Showing posts with label bachelor married. Show all posts
Showing posts with label bachelor married. Show all posts

Sunday, August 20, 2017

#MerantauKeQatar: BUJANGAN DI NEGERI ORANG

Jum'at pagi lalu, saya bersama rekan-rekan sesama bujangan beranjangsana ke rumah teman di Doha. Kami berkunjung ke rumah Pak Bangun. Beliau ini dulunya adalah Pak RT nya Dukhan. Kampung dimana kami tinggal sekarang. 

Eiitss...Bujangan? Memang belum punya istri dan anak? Nggak juga sih!

Saya dan rekan-rekan memang bujangan, tapi bukan bujangan yang sesungguhnya. Sejak 2008 lalu, Saya memutuskan untuk membujang di negeri orang. Namun kenyataannya saya sudah beristri dan mempunyai anak. Begitu juga dengan rekan-rekan saya. Mereka memilih untuk berpisah hidup dengan keluarga untuk beberapa bulan.
Photo by Cak Anton

Bujangan lokal, begitu kami biasa disebut. Dalam istilah bahasa inggrisnya, Bachelor Married. Kami mempunyai jatah cuti ke tanah air sebanyak dua kali dalam setahun. Bahkan ada diantara kami yang bisa pulang lebih dari dua kali, ada yang tiga kali, bahkan empat kali. Perusahaan hanya menanggung dua kali tiket pulang pergi. Sementara sisanya, ya ditanggung sendiri. 

Membujang di negeri orang, merupakan sebuah pilihan. Pilihan untuk menjalani LDR (Long Distance Relationships). Hubungan jarak jauh. Hari-hari yang kami lalui sebagai bujangan lokal sungguh tak mudah. Sebagai seorang laki-laki, saya adalah suami dari seorang istri, dan ayah bagi anak-anak. Seorang ayah mempunyai tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Yang di pundaknya ada nafkah untuk keluarga, membimbing istri, mendidik anak-anak, dan menjaga hubungan baik dengan keluarga yang lain. 

LDR bagi sebagian pasangan menjadi sesuatu yang sangat berat dan tidak mungkin dijalani. Berjauhan jarak bukanlah sesuatu yang mudah. Ketika kondisinya baik-baik saja, it's OK. Namun menjadi istimewa ketika muncul kondisi-kondisi khusus, seperti anak sakit, istri tidak enak badan, orangtua masuk rumah sakit, kompor rusak, lampu mati, motor mogok, genteng bocor, undangan walimah, mengambil raport anak, takziyah saudara atau tetangga yang meninggal, dan bermacam dinamika kehidupan yang seharusnya bisa diringankan dengan hadirnya suami di rumah.

Video call menjadi komunikasi favorit bagi para bachelor married di luar negeri. Setiap pulang kerja menjadi momen yang pas untuk berkomunikasi dengan istri dan anak-anak. Saling mencurahkan isi hati. Mengkisahkan bermacam kegiatan yang sudah dijalani seharian. Entah itu yang menyenangkan, membuat tertawa atau yang membuat dahi harus berkerut. 

Rasanya lega ketika bisa mendengarkan istri dan anak-anak berkisah. Yang menjadikan hati lebih bersabar adalah ketika waktunya menelpon tiba, yang di tanah air sedang sibuk dengan kegiatan lain atau bahkan sudah lelap tertidur karena lelah seharian. Tak hanya itu, mereka yang di tanah air terkadang menjadi kecewa ketika mereka menelpon sementara yang di Qatar masih jam tidur atau masih sibuk menjalani kesibukan di tempat kerja. 

Hadirnya era digital menjadikan yang jauh jadi sangat dekat. Boleh dikatakan, setiap detik kita bisa mengupdate apa yang terjadi pada diri kita. Coba bayangkan ketika belum ada era digital. Yang ada hanya surat menyurat. Kabarnya ditulis sekarang, baru sampai satu bulan kemudian. Bahkan mungkin bisa lebih dari itu. 

