebuah amplop bertuliskan ‘uang lelah’ kemudian dibawahnya
ada tulisan ‘Rp.15,000’ (lima belas ribu rupiah).
Dengan uang segitu, untuk beli bensin pun tak cukup. Namun, semua itu dijalani
dengan senang hati, karena saya ingin membanggakan orang tua, bisa menjadi
mantri suntik di kampung, bisa dekat dengan mereka dan terkadang membantu
keuangan semampunya dari hasil ‘praktik’.
Di tengah kesibukan bekerja sebagai tenaga siap lelah di Puskesmas dan menjadi
mantri sunat di kampung sendiri, saya luangkan waktu mengikuti kursus bahasa
inggris. Tak ada angan-angan atau impian untuk apa belajar bahasa inggris.
Pokoknya hanya ingin belajar dan menambah pengetahuan.
Sampai 3 kursus dilakoni, tapi disetiap akhir program, tidak ada perubahan
dalam kemampuan bahasa inggris. Gimana ada perubahan, lha wong ngomong
sehari-harinya aja pake Bahasa Banyumasan.
Semenjak lulus sekolah, ‘praktik mantri’, dan bekerja di puskesmas, selama itu
pulalah tinggal bersama orangtua. Selama itu pula tidak pernah lagi meminta
uang ke orangtua, malah sebisanya memberi buat mereka.
***
Di akhir tahun 1998, saya putuskan untuk berpindah tempat kerja. Mencari tempat
kerja baru, suasana baru, pengalaman baru dan membuka wawasan kehidupan yang
lebih luas.
Alhamdulillah, ada sebuah rumah sakit swasta di Kota keripik, Purwokerto yang
menerima. Anehnya, saya menjadi perawat laki-laki satu-satunya.
Setahun di Purwokerto, kemudian pindah lagi karena ajakan seorang teman sewaktu
SPK (almarhum Syamsul Bachri) untuk melanjutkan pendidikan diploma keperawatan
di kelas ekstensi RSUD Purbalingga. Paginya bekerja di RSUD, kemudian sore
harinya belajar di kelas. Alhamdulillah! Di akhir tahun 2001 pendidikan diploma
keperawatan pun berakhir.
Baru 3 bulan bekerja sebagai tenaga kerja honorer di RSUD Purbalingga,
tiba-tiba ada tawaran dari seorang dosen bahwa ada program pelatihan perawat
untuk persiapan ke luar negeri yang bertempat di Semarang.
Sebuah pilihan yang sulit. Di antara mau melanjutkan kerja sebagai tenaga honorer
atau memilih mengikuti pelatihan yang belum tentu hasil akhirnya.
Bersama dengan seorang teman, Ria Budi namanya,
kami pun bertekad bulat mengikuti pelatihan tersebut.
***
Memasuki bulan Agustus 2002 menjadi saat-saat terakhir program Pendidikan dan
Pelatihan (Diklat) Sertifikasi Perawat Profesional di Semarang. Diklat tersebut
diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan
Politeknik Kesehatan Semarang dan RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Program training dengan bahasa pengantar bahasa inggris ini, terlaksana selama
hampir satu tahun. Sebuah proyek diklat yang bercita-cita memberangkatkan semua
pesertanya untuk bekerja di luar negeri.
Namun apa mau dikata! Sampai akhir program, tak ada satupun peserta yang bisa
berangkat ke luar negeri. Jangankan seleksi, try out pun tak pernah
digelar.
Ibarat ayam yang kehilangan induknya. Akhirnya masing-masing mencari
‘peruntungan’ sendiri. Dari 120-an peserta lulusan Akademi Keperawatan se-Jawa
Tengah, ada yang melempar lamaran kerja sana sini, ada juga yang pulang
kampung.
Kami nggak tahu pihak mana yang salah, yang jelas bahwa program ini tidak
membuahkan hasil yang manis.
Status tenaga honorer sudah saya tanggalkan setahun lalu. Impian bekerja ke
luar negeri belum kesampaian. Perjuangan belum berakhir. Kalau boleh dibilang,
pelatihan ini gagal.
