|
Souq Waqif - Doha - Qatar 2009 |
Hari ini, 6 tahun yang lalu,
menjadi hari bersejarah bagi saya. Saat dimana kedua kalinya kaki ini menapak
di negeri Qatar. Demi memenuhi sebuah panggilan kerja untuk menggapai sebuah
impian hidup. Sendiri, tanpa istri dan anak-anak. Keduanya saya tinggalkan di
negeri tercinta, Indonesia.
Tiga bulan sebelumnya, saya telah
memenuhi undangan face to face interview di kota Doha. Cuaca waktu itu nyaris
tak beda jauh dengan cuaca Indonesia. Kisaran suhu udara 29-32 derajat celcius
di siang hari. Tapi beda dengan cuaca bulan Juni waktu itu, suhu udara
sangatlah menyengat kulit.
Jam 05.30 pagi pesawat Qatar Airways mendarat sempurna di landasan pacu Doha
International Airport. Tanda “dilarang merokok” dan “kencangkan sabuk pengaman”
sudah dimatikan. Awak kabin pun dengan sigap mengumumkan kepada seluruh
penumpang untuk meninggalkan pesawat, dan mengingatkan agar tak ada barang yang
tertinggal di dalam kabin.
Ketika tubuh ini keluar dari kabin pesawat, suhu udara pagi itu layaknya suhu
udara siang hari di Indonesia. “Wow! Pagi hari sudah panas begini”, pikir saya.
This is life, this is my choice and I will enjoy it!
Hidup memang pilihan. Mau memilih yang ini atau yang itu, itu terserah diri
kita masing-masing.
Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Bahkan sesuatu yang
akan terjadi di menit-menit kemudian saja, tak ada yang pernah tahu. Semuanya
misteri ilahi. Manusia sekedar menjalani dan berusaha mendapatkan takdir
terbaik dalam hidupnya.
Menjadi TKI, Siapa Takut!
Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri merupakan sebuah pilihan
hidup. Tak banyak yang memilih menjadi TKI. Pepatah lama mengatakan “Daripada
hujan emas di negeri orang lebih baik hujan batu di negeri sendiri
(bagaimanapun senangnya hidup di negeri orang, masih lebih senang hidup di
negeri sendiri)”.
Banyak kisah sedih dan pilu dari para TKI, khususnya tenaga kerja rumah tangga.
Banyak dari mereka yang diperlakukan tidak baik oleh majikannya. Bisa jadi
majikannya yang memang salah, atau kurangnya pengetahuan mereka dalam
menghadapi perbedaan lingkungan kerja, bahasa dan budaya di negeri orang.
Menjadi TKI hanya sebuah cara untuk menjemput rezeki yang telah dijanjikan oleh
Sang Maha Pemberi Rezeki.
Saya, merupakan satu dari sekian banyak TKI yang mengais rezeki di negeri yang
kaya minyak ini. Sampai saat ini, tak kurang dari 6000 TKI Professional bekerja
di Qatar. Banyak dari mereka bekerja di sektor minyak dan gas (migas). Sebagian
lainnya di sektor telekomunikasi, perhotelan, kesehatan dan konstruksi.
Sementara jumlah terbesar memang masih ditempati oleh tenaga kerja rumah
tangga.
Beda Negara, Beda Budaya.
Bekerja di luar negeri merupakan pengalaman pertama saya dalam hidup. Tak
pernah sekalipun diri ini bekerja di negeri orang. Sejak awal kaki ini
mendarat, cuaca sudah jauh berbeda.
Hari-hari berlalu bekerja di negeri orang, banyak pengalaman yang saya dapat.
Sebuah pengalaman hidup yang luar biasa bisa bekerja dengan lingkungan kerja
multi nasional, multi kultur, multi bahasa dan multi-multi lainnya.
Walaupun negeri ini memakai bahasa arab sebagai bahasa nasional, tapi bahasa
inggris menjadi bahasa pengantar sehari-hari yang banyak dipakai di Qatar.
Kemampuan bahasa inggris menjadi sebuah mandatory sebelum anda memasuki negeri
ini, jika anda mau bekerja.
Bahkan saking seringnya bahasa inggris yang dipakai, sampai-sampai bahasa arab
saya masih seputaran “khaif khaluk atau khaif khalik” saja. Duh! Mau sampai
tahun keberapa saya kan menguasai bahasa arab dengan baik. Malu rasanya jika
suatu saat nanti saya resign dari negeri ini tapi saya nggak bisa bahasa arab.
Apa kata dunia???