Tak semua bachelor married mempunyai nasib seperti saya dan rekan-rekan saya. Banyak diantara mereka yang harus rela pulang setahun sekali. Ada juga yang sekali tiap dua tahun. Mereka-mereka ini adalah yang bekerja di perusahaan sub kontraktor, dengan posisi kerja junior staff ke bawah. Misalnya mereka yang bekerja di sektor konstruksi jalan, konstruksi bangunan, cleaning services, gardening, perhotelan, supermarket, dan lainnya. Mereka harus rela menunggu waktu yang lama untuk mendapatkan kesempatan pulang kampung dan berkumpul bersama keluarga. Disisi lain, mereka harus rela tidak dibayar selama menjalani masa cuti (Leave without pay). Tapi ya tidak semua perusahaan sub kontraktor seperti itu, untuk posisi senior staff, supervisor level, tentu mendapatkan jatah cuti yang berbeda. 

Saya dan rekan-rekan saya saat ini bekerja di perusahaan migas, Alhamdulillah mendapatkan kesempatan cuti selama 24 hari kerja setiap tahunnya. Setiap kelipatan 5 hari kerja akan mendapatkan tambahan 2 hari libur. Belum lagi ada tambahan cuti idul fitri selama 5 hari, idul adha 5 hari, national sport day 1 hari dan national day 1 hari. Maka jika ditotal menjadi 45-50 hari.

Walaupun harus menjalani masa-masa membujang di negeri orang, tapi saya tidak merasa sendiri. Banyak rekan-rekan senasib. Tak hanya rekan sebangsa, namun rekan-rekan dari bangsa lain juga banyak yang memilih membujang. 

Saya tinggal di sebuah gedung mirip apartemen. Satu gedung terdiri dari tiga lantai. Lantai satu berisi 6 unit, lantai 2 dan 3 berisi masing-masing 7 unit. Maka dalam satu apartemen, jika diisi penuh akan mampu menampung 20 orang. Masing-masing unit berisi, 1 kamar tidur, 1 kamar tamu,1 kamar mandi dan 1 dapur. Masing-masing kamar terdapat AC Split. Air dan listrik tak perlu membayar tagihan. Semua ditanggung perusahaan. Terima kasih yaa Allah atas nikmat yang kami terima ini. Semoga Engkau jadikan kami hamba-hamba yang senantiasa bersyukur dan tunduk atas segala perintahMu. 

Di gedung yang saya tempati, ada 10 diantaranya adalah orang Indonesia. 1 orang Filipina dan 1 orang India. 7 orang Indonesia diantaranya sering kumpul bareng. Bersama 2 orang Indonesia dari gedung lain. Setiap malam sehabis maghrib, kami berkumpul bersama di kamar tamu seorang rekan yang tinggal di lantai satu. Ibarat kata, kamar ini menjadi markas bagi Bachelor Groups. Ada diantara kami yang memang pintar memasak. Sebut saja, Chef Agus, Chef Wisnu dan Chef Kamim. Merekalah yang bergiliran memasak. Kalau saya, Om Ria Budi, Cak Anton, dan Pakde Mahmudi, menjadi team support saja. Entah itu nggoreng krupuk, nggoreng bakwan, membuat sambal, nyiapin lalapan, atau nyiapin teh tubruk yang rasanya manis sedang.

Masing-masing mempunyai sumbangsih. Sedikit-sedikit ketika dikumpulkan maka menjadi satu menu makan malam yang sederhana namun terasa istimewa. Rasanya khas Indonesia, dicampur dengan obrolan-obrolan terkini seputar tanah air dan perantauan. 

Jadi, yang hidup membujang di negeri orang, tak perlu risau. Semua pasti ada suka dukanya. Nikmati masa-masa indahnya dan bersabarlah ketika sedang menghadapi masa-masa nggak enak. Yakinlah bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang sabar.

Ditulis di Qatar, 20 Agustus 2017