Tapi dari ‘kegagalan’ inilah yang nantinya menjadi titik awal yang mengantarkan
saya bekerja ke luar negeri. Inilah titik tolak dimulainya sebuah episode
kehidupan untuk berkeliling nusantara.
***
Saya merupakan satu dari sekian banyak peserta diklat yang mengirimkan lamaran
kerja ke beberapa rumah sakit. Hampir sebulan, tak ada satu pun institusi yang
memanggil.
Hingga suatu waktu, ada seorang teman yang mengabari bahwa ada lowongan kerja
untuk perawat yang dimuat di sebuah harian. Saya dan sebagian yang lain pun
segera membuat surat lamaran kerja untuk mengisi posisi Rotating Paramedic dan
mengirimkannya via pos ke perusahaan dimaksud. Perusahaan itu bernama
International SOS.Sebuah perusahaan penyedia layanan kesehatan yang berbasis di
Perancis ini mempunyai kantor cabang di Indonesia, tepatnya di Kawasan
Antasari, Jakarta Selatan.
Alhamdulillah, saya dipanggil, ikut wawancara dan lulus. Saya menjadi satu dari
9 orang dari diklat semarang yang keterima.
Setelah melewati masa training selama 4 minggu di
SOS Training Department Jakarta, saya ditempatkan bekerja di sebuah perusahaan
pertambangan batubara terbesar di Indonesia kala itu, yaitu PT.Kaltim Prima
Coal. Perusahaan ini terletak di sebuah kota kecil bernama Sangatta Baru,
Kalimantan Timur.
Berbekal training pre hospital care yang
sebelumnya tak pernah diajarkan di kampus, saya pun siap bekerja di lokasi
pertambangan.
***
Tibalah masa menikmati penerbangan pertama dalam sejarah. Istilah-istilah check
in, take off, landing serasa masih asing di telinga.
Alhamdulillah, dalam waktu bersamaan ada seorang
Laboratory Technician asli Bandung yang ditempatkan di KPC site. Dialah yang
memberikan briefing bagaimana check in, boarding, mengencangkan seat belt, dan
hal-hal lain yang terkait dengan bandara dan penerbangan.
Namanya aja wong ndeso, semula, pesawat tahu nya hanya ketika melintas di atas
rumah atau saat melihatnya dalam sebuah adegan film di televisi. Maka jangan
heran, jika masih buta dengan istilah-istilah di airport.
***
Dari yang tidak tahu sama sekali tentang bandara dan penerbangan, hingga bisa
menumpangi berbagai macam pesawat. Bukan bermaksud sombong, tapi
pesawat-pesawat inilah yang dalam babakan kehidupan berikut, saya nikmati
menuju lokasi kerja ataupun saat pulang cuti. Diantaranya pesawat Boeing 737,
Twin otter, Cassa 212, helicopter Super puma, helicopter Hughes 500, helicopter
Skordsky, Beechcraft, helicopter Bell 212, dan helicopter Bell 412.
Selama 6 tahun bergabung dengan perusahaan yang bergerak dalam menyediakan jasa
layanan kesehatan ini, saya telah menapaki berbagai kota dari Ujung Papua
hingga Aceh. Baik untuk kepentingan perjalanan tugas ataupun hanya sekedar
singgah.
Dengan bekal profesi nursing, saya pernah meninggalkan jejak di Biak, Sorong,
Salawati, Babo, Bintuni, Bali, Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, Manado, Makassar,
Sangatta, Bontang, Samarinda, Balikpapan, Muara Teweh, Medan, dan Aceh. Sungai
Barito, Sungai Mahakam, Teluk Bintuni bahkan sampai Selat Malaka pun pernah
diarungi.
Tak hanya bisa menikmati perjalanan yang dibiayai
oleh perusahaan, menikmati fasilitas hotel-hotel berbintang menjadi hal yang
biasa. Dari hotel berbintang tiga sampai hotel berbintang lima sudah menjadi
langganan. Kamar tidur luas. Kasur empuk. Kamar mandi bersih dan harum. Makanan
enak yang mahal harganya. Semuanya sudah pernah dirasakan dan semuanya gratis.
Dan yang terakhir, semuanya perusahaan yang bayar.