Tapi lagi-lagi, walaupun bahasa inggris menjadi bahasa pengantar yang banyak
dipakai, saya menilai bahasa inggris saya juga belum bagus-bagus amat. Ya
sebatas memperlancar pekerjaan dan hubungan sesama manusia di lingkungan kerja
atau sosial.
Disana sini, karakter manusia sebenarnya sama saja. Ada yang baik, ada yang
temperamen, ada yang silent dan banyak lagi tipe manusia.
Jauh sebelum saya putuskan menjadi seorang TKI di Qatar, selama 6 tahun pula
banyak pengalaman berinteraksi dengan berbagai macam manusia di Indonesia. Dari
mulai Aceh hingga Biak, Papua.
Ketika saya komparasikan dengan berbagai karakter manusia di negeri Qatar,
ternyata tak jauh beda. Dimana-mana, manusia itu banyak ragam sifat dan
sikapnya.
Tinggal bagaimana kita sebagai manusia menyikapinya. Prinsip hidup saya adalah
“Cobalah mengerti akan kondisi orang lain, jangan pernah memaksa orang lain
untuk mengerti tentang diri saya”.
Alhamdulillah dengan prinsip tersebut, saya bisa hidup berdampingan secara baik
dengan berbagai macam manusia dari berbagai Negara. Bisa melayani mereka dengan
baik secara professional.
Sebagai seorang Nurse, kemampuan mengenali karakter manusia dari berbagai latar
belakang Negara dan budaya sangatlah penting. Dengan mengetahui sifat dan
karakter mereka, maka kita pun tahu sikap terbaik seperti apa yang kita suguhkan
ke mereka.
Qatar layaknya Miniatur United Nations.
Benar-benar sebuah pelajaran hidup yang sangat berharga. Menjadi impian besar
bagi saya bisa tinggal dan berinteraksi dengan manusia dari berbagai Negara.
Qatar merupakan salah satu tempat untuk menggapai impian itu. Kenapa begitu?
Karena di negeri ini, kita bisa temui orang-orang dari berbagai belahan bumi.
Walaupun tak mesti dekat dengan semuanya, tapi disini kita bisa temui hampir
semua nationality (kebangsaan).
Dari mulai warga Negara Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand, Jepang, China,
Vietnam, Myanmar, India, Nepal, Pakistan, Srilanka, Bangladesh, Afghanistan,
Australia, Inggris, Belanda, Spanyol, Venezuela, Canada, Amerika, Afrika
Selatan, Tunisia, Mesir, Yordania, Palestina, Aljazair, Yaman, Oman, Bahrain,
Saudi, Sudan, Kenya, Ghana, Nigeria, dan banyak Negara lainnya. Dan sudah tentu
berinteraksi dengan orang-orang Qatar.
Mereka semua datang ke negeri ini sama-sama untuk mengadu nasib, menjemput
rezeki yang sudah dijanjikan. Masing-masing bekerja di bidangnya. Dari mulai
tukang kebun, tukang sapu jalan, tukang bersih-bersih rumah, pembantu rumah
tangga, supir pribadi, supir taksi, pekerja bangunan, pelayan toko, pelayan
restaurant, pekerja perhotelan, operator pabrik migas, tukang insinyur, hingga
para manager.
Semua bekerja sesuai porsinya. Termasuk saya yang berlatar belakang pendidikan
nursing, maka Alhamdulillah saya juga bekerja di bidang nursing.
6 tahun saya disini, serasa begitu cepat. Rambut putih kian banyak. Bukan
karena stress kerja tentunya, tapi lebih karena tipe rambut saya yang gampang
beruban. Saya tak pernah menyalahkan Bapak tercinta (kenapa membawa Gen
begini), tapi mungkin ini adalah rezeki bagi saya pribadi, yang diberikan Nur
(cahaya) lebih banyak dari yang lain.
Terima kasih untuk kedua orangtuaku tercinta atas segala pelajaran hidup dan
kehidupan yang telah engkau berikan. Segala yang telah kuberikan mungkin tak
akan pernah sanggup membayar segala jerih payahmu mendidikku dari kandungan
hingga sebesar sekarang. Maafkan saya wahai Bapak dan Ibu, jika anakmu ini tak
berbakti kepadamu.
Terima kasih untuk istri dan anak-anakku tercinta yang setia menunggu di
kejauhan sana. Karena kalian, semangat hidup ini terus membara. Karena kalian,
tak ada kata lelah untuk terus berjuang dalam hidup ini. Semoga Allah SWT,
senantiasa menjadikan keluarga kita sakinah mawaddah warrahmah. Aamiin.
Dukhan, 27 Juni 2014
Sugeng Bralink