Oleh Imron Fauzy
Ketika menyebutkan kata mie Instan, saya selalu teringat pada sosok kawan baik saya, yang suka membawanya dan memasaknya waktu jaga bersama di Fire station Raslaffan, tidak peduli itu mau pagi, siang dan malam dan masakan mie nya itu memang beda, tidak sama dengan yang di rumah ( maksudnya lebih yummy dan lengkap plus dengan brambang goreng dan telur rebusnya), dan ketika saya tanyakan kenapa kok suka sekali makan mie instan, jawabannya sungguh di luar dugaan saya “sudah kebiasaan mas “sahutnya, tapi sebentar coretan ini bukan untuk mengomentari kebiasaan teman saya itu, malah tidak ada hubungannya, yang saya mau teruskan adalah kata instan, Kebiasaan dari kita mendapatkan sesuatu dengan cara instan.
Instan adalah versi Indonesia dari Instant (English) yang artinya seketika, segera (kamus electronic), sungguh di jaman super modern ini segala sesuatu di buat untuk memanjakan para penggunanya, segala sesuatu dibikin lebih mudah, contoh sederhana seperti bumbu instan, kopi instan, teh instan,santan instan, nasi instan, sambal instan dsb membuat kita dengan mudah dan cepat menikmatinya.
Tetapi tanpa kita sadari kebiasaan mendapatkan sesuatu tanpa harus keluar banyak keringat dan ruwet ini juga menjadi kebiasaan kita dalam menaungi kehidupan ini, seperti pasang togel, mencari harta karun, menggandakan uang – biasanya dengan jasa paranormal (biar dapat uang tanpa susah payah), istilah joki, jasa skripsi dll adalah cara cepat menyelesaikan tugas skripsi tanpa susah payah, ijazah palsu, duit palsu, gelar palsu dan lain lain yang tidak mungkin saya sebutkan satu satu, bukan ngga ada, tapi ombyok’an.....(istilah jawa artinya banyak sekali) dan mirisnya kita melakukannya tanpa merasa berdosa, seperti hal yang umum dan normal saja....Tentu saja hal ini abnormal, tidak sesuai dengan system, berbahaya dan bisa menjadikan segala sesuatu amburadul, ambil contoh dokter gadungan, kira kira berapa pasien yang akan mati.......Selain itu hal ini juga mencederai rasa keadilan, lah kita belajar sampai beruban dan rambut habis kok situ udah pegang Ijazah, tidak adil dong, kita mencari uang di panas terik 40®C lah kok situ cuman 7D (duduk, dengar, diam dan dukun, duit, dugem dll)
Saya coba mencari referensi tentang gejala social ini karena factor apa, kenapa dan bagaimana solusinya, tapi mohon beribu maaf saya belum bias menemukannya, semoga sobat sekalian bisa membantu saya menambahi coretan menjelang tidur ini, tetapi kitab suci mengatakan “.....Alloh mencintai orang orang yang berbuat adil”.
Nah, menjelang dimulainya World Cup 2010 yang sekarang lagi panas panasnya dan seru serunya, tiba tiba Negeri Tanah Air Beta mencalonkan diri menjadi Calon tuan rumah 2022 dengan tema “Green world cup 2022” seperti yang diungkapkan ketua umum PSSI Nurdin Halid di Hotel Ritz Carlton Jakarta medio February 2010 (detik.com). Sebagai anak bangsa tentu saya sangat gembira dengan ide gila ini, tentu ini akan mengangkat nama bangsa ini dan tentu akan lebih dikenal kancah Internasional, sayangnya menurut pendapat orang awam seperti saya ini apakah para pejabat tidak malu menunjukkan infrastruktur jalan jalan di Indonesia yang pembangunan jalannya ada cuman di Jakarta, itupun tidak menjadi solusi macet bagi rakyat Jakarta, Apakah lebih penting membangun stadion bola dari pada sekolah rakyat......”Tapi mas, menurutku itu bukan level sampeyan, ngga nyandak lah” sahut teman saya sambil menyendok mienya, iya benar,gumamku, memang ternyata bukan level saya, ternyata alasan utama PSSI adalah agar team sepak bola Indonesia bisa ikut berlaga di world cup tanpa susah payah, sebagai host tentu tidak usah mandi keringat di penyisihan, langsung ikut final, nah itu instan namanya...., wah wah saya fikir hanya menimpa desa kecil di pinggiran Kabupaten Malang saja, tetapi udah sampai di Jakarta juga....
Suatu malam di tepi pembaringan. ......Zzzz Zzzzz Zzzzzz 21 Juni 2010
No comments:
Post a Comment