***
Selama 3 tahun, saya bekerja sebagai emergency nurse di klinik swarga bara,
milik PT.KPC. Klinik ini, kurang lebih seukuran dengan Puskesmas induk di
kecamatan. Di klinik ini ada layanan rawat jalan (outpatient), rawat inap
(inpatient), dental, radiologi, laboratorium, dan occupational health. Selain
bekerja di Gawat Darurat, Head Nurse juga merotasi saya ke bagian lain seperti
ke occupational healthdan rawat jalan.
Di KPC site inilah awal mula bekerja dengan orang
yang multi suku dan multi budaya. Suku Jawa, Batak, Toraja, Makassar, Bugis,
Sunda, dan Dayak. Di sini saya banyak belajar tentang berbagai macam perilaku
dan karakter manusia. Di sini banyak belajar untuk bisa mengerti tentang
perbedaan sifat manusia. Sebuah pembelajaran yang sangat berharga, yang tak
pernah didapatkan selama kuliah dulu.
Waktu pun terus berlalu, dengan rotasi kerja 9
minggu on site (bekerja) dan 3 minggu off site (liburan).
***
Site kedua adalah lokasi eksplorasi batubara yang berada di lebatnya belantara
Borneo milik perusahaan BHP Billiton. Proyek pencarian batubara ini berada di
tengah hutan Kalimantan tengah.
Untuk menuju ke lokasi kerja, membutuhkan waktu yang cukup lama. Dengan
perjalanan udara selama satu jam menuju Mount Muro Airport, kemudian 15 menit
perjalanan darat menuju pelabuhan, 1 jam perjalanan air menyusuri sungai
barito, dilanjutkan 2 jam perjalanan darat, barulah saya sampai di sebuah Camp
pekerja eksplorasi.
Benar-benar sebuah petualangan!
Camp Haju - BHP Billiton Project 2006 |
Pertama kali sampai di Camp eksplorasi, saya
tercengang. Suasananya lengang dan sangat sepi. Tak terdengar suara kendaraan.
Tak terlihat pula lampu-lampu jalan.
Camp ini berada di sebuah lembah.
Di sisi kanan kiri terdapat pepohonan tinggi yang
tak lagi lebat karena sisa-sisa penebangan. Di beberapa tempat nampak semak
belukar. Tiang-tiang bangunan camp terbuat dari kayu-kayu hutan. Dinding dan
atapnya terbuat dari plastik terpal. Kantor kepala proyek, ruang radio
komunikasi, dapur, klinik first aid, kamar mandi dan toilet, semuanya serba
beratap dan berdinding plastik terpal.
Air mandi berasal dari air sungai yang ada tak
jauh dari camp. Air sungai disedot dengan mesin pompa kemudian ditampung ke
bak-bak mandi yang terbuat dari drum-drum bekas.
Tempat tidurnya, bed ala tentara yang bisa dilipat. Untuk menghindari gigitan
nyamuk, masing-masing tempat tidur dipasangi kelambu dari kain tipis. Selain
tahan nyamuk, kelambu ini bermanfaat untuk membantu menghangatkan tempat tidur.
Dalam proyek ini, saya mulai mengenal profesi
lain seperti Geologist, Surveyor, Radio Operator, Helicopter Landing Officer
dan Logistic Officer. Coba kalau kita bekerja di Rumah Sakit, yang kita kenal
ya Dokter, Nurses, Bidan, Laboratory Technician, Xray Technician,
Physiotherapist dan Ahli Gizi.
Memasuki proyek eksplorasi ini, sepertinya
'kuliah' lagi. Saya banyak belajar dengan profesi lain dan mengenal lebih dekat
dengan alam sekitar.
Jumlah pekerjanya sekitar 30-an orang. Hanya ada
satu nurse atau paramedic on duty. Sebagai medic (sebutan nurse di
lokasi kerja), saya bertanggungjawab penuh terhadap status kesehatan seluruh
karyawan. Dalam klinik first aid, terdapat satu responder bag yang berisi
peralatan dan obat-obatan yang selalu dibawa ketika menemani karyawan yang
sedang bekerja di tengah hutan.
Di klinik juga terdapat peralatan untuk
kepentingan evakuasi, seperti neck collars, basket stretcher, scoop stretcher, portable
oxygen, dan extrication devices.
Dalam kasus yang tidak bisa ditangani oleh medic
dan membutuhkan konsultasi medis, perusahaan menyediakan layanan Medical
Director (MD). MD ini bertempat di kantor pusat di Jakarta dan siap membantu on
site paramedic yang membutuhkan konsultasi dan rekomendasi. Walaupun
sendiri di hutan sebagai tenaga kesehatan, tapi MD siap memberikan advice
ketika dibutuhkan.
***
Site ketiga, saya ditempatkan di sebuah proyek konstruksi (pembangunan) tambang
LNG (Liquid Natural Gas) Tangguh, milik perusahaan British Petroleum. Proyek
ini berada tepat di tepian Teluk Bintuni. Di desa Tanah Merah, Teluk Bintuni,
Papua Barat. Lokasinya sangat jauh di pedalaman papua. 3 jam perjalanan udara
dari Jakarta menuju Biak atau Sorong. Perjalanan udara menuju Babo selama 1
jam, dan dilanjut lagi perjalanan air dengan speedboat menuju lokasi proyek
sekitar 1.5 jam. Melelahkan tapi menyenangkan!
Situasi kerja disini berbeda lagi dengan situasi
kerja di KPC dan BHP Billiton. Dari lokasi pertambangan kemudian lokasi
eksplorasi, sekarang ke lokasi konstruksi. 3 situasi yang sangat berbeda.
Orang-orang nya pun makin beragam. Di sini bisa bertemu dengan orang-orang suku
Papua, Jawa, Bugis, Makassar, Minang, Sunda dan suku-suku lainnya.
Saya juga berinteraksi dengan orang-orang Jepang,
Australia, South Africa, Inggris, Amerika, India dan ekspatriat lainnya.
Makin beragam karakter dan sifat manusia yang
ditemui. Lagi-lagi, ini merupakan pelajaran kebudayaan yang tidak didapatkan di
bangku sekolah.
Tim kerja eksplorasi BHP Billiton - Kalteng 2006 |
Hikmah yang bisa saya petik adalah, setelah lulus
pendidikan perawat lebih bijak jika tidak hanya berpikir bekerja di Rumah
Sakit, Klinik dan Poliklinik dekat rumah saja. Perluas jaringan dan wawasan.
Tambah knowledge dan skills.
Dengan menjadi praktisi nursing, kita bisa tetap
bekerja sambil berkeliling nusantara ‘tanpa biaya’. Banyak di antara
rekan-rekan saya waktu itu yang bisa menyeberang ke Malaysia, Singapore,
Bangladesh, Brunei, Vietnam, Papua New Guinea, Thailand, Timor Leste, Australia,
Irak, Cina bahkan sampai ke Rusia.
Walaupun saya belum bisa sukses seperti
rekan-rekan nurses yang saat ini sudah menjadi Pengusaha, Politisi, Dosen,
Direktur, Supervisor dan kesuksesan-kesuksesan lainnya, saya pribadi merasa
bangga dengan profesi nursing.
Alhamdulillah, setumpuk kisah pertarungan saya
sebelum ke negeri seberang, meski tanpa pergulatan fisik, kayak James Bond aja!
Dan cita-cita untuk bisa bekerja di luar negeri, akhirnya tercapai.
Di pertengahan 2008, saya bisa menjejak bumi Qatar
dan tetap menekuni profesi nursing. Perjalanan babak kedua, di padang
pasir.
Uang lelah 15 ribu rupiah/bulan yang dulu pernah
saya nikmati, kini menjadi sebuah hikmah yang bisa dipetik. Dengan kegigihan
semangat dan usaha yang optimal, insya’ Allah selalu ada jalan untuk meraih
mimpi-mimpi besar.
Satu lagi pesan saya terhadap junior nursing
adalah jangan pernah lupa untuk selalu berdo’a atas segala ikhtiar yang sudah
kita lakukan. Allah ‘Azza Wajala, Maha Tahu yang menjadi prasangka hambaNya.
Terima kasih dan salam hormat untuk kedua
orangtua yang telah menyekolahkan saya ke nursing.
Enjoy Nursing! Your life will not be boring!
Dukhan, 02-12-